ISLAMIC ARTICLE--Dalam salah satu biografi Khalifah Umar bin Abdul Azis, telah disebutkan bahwa pungutan liar (al-Maks) sesungguhnya adalah kejahatan yang dilarang Allah (Abdullah bin Abdul Hakam, Gema Insani Press, 2003). Khalifah yang dijuluki ''Penegak Keadilan'' itu mengutip Surat Huud ayat 85 yang berkisah tentang Nabi Syu'aib AS, ''... dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.''
Orang-orang yang berbuat jahat itu, kata Umar, sering menggunakan istilah lain. Dalam praktik kehidupan sehari-hari kita, ada banyak istilah tentang pungutan. Begitu pula dengan suap. Modus dan nilainya pun bermacam-macam. Mulai dari yang paling sederhana, bernilai ribuan rupiah --ketika kita melanggar lalu lintas, misalnya ketika ditilang sama Pak Polisi, karena tidak mau disidang akhirnya minta damai dengan menyodorkan beberapa lembar uang” dan lebih memperihatinkan adalah praktek-praktek yang sepertinya sudah menjadi rahasia umum yaitu menyogok ingin diterima menjadi PNS sampai jutaan rupiah dengan berbekal uang segitu berharap dapat diterima jadi pegawai, betapa tidak malunya untuk melakukan itu dizaman sekarang.
Dalam biografi Umar juga disebutkan tentang kesaksian seseorang bernama Umar ibn Muhajar. Ia mengisahkan, ''Seorang lelaki mendatangi Umar bin Abdul Azis dengan membawa apel dan dia tidak mau menerimanya. Dikatakan kepada Umar, 'Dulu, Rasulullah SAW menerima hadiah.' Umar menjawab, 'Itu untuk Rasulullah dan untuk kita adalah risywah (suap), dan aku tidak memerlukan itu'.'' Di negeri kita, praktik suap, pungutan liar, juga tindak pidana korupsi, sudah umum dilakukan orang. Seakan itu bukan lagi perbuatan jahat yang dikutuk Allah. Tindak korupsi dengan menilep harta rakyat sudah dianggap kuno. Masih sangat banyak modus canggih yang, bahkan, tidak terdeteksi oleh perangkat hukum.
Alquran dan hadis mengatur hukum perolehan harta, kedudukan, kegunaan, dan pertanggungjawabannya. Pada harta inilah terletak kelemahan besar manusia. Allah berfirman, ''Dan sungguh manusia itu sangat cinta pada harta kekayaan yang banyak.'' (QS 100: 8). Cinta manusia pada harta adalah jenis cinta buta. Mudah membuat lalai, tamak, bahkan tega berbuat keji.
Dalam telaahnya tentang hukum harta, KH Ahmad Azhar Basyir MA (mantan ketua PP Muhammadiyah), mengungkap dimensi akhlak, iman, dan takwa (1993). Memakan harta secara batil (korupsi atau menerima suap), katanya, akan merusak akhlak, iman, dan takwa. Allah memperingatkan dalam surat An-Nisaa' ayat 29, ''Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan batil (tidak sah), kecuali dengan perniagaan atas dasar sukarela di antara kamu.''
Pada hakikatnya tak ada harta yang bisa dimiliki manusia tanpa campur tangan Allah. Manusia menerima bagian dari Allah atas kehendak Allah juga. Siapa yang menilep bagian seseorang atau banyak orang, ia telah berbuat batil. Ketika kebatilan dilakukan secara kolektif seperti banyak terjadi di negeri kita ini dan tanpa sadar, mungkin, kita pernah ikut melakukannya kita tak perlu menunggu hari akhir untuk menerima hukuman dari Allah. Bukankah negeri ini rusak parah karena korupsi yang begitu membabibuta?
Ada satu kisah nyata yang sempat saya alami sendiri, kisah itu terjadi pada tahun 2005 pada waktu itu saya naik motor menuju kampung melayu Jakarta Timur, ketika saya melintas didaerah Pondok Gede tanpa sadar saya nyasar masuk kejalan tol, pada saat didepan pintu pemeriksaan karcis baru sadar kalau saya salah masuk’’ petugas jalan tol pun akhirnya meminta saya untuk kembali, saya pun putar balik, ketika sudah keluar dari pintu tol rupanya sudah ada salah satu oknum petugas dari kepolisian yang stanbay, lansung saja ia menyapa saya” selamat sore mas” kenapa masuk jalan tol? “maaf Pak saya baru diJakarta dan juga belum tau jalan sini”jawabku singkat. Pak Polisi inipun mengajak saya kesebuah tempat pangkalan ojek yang kebetulan tidak jauh dari pintu tol.
Dari hasil dialog singkat bersama Polisi, setelah menanyakan tentang kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor dan Alhamdulillah saya lengkap”dalam hati saya sudah aman, tapi apa yang terjadi kemudian Pak Polisi membuka topi dinasnya kemudian meletakkan dikursi tepat berada disamping saya duduk, dan Pak Polisi inipun menunjukkan sambil mengatakan silahkan isi! Saya pada waktu itu belum paham apa maksudnya, setelah beberapa detik kemudian baru tahu kalau topi itu minta diisikan selebaran uang, astagfirullah spontanitas saya berucap dalam hati” separah inikah sudah prilaku aparat kepolisian kita?
Namun saya sadar dan berhusnujhon saja bahwa tidak semua Polisi seperti itu, masih banyak yang baik, itu hanya ulah segelintir orang saja, dan memang mungkin pada awalnya oknum ini juga diajari oleh masyarakat hingga ia berbuat demikian.
Kembali kecerita pada saat Pak Polisi itu minta diisi, saya bilang maaf Pak saya tidak bawa uang dan memang pada waktu itu saya hanya bawa ATM didompet, pas saya periksa lagi dompet rupanya ada Rp.5000. Dan saya katakana maaf Pak saya hanya punya ini” saya mahasiswa Pak” mahasiswa kok tidak punya uang” kata Pak Polisi, akhirnya dengan jumlah sekian ia ambil juga, setelah itu saya dipersilahkan pergi.
Sebenarnya setelah kejadian tersebut saya sangat menyesali perbuatan tersebut karena itu juga bagian dari suap, hingga akhirnya setiap ada tilang saya selalu minta sidang saja daripada memberikan uang pada Pak Polisi. Semoga kedepannya para aparat kepolisian semakin propesional dan jujur dalam mengemban amanah. Semoga bangsa ini juga dapat dipimpin oleh Pemimpin yang bisa menerima amanah aamin.
Orang-orang yang berbuat jahat itu, kata Umar, sering menggunakan istilah lain. Dalam praktik kehidupan sehari-hari kita, ada banyak istilah tentang pungutan. Begitu pula dengan suap. Modus dan nilainya pun bermacam-macam. Mulai dari yang paling sederhana, bernilai ribuan rupiah --ketika kita melanggar lalu lintas, misalnya ketika ditilang sama Pak Polisi, karena tidak mau disidang akhirnya minta damai dengan menyodorkan beberapa lembar uang” dan lebih memperihatinkan adalah praktek-praktek yang sepertinya sudah menjadi rahasia umum yaitu menyogok ingin diterima menjadi PNS sampai jutaan rupiah dengan berbekal uang segitu berharap dapat diterima jadi pegawai, betapa tidak malunya untuk melakukan itu dizaman sekarang.
Dalam biografi Umar juga disebutkan tentang kesaksian seseorang bernama Umar ibn Muhajar. Ia mengisahkan, ''Seorang lelaki mendatangi Umar bin Abdul Azis dengan membawa apel dan dia tidak mau menerimanya. Dikatakan kepada Umar, 'Dulu, Rasulullah SAW menerima hadiah.' Umar menjawab, 'Itu untuk Rasulullah dan untuk kita adalah risywah (suap), dan aku tidak memerlukan itu'.'' Di negeri kita, praktik suap, pungutan liar, juga tindak pidana korupsi, sudah umum dilakukan orang. Seakan itu bukan lagi perbuatan jahat yang dikutuk Allah. Tindak korupsi dengan menilep harta rakyat sudah dianggap kuno. Masih sangat banyak modus canggih yang, bahkan, tidak terdeteksi oleh perangkat hukum.
Alquran dan hadis mengatur hukum perolehan harta, kedudukan, kegunaan, dan pertanggungjawabannya. Pada harta inilah terletak kelemahan besar manusia. Allah berfirman, ''Dan sungguh manusia itu sangat cinta pada harta kekayaan yang banyak.'' (QS 100: 8). Cinta manusia pada harta adalah jenis cinta buta. Mudah membuat lalai, tamak, bahkan tega berbuat keji.
Dalam telaahnya tentang hukum harta, KH Ahmad Azhar Basyir MA (mantan ketua PP Muhammadiyah), mengungkap dimensi akhlak, iman, dan takwa (1993). Memakan harta secara batil (korupsi atau menerima suap), katanya, akan merusak akhlak, iman, dan takwa. Allah memperingatkan dalam surat An-Nisaa' ayat 29, ''Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan batil (tidak sah), kecuali dengan perniagaan atas dasar sukarela di antara kamu.''
Pada hakikatnya tak ada harta yang bisa dimiliki manusia tanpa campur tangan Allah. Manusia menerima bagian dari Allah atas kehendak Allah juga. Siapa yang menilep bagian seseorang atau banyak orang, ia telah berbuat batil. Ketika kebatilan dilakukan secara kolektif seperti banyak terjadi di negeri kita ini dan tanpa sadar, mungkin, kita pernah ikut melakukannya kita tak perlu menunggu hari akhir untuk menerima hukuman dari Allah. Bukankah negeri ini rusak parah karena korupsi yang begitu membabibuta?
Ada satu kisah nyata yang sempat saya alami sendiri, kisah itu terjadi pada tahun 2005 pada waktu itu saya naik motor menuju kampung melayu Jakarta Timur, ketika saya melintas didaerah Pondok Gede tanpa sadar saya nyasar masuk kejalan tol, pada saat didepan pintu pemeriksaan karcis baru sadar kalau saya salah masuk’’ petugas jalan tol pun akhirnya meminta saya untuk kembali, saya pun putar balik, ketika sudah keluar dari pintu tol rupanya sudah ada salah satu oknum petugas dari kepolisian yang stanbay, lansung saja ia menyapa saya” selamat sore mas” kenapa masuk jalan tol? “maaf Pak saya baru diJakarta dan juga belum tau jalan sini”jawabku singkat. Pak Polisi inipun mengajak saya kesebuah tempat pangkalan ojek yang kebetulan tidak jauh dari pintu tol.
Dari hasil dialog singkat bersama Polisi, setelah menanyakan tentang kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor dan Alhamdulillah saya lengkap”dalam hati saya sudah aman, tapi apa yang terjadi kemudian Pak Polisi membuka topi dinasnya kemudian meletakkan dikursi tepat berada disamping saya duduk, dan Pak Polisi inipun menunjukkan sambil mengatakan silahkan isi! Saya pada waktu itu belum paham apa maksudnya, setelah beberapa detik kemudian baru tahu kalau topi itu minta diisikan selebaran uang, astagfirullah spontanitas saya berucap dalam hati” separah inikah sudah prilaku aparat kepolisian kita?
Namun saya sadar dan berhusnujhon saja bahwa tidak semua Polisi seperti itu, masih banyak yang baik, itu hanya ulah segelintir orang saja, dan memang mungkin pada awalnya oknum ini juga diajari oleh masyarakat hingga ia berbuat demikian.
Kembali kecerita pada saat Pak Polisi itu minta diisi, saya bilang maaf Pak saya tidak bawa uang dan memang pada waktu itu saya hanya bawa ATM didompet, pas saya periksa lagi dompet rupanya ada Rp.5000. Dan saya katakana maaf Pak saya hanya punya ini” saya mahasiswa Pak” mahasiswa kok tidak punya uang” kata Pak Polisi, akhirnya dengan jumlah sekian ia ambil juga, setelah itu saya dipersilahkan pergi.
Sebenarnya setelah kejadian tersebut saya sangat menyesali perbuatan tersebut karena itu juga bagian dari suap, hingga akhirnya setiap ada tilang saya selalu minta sidang saja daripada memberikan uang pada Pak Polisi. Semoga kedepannya para aparat kepolisian semakin propesional dan jujur dalam mengemban amanah. Semoga bangsa ini juga dapat dipimpin oleh Pemimpin yang bisa menerima amanah aamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give comments and criticism are best for this blog the better