Serangan hawa nafsu terkadang terasa begitu kuat tatkala kita berhadapan dengan godaan, namun dilain sisi hati kecil kita mengatakan “jangan kamu lakukan itu” ooh inikan masalah biasa” jawab nafsu. Lantas kemudian sayup-sayup terdengar dari lubuk hati kecil mengatakan sudah jangan kamu teruskan itu dosa”. Ya begitulah nafsu yang selalu berusaha mencerabut dan membetot kita dalam setiap kesempatan, mengambil alih kendali diri, dan selanjutnya menyimpangkan kita dari jalan ketaatan, ya Tuhan lindungilah daku”. Jika sudah begitu kuat, panji-panji istiqomah yang kita pegang pun runtuh... menyisakan penyesalan dan kesesakan dada. Duhai, begitu kuat serbuannya ingin rasanya ku lari dari kenyataan ini.
Begitulah ketika hawa nafsu muncul, akan meluluh lantakkan kesehatan jiwa bahkan kegoncangan yang tidak berkesudahan. Karena demikianlah hawa nafsu, selalu mengajak kita pada jalan-jalan yang penuh fatamorgana, dan menjauhkan kita dari jalan-jalan yang mengantarkan kita ke negeri yang kekal abadi, yaitu Firdaus-Nya, yang dijanjikan untuk orang-orang yang rela menelusuri jalan yang penuh onak dan duri, itulah jalannya para muzahid dan pejuang islam yang tak kenal lelah dalam berjuang hingga titik darah terakhir.
Apakah kita sadar, bahwa untuk bisa memegang panji-panji istiqomah adalah sebuah keharusan yang bisa dilakukan dalam artian kalau kita mau. Dalam shahih Muslim, Abu Amr Sufyan bin Abdullah bercerita bahwa dia berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu." Bersabda Rasulullah: 'Katakanlah: Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah kamu.'"
Umar bin Khatab berkata tentang para shahabat. Menurut beliau, para shahabat beristiqomah demi Allah dalam mentaati Allah dan tidak sedikit pun mereka berpaling sekalipun seperti berpalingnya musang. Maksudnya, bahwa mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagaian besar ketaatan kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan, maupun perbuatan sampai meninggalnya.
Begitulah mereka, sebaik-baik kurun yang telah mendapatkan keridho’an Allah. Sementara kita? lebih banyak melalaikan perintah-perintahnya dan melanggar larangan-larangannya. Adalah Abu Hurairah, ketika beliau berada diambang kematian, tiba-tiba beliau menangis. Orang-orang bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Beliau menjawab: "Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan dan banyaknya aral rintangan. Sementara tempat kembali, bisa ke jannah, bisa juga ke Naar."
Ooh celakalah daku, dimana posisiku nanti ? Yaa Allah berilah aku ketetapan hati pada jalan-Mu yang Kau ridho’i
Begitulah ketika hawa nafsu muncul, akan meluluh lantakkan kesehatan jiwa bahkan kegoncangan yang tidak berkesudahan. Karena demikianlah hawa nafsu, selalu mengajak kita pada jalan-jalan yang penuh fatamorgana, dan menjauhkan kita dari jalan-jalan yang mengantarkan kita ke negeri yang kekal abadi, yaitu Firdaus-Nya, yang dijanjikan untuk orang-orang yang rela menelusuri jalan yang penuh onak dan duri, itulah jalannya para muzahid dan pejuang islam yang tak kenal lelah dalam berjuang hingga titik darah terakhir.
Apakah kita sadar, bahwa untuk bisa memegang panji-panji istiqomah adalah sebuah keharusan yang bisa dilakukan dalam artian kalau kita mau. Dalam shahih Muslim, Abu Amr Sufyan bin Abdullah bercerita bahwa dia berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu." Bersabda Rasulullah: 'Katakanlah: Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah kamu.'"
Umar bin Khatab berkata tentang para shahabat. Menurut beliau, para shahabat beristiqomah demi Allah dalam mentaati Allah dan tidak sedikit pun mereka berpaling sekalipun seperti berpalingnya musang. Maksudnya, bahwa mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagaian besar ketaatan kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan, maupun perbuatan sampai meninggalnya.
Begitulah mereka, sebaik-baik kurun yang telah mendapatkan keridho’an Allah. Sementara kita? lebih banyak melalaikan perintah-perintahnya dan melanggar larangan-larangannya. Adalah Abu Hurairah, ketika beliau berada diambang kematian, tiba-tiba beliau menangis. Orang-orang bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Beliau menjawab: "Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan dan banyaknya aral rintangan. Sementara tempat kembali, bisa ke jannah, bisa juga ke Naar."
Ooh celakalah daku, dimana posisiku nanti ? Yaa Allah berilah aku ketetapan hati pada jalan-Mu yang Kau ridho’i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give comments and criticism are best for this blog the better