Sejarah Singkat Pesantren Hidayatullah Balikpapan




        Kalau kita berbicara Kalimantan, yang terbayang adalah hutan belantara. Apalagi di medio '70-an hutan di sana mungkin masih perawan sekali. Tapi siapa kira ada sekelompok Ustadz dari tanah Jawa 'nekat' menembus hutan dan mendirikan pondok pesantren di sana. Pondok Pesantren Hidayatullah, di Kecamatan Tritip Gunung Tembak Balikpapan Kalimantan Timur mulanya adalah hutan belantara tadi.

Kini, pesantren yang pernah meraih Kalpataru tahun 1984 itu telah memiliki 250 cabang di seluruh Indonesia. Beberapa pejabat teras, baik daerah maupun pusat, silih berganti datang ke pesantren itu. Mantan Presiden Habibie, Sosilo Bambang Yudhoyono,  Wakil Presiden hamzah Haz, Jusuf Kalla adalah beberapa petinggi Negara  yang sempat berkunjung ke pondok pesantren. Sejumlah ulama, baik dalam dan luar negeri, juga ikut berceramah di sana.

Perlu diketahui Ustadz Abdullah Said yang pertama kali datang ke daerah ini dan menggagas berdirinya Pesantren Hidayatullah. Saat itu, awal tahun 1970-an, ia ditemani beberapa ustadz muda jebolan pesantren terkenal di tanah Jawa, seperti Gontor, Krapyak (Yogyakarta) dan Pendidikan Majelis Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta.

Sebelum bangunan pesantren berdiri mereka menggunakan tempat-tempat ala kadarnya untuk berdakwah. Mereka meminjam rumah penduduk untuk mengaji, menyelenggarakan kursus mubaligh, dan melakukan persiapan awal pendirian pesantren.

Setelah masa peminjaman rumah penduduk selesai, mereka terpaksa tinggal di tempat jemuran padi berukuran 3 x 4 meter. Tempat itu mereka sulap menjadi ruang serba guna: makan, tidur, shalat, belajar, dan terima tamu, semua dilakukan di ruangan itu.

Di tengah-tengah upaya menyebarkan syiar Islam tersebut fitnah merebak. Ada pihak-pihak yang tak berkenan dengan aktivitas Ustaz Abdullah Said dan santri-santrinya. Pukulan paling telak terjadi saat penangkapan sang ustadz atas tudingan terlibat gerakan reaksi sebagian pemuda Islam Ujung Pandang atas judi massal (toto). Untunglah setelah diklarifikasi ia dinyatakan tak bersalah dan dibebaskan kembali sebulan kemudian.

Pada tahun 1975, seorang dermawan memberikan wakaf tanah seluas setengah hektar di Karang Bugis, dekat kota Balikpapan. Di atas lahan ini dibangun sebuah masjid darurat, perpustakaan, gedung serba guna untuk tidur, belajar, makan, dan terima tamu.

Setelah lokasi formal sudah ada, mulailah usaha mencari bahan bangunan berupa papan, balok, semen, dan dana segar digencarkan. Uniknya, terobosan pertama ini lebih banyak berhasil dilakukan para ibu lewat santri putrinya dibanding putra.

Namun, Karang Bugis dirasa bukan lokasi yang representatif untuk mendirikan pesantren. Sebab, kota tersebut terasa sempit dan tak punya peluang untuk perluasan wilayah. Selain itu, lingkungan tidak menolong untuk proses pendidikan yang diinginkan.

Untunglah, tahun 1976 walikota Balikpapan yang kala itu dijabat Asnawi Arba'in memberi wakaf tanah selus lima hektar di Gunung Tembak. Modal inilah yang kemudian dikembangkan hingga menjadi pesantren Hidayatullah yang berdiri sampai sekarang. Masjid sederhana mulai dibangun, kebun, kolam ikan, dan unit-unit keterampilan mulai dibuka.

Selama lima bulan semua tenaga dikerahkan untuk menata kampus. Semak belukar dibabat, rawa dibersihkan, hingga kemudian berdiri pemukiman yang cukup artistik dilengkapi sebuah masjid darurat, perpustakaan sederhana, gedung keterampilan (workshop), asrama, dan ruang belajar. Sementara perumahan para ustadz, termasuk rumah pimpinan pesantren, masih dalam kondisi sangat darurat. Dan, dalam kesederhanaan itulah, 5 agustus 1976, Pesantren Hidayatullah diresmikan oleh Menteri Agama yang kala itu dijabat Prof Mukti Ali.

Tahun-tahun berikutnya diisi dengan pengiriman tim dakwah ke seluruh pelosok Kalimantan Timur, sembari berupaya memperluas areal kampus. Pengiriman santri ini bertujuan memperkenalkan diri kepada masyarakat Kalimantan Timur sekaligus mencari santri di pelosok-pelosok desa. Pengiriman santri ini selanjutnya tak cuma terbatas di Kaltim, tetapi juga di pelosok tanah air, bahkan sampai ke Wamena Irian Jaya.

Baik santri yang dikirim ke pelosok maupun santri yang tinggal di pesantren diajarkan untuk hidup mandiri sebagaimana dilakukan para pendahulu mereka. Setiap kali mereka datang ke suatu daerah biasanya para santri ini tidak dibekali dana memadai.

Kini, Pesantren Hidayatullah telah memiliki sebuah masjid megah yang berdiri tak jauh dari gerbang pesantren. Di belakangnya ada ruang kantor berlantai dua, kamar para tamu yang dilengkapi dengan AC, lapangan sepakbola, asrama putra dan putri, serta rumah-rumah para ustadz yang dibuat dari kayu ulin. Antara asrama santri putra dan putri dipisah oleh pagar setinggi 1,5 meter sehingga aktivitas mereka seharai-hari tidak bercampur.

Selain itu, di tengah-tengah lokasi ada danau buatan dan di pinggir lokasi ada parit penahan banjir. Di dekat asrama putri ada hutan buatan, sementara di belakang perumahan para ustadz ada kebun tempat para santri bercocok tanam.
Memuliakan tamu adalah salah satu ajaran yang dipraktikkan di pesantren ini. Karena itu tak heran bila kamar tamu dilengkapi AC dengan meja, kursi, dan kamar mandinya. Sementara rumah para ustad terbuat dari papan dan jauh dari kesan mewah.

Sarana pendidikan di pesantren ini sekarang sudah memadai. Mereka membangun sekolah mulai dari jenjang ibtidayah sampai Sekolah Tinggi Agama Islam. Jumlah mahasiswa yang kuliah di pesantren ini ada 75 orang: 45 putri dan 30 putra. Mereka juga mengirimkan empat santrinya meneruskan kuliah di Madinah. Dengan berbekal kemandirian Hidayatullah telah berbenah untuk menyongsong lahirnya peradaban islam, semoga wallahu a’lam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Give comments and criticism are best for this blog the better

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...