Antara Istikharah dan Ikhtiyar

Dalam mengarungi kehidupan kita sering diperhadapkan pada pilihan-pilihan yang terkadang sulit mana yang mesti dipilih, dari masalah jodoh, pekerjaan, rekanan bisnis, hingga memilih seorang Presiden. Sebuah pilihan tentu membawa risiko dengan segala permasalahannya: baik itu buruk ataupun berupa kebaikan.
Sebagai ilustrasi kalau kita salah memilih tukang cukur maka kita akan menyesal selama sebulan, kalau salah memilih ukuran sandal bisa menyesal berbulan-bulan dan kalau kita salah memilih pasangan hidup bisa menyesal seumur hidup.
Hanya pilihan yang tepatlah yang membawa kebaikan bagi yang tepat memilihnya, sedangkan pilihan yang buruk akan berakibat pada kerugian. Dalam bahasa agama, perintah untuk memilih yang baik dinamakan ikhtiyar. Orang beriman disuruh berikhtiar. Kata ikhtiyar berasal dari khair yang secara harfiah berarti baik. Jadi, ikhtiyar bermakna melakukan daya upaya untuk memilih yang terbaik.

Dalam
berikhtiyar, pilihan ditentukan oleh manusia sendiri berdasarkan akal pikirannya, hati nurani, dan berbagai pertimbangan lainnya. Apabila seseorang tak mampu atau ragu dalam memilih, agama memerintahkannya supaya melakukan istikharah. Perkataan istikharah juga berakar dari kata khair (baik) atau khiyarah (terbaik). Di sini, istikharah berarti thalab al-khiyarah min Allah, yaitu usaha untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik dengan memohon petunjuk dari Allah SWT.

Oleh karenanya, bila ikhtiyar bersifat rasional, istikharah justru bersifat spiritual dan merupakan usaha yang sepenuhnya bersifat rohani. Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan agar umat Islam melakukan istikharah. Jabir bin Abdillah, sahabat Rasulullah SAW, menceritakan bahwa Nabi mengajarkan istikharah dalam segala hal.

Berdasarkan petunjuk
Rasul, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari, istikharah dilakukan dengan shalat sunat dua rakaat di malam hari. Selesai shalat, orang yang bersangkutan disuruh membaca doa istikharah yang pada intinya berisi permohonan kepada Allah SWT agar ia diberikan sesuatu yang terbaik untuk kepentingan jangka pendek (dunia) maupun jangka panjang (akhirat).

Berdasarkan hadis di atas, seorang Muslim, menurut Imam Syaukani, tidak boleh meremehkan sesuatu perkara dan mengabaikan istikharah. Soalnya, sering terjadi, barang kecil yang diremehkan, ketika diambil atau ditinggalkan, justru menimbulkan bahaya besar di belakang hari. Ini berarti, lanjut Syaukani, seorang Muslim harus selalu bermohon kepada Tuhan atau meminta petunjuk dari-Nya dalam segala urusan sebelum mengambil keputusan: memilih atau menolak sesuatu.

Istikharah menjadi penting karena pilihan manusia
terkadang bersifat subjektif, partikularistik, dan tidak bebas dari vested interest. Akibatnya, pilihan manusia sering mengecewakan. Manusia terkadang membenci sesuatu yang baik, dan sebaliknya mencintai sesuatu yang buruk. Firman Allah SWT, ''Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.'' (Al-Baqarah: 216).

Sebagai petunjuk dari Allah SWT, pilihan melalui istikharah memberikan keyakinan yang amat kuat
bagi pelakunya. Jadi mintalah selalu petunjuk-Nya kalau kita diperhadapkan pada suatu pilihan, apalagi bagi para penguasa maupun pengusaha sangat familiar dengan pilihan-pilihan, dimana terkadang pilihan itu sangat sulit untuk diputuskan, oleh karenanya sholat istikhorah prioritas utama untuk dilakukan agar tidak mudah terpengaruh apalagi masalah intrik, suap. Money politics serangan fajar, dan apalagi rayuan gombal, tidak mungkin menggoyahkan keyakinannya selama ia berpegang pada petunjuk-Nya. Wallahu a'lam bissawaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Give comments and criticism are best for this blog the better

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...