Oleh : Sahlan Ahmad
Roj’ah adalah
salah satu pokok ajaran Syiah. Bahkan tidak disebut sebagai orang yang beriman
sampai beriman kepada akidah roj’ah. Dikatakan:
ليس منا من لم يؤمن بكرتنا
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang tiadk
mengimani reingkarnasi.”[1]
Ibnu Babuwaih
berkata,
واعتقادنا في الرجعة أنها حق
“kami yakin bahwa roj’ah itu adalah benar”[2].
Tidak banyak orang yang mengetahui akidah Syi’ah yang satu
ini, mungkin karena sedikitnya informansi mengenai hal itu, atau memang karena
para imam Syi’ah sengaja merahasiakannya dari orang-orang di luar kalangan
merka. Oleh sebab itu Abu Husain al-Koyyat- salah seorang ulama Mu’tazilah
berkata, “Orang-orang Syi’ah saling menasehati agar merahasiakan akidah roj’ah
dan agar jangan membahasnya di majlis-majlis mereka, dan tidak pula di
buku-buku mereka.[3]
Apa itu roj’ah?
Roj’ah berarti kembali setelah kematian.[4] Orang-orang
syi’ah berkeyakinan bahwa para imam mereka akan kembali di alam dunia ini.
Sebagian mereka berkeyakinan bahwa para imam yang telah meninggal akan kembali,
namun sebagian lainnya mengatakan bahwa para imam mereka tidak meninggal,
mereka hanya menghilang dan kemudian akan kembali.
Fonding father dari (pendiri) akidah roj’ah
Jika kita melacak
sejarah Syi’ah, maka dengan mudah kita akan menjuampai sipa orang pertama kali
yang menyebarkan akidah ini. Yang pertaka kali memproklamirkan tentang
roj’ah adalah Ibnu Saba’, hanya saja roj’ah yang dopahami oleh ibnu saba’ pada
saat itu adalah kembalinya para imam setelah masa menghilang, bukan sebagaimana
keyakinan Syi’ah sekarang ini yang mengatakan bahwa roj’ah adalah kembalinya
para imam setelah kematiannya (kecuali imam yang ke dua belas), karena Ibnu
Saba’ tidak meyakini para imam telah meninggl.
Di kalangan Syi’ah
sendiri, aqidah roj’ah mengalami perkembangan dan perubahan. Yang mana pada
awalnya keyakinan tentang roj’ah hanya diimanai oleh Syi’ah sekte Sab’iyah dan
Kisaniah. Mereka mengatakan bahwa roj’ah adalah kembalinya para imam mereka.
Namun dengan berjalannya waktu keyakinan ini pun diadopsi dan dikembangkan oleh
oleh Syi’ah Imamiyah. bahkan merek tidak hanya meyakini imamnya yang akan
kembali, bahkan semua orang pun akan kembali. Al-Alusi berkata bahwa berubahnya
keyakinan syi’ah tentang roj’ah -yang mana hanya terjadi bagi para imam dan
menjadi bagi semua orang syi’ah- adalah terjadi abad ke tiga Hijriah.[5]
Apa yang diinginkan dari roj’ah?
Syi’ah menuduh bahwa Ahlu Sunah bersekongkol untuk merampas
kepemimpinan Ali bi Abi Tholib sepeninggal Rasulullah. Oleh karena itu, dosa
dan kesalahan mereka harus dibalas sebelum hari kiamat tiba. Dengan kata lain
roj’ah adalah bangkitnya para imam Syiah untuk membalas dendam mereka atas
musuh-musuhnya[6], yaitu kepada seluruh kaum muslimin selain orang-orang
syi’ah.
Adapun orang yang
pertama kali akan kembali adalah Husani sebagaimana yang ada dalam riwayat
mereka:
أول من تنشق الأرض عنه ويرجع إلى الدنيا، الحسين بن علي عليه
السلام
Yang pertama kali memecah tanah dan kembali ke dunia adalah Husain
bin Ali as.[7]
Husain bin Ali akan kembali untuk menghisab (menghitung amal)
manusia, sebagai mana perkataan Abu Abdillah, “Sesungguhnya orang yang bertugas
menghisab manusia sebelum hari kiamat adalah Husain bin Ali, dan di hari kiamat
dia akan membawa manusia ke surge atau keneraka.[8]
Keganjilan akidah roj’ah
Akidah roj’ah menjadikan kedudukan para Nabi dan Rasul jauh di
bawah kedudukan para imam Syi’ah. Bahkan para nabi dan rasul digambarkan
sebagai tentaranya Ali bin Abi Tholib dan berperang di sisinya, karena “Allah
tidak mengutus para Nabi dan Rasul melainkan akan dikembalikan ke diunia dan
berperang dalam golongannya Amirul mu’minin Ali bin Abi Tholib.[9]
Kemiripan roj’ah dengan agama lainnya
Melihat berbagai keganjalan yang ada di dalam akidah raj’ah,
akam menimbulkan pertanyaan besar, dari mana sebenarnya sumber akidah raj’ah
ini?
Ada yang mengatakan bahwa akidah roj’ah merupakan keyakinan yang
berakar dari keyakinan Arab jahiliah dan kepercayaan paganisme kuno. Ibnu Atsir
berkata, “Keyakinan ini sebagaimana keyakinan orang Arab jahilaiah dahulu.”[10]
Ada juga yang mengatakan bersuber dari kepercayaan orang-orang
majusi. Dulu Majusi berkeyakinan bahwa arwah orang mati bisa hidup kembali di
dunia. Aqidah ini dikenal dengan nama tanasukhul arwah.
Syi’ah mewarisi
keyakinan Majusi ini, walau mereka berbeda pendapat tentang kemana kemana arwah
setelah berpisah dengan badan. Namun mereka sepakat bahwa kematian yang
sebenarnya tidak ada, karena arwah itu hidup kembali. (DR. Muhammad Al Hamd, An
Nushairiyah).
Namun abdul basith
bin yusuf dalam kitabnya Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabihati Rofi’dhoh Syi’ah
Lilyahudi mengatakan bahwa akidah roj’ah lebih mirip dengan akidah Yahudi. Hal
ini beliau buktikan dengan beberapa fakta
Pertama; Kesamaan waktu terjadinya rojah antara keduanya. imam
Syi’ah dengan al-Masih al-Muntadzor -versi
Yahudi- sama-sama akan keluar atau muncul menjelang hari kiamat.
Kedua: Kesamaan tujuan antara adanya,
roj’ahnya Syi’ah terjadi agar orang-orang berkumpul bersama pasukan imam
al-mujtadzor, begitu juga dengan roj’ahnya yahudi agar orang berkumpul dalam
pasukannya al-Masih al-Muntadzor -versi
mereka- untuk menolong mereka atas musuh-musuh mereka.
Ketiga: jumlah orang yang akan kembali
antara keduanya. Syi’ah mengatakan bahwa para imam memiliki kemampuan untuk
menghidupkan kembali siapa saja yang mereka kehendaki. Begitu pula dengan
Yahudi, yahdudi mengatakan bahwa para Nabi manpu menghidupkan kembali siapa
saja yang mereka kehendaki.
Dalil Syi’ah
Dalam kitab Biharul
Anwar[11] dikatakan
bahwa salah satu ayat yang berbicara mengenai roj’ah adalah:
{أَلَمْ تَرَ
إِلَى الَّذِينَ خَرَجُواْ مِن دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ
لَهُمُ اللّهُ مُوتُواْ ثُمَّ أَحْيَاهُمْ}
Tidakkah kamu pehatikan orang-orang yang keluar dari kampong
halamannya, sedang jumlahnya ribuan karena takut mati? Lalu Allah berfirman
kepada mereka, “Matilah kamu!” lalu allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya
Allah memberikan karunia kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak
bersyukur.[12]
Mereka juga
mengatakan bahwa roj’ah adalah suatu yang sangat mumgkin. Karena adanya orang
yang hidup kembali di zaman nabi Isa as.
Bantahan Mengenai Roj’ah
Pertama, Tidak ada satupun yang mengingkari akan kebenaran dalil
kembalinya orang ada dalam ayat ini (Al-Baqarah: 243). Namun yang menjadi
masalah adalah roj’ah atau kembalinya orang pada ayat tersbut tidak untuk
dihisab dan diadili sebagaiaman roj’ah yang diyakini syi’ah.
Kedua, memang benar yang menghidupkan orang mati tersebut adalah nabi
Isa as. Akan tetapi atas idzin dan kehendak Allah. Seandainya Allah tidak
mengidzinkan dan menghndaki tentu tidak akan terjadi. Hal ini berbeda dengan
keyakinan Syi’ah yang mengatakan bahwa para imam berkuasa mengidupkan siapapun
yang dikendakinya.
Ketiga, Banyak sekali nash yang menggambarkan harapan orang-orang yang
telah meninggal dunia agar mereka kembali lagi ke dunia. Namun tidak satupun
dari mereka yang dikabulkan. Karena Allah telah menetapkan demikian. Salah
satunya:
{قَالَ رَبِّ
ارْجِعُونِ ، لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ
هُوَ قَائِلُهَا وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ}
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila
datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku
kembalikanlah aku (ke dunia) , agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang
telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang
diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka
dibangkitkan .”[13]
Kemudian Hadits dari Jabir bin Abdullah yang menceritakan yang
bahwa Allah mengatakan kepada Jabir, “Mohonlah kepada-Ku, maka akan aku
kabulkan! Maka jabir berkata, “Ya Rabbi kembalikanlah aku ke dunia, agar aku
kembali dibunuh di jaln-Mu.” Maka Allah menjawab, “Sungguh telah menjadi
ketetapan bagi-Ku bahwa orang yang telah meninggal tidak akan kembali lagi ke
dunia.”[14]
Dari Ashim bin Dhomrah (beliau adalah salah satu sahabat Ali
Radhiyallahu anhu), beliau berkata kepada Hasan bin Ali, “orang-orang Syi’ah
beranggapan bahwa Ali akan kembalai”. Maka hasan menjawab, mereka telah
berdusta, seandainya kami mengetahui bahwa beliau akan kembali maka
isteri-isterinya tidak akan dinikahi dan kami tidak akan membagi harta
warisannya[15]
Sumber :
an-najah.net
[2] Al-I’tiqodat
hal 90
[3] Al-intishor
hal 97.
[4] Majma’a
al-Bahrain, juz 4. Hal 334. Dan al-Qomus juz 3 hal 28.
[5] Ruhul
Ma’ani juz 20 hal 27. Dan Dhuha al-ISLAM, Ahmad Mubin juz 3 hal 237.
[6] Al-Iqodz
min al-Hajamah 58.
[7] Bihar
al-ANWAR juz 53 hal 39.
[8] Bihar
al-anwar bab roj’ah juz 53 hal 41.
[9] Bihar
al-Anwar juz 53 hal 41.
[10] An-Nihayah
juz 3 hal 202.
[11] Juz
53 hal 129.
[12] Al-Baqarah:
243.
[13] Al-Mu’minun:99-100.
[14] Ibnu
katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Adzim, (damaskus: Daru at-Thoyyibah, 1999M), juz 2
hal 163.
[15] Musnad
Ahmad juz 2 hal 312 no 1265.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give comments and criticism are best for this blog the better