Manusia Dan Filoshofi Korek Api

“Manusia dan Korek Api
Manusia dan korek api sama-sama berkepala
Ketika korek api sama-sama bergesekan
Ia langsung memanas atau mungkin berapi-api
Namun,ketika pikiran manusia saling bergesekan
Ia tak harus langsung memanas dan tak perlu berapi-api !
Sebab di kepala manusia ada otaknya”

Tak sengaja lagi browsing “eh ketemu kata-kata di atas” pada sebuah forum  blogdetik.com, masyaAllah kata-kata tersebut cukup mengena dihatiku, sebagai bahan introspeksi diri, ya terkadang kalau kita melihat masalah atau persoalan yang tidak mengenakan dihati rasanya mau berontak.

Coba bayangkan sejenak dari sebatang pohon dapat membuat jutaan batang korek api. Tapi satu batang korek api juga dapat membakar jutaan pohon. Jadi, satu pikiran negatif dapat membakar semua pikiran positif.

Korek api mempunyai kepala, tetapi tidak mempunyai otak, oleh karenanya setiap kali ada gesekan kecil, sang korek api langsung terbakar.


Kita mempunyai kepala, dan juga otak, jadi kita tidak perlu terbakar amarah hanya karena gesekan kecil, disinilah perlunya cek and balance untuk pengendalian diri agar tidak bersikap frontal.


Kalau merujuk pada firman Tuhan pada surah Al-Hujurat ayat :12

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berburuk-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”

"Sense, Sensitif, Sentimen dan Sentimentil"
Mungkin keberatan, dengan apa yang telah ada di sekitar kita. Terkadang antara keinginan dan perasaan selalu bertolak belakang.

"Sense", atau perasaan. Apakah yang menjadi sebuah masalah ? Terkadang perasaan yang lebih dominan, jika dibandingkan dengan akal sehat yang kita miliki.


Apakah yang menjadi sebuah masalah ? "Sensitifkah" atau terlalu peka, rapuh hati, dan sangat perasa hanya gara-gara informasi yang kita terima yang belum tentu benar.


Mungkin, secara tidak sadar kita telah menjadi seorang yang "Sentimen". Atau adanya sebuah reaksi emosional yang sifatnya tetap, terhadap suatu obyek kebendaan atau manusia.


Jangan-jangan, kita sedang memasuki sebuah tingkatan yang lebih tinggi lagi. "Sentimentil", mungkin disinilah kita berada. Sebuah rasa, perasaan penuh haru, rawan, lembut hati, dan terlalu berlebih-lebihan mudah terpancing.


Pada saat emosi tersulut hanya persoalan sepele, cobalah duduk, kalau duduk masih juga terasa panas maka bisa berbaring dan kalau berbaring juga masih belum bisa meredamnya maka jalan terakhir insyaAllah manjur yaitu mengambil air wudhu, itulah yang diperintahkan nabi Muhammad kepada para sahabatnya.


Sebagai bahan renungan terakhirku buat semua, lihatlah pada seekor burung hidup, ia makan semut. Ketika burung mati, semut memakan burung. Waktu terus berputar sepanjang zaman. Siklus kehidupan terus berlanjut. Jangan merendahkan siapapun dalam hidup, bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapa diri kita?.
Kita mungkin HEBAT punya KEKUASAAN tapi waktu lebih berkuasa daripada kita. Waktu kita sekarang memiliki segalanya punya power, kita merasa banyak teman di sekeliling kita. Waktu kita sakit, kita baru tahu bahwa sehat itu sangat penting, jauh melebihi harta. Ketika kita tua, kita baru tahu kalau masih banyak yang belum dikerjakan. Dan, setelah di ambang ajal, kita baru tahu ternyata begitu banyak waktu yang terbuang sia-sia.
Hidup tidaklah lama, sudah saatnya kita bersama-sama membuat hidup lebih bermakna saling menghargai, saling membantu dan memberi, juga saling mendukung. Jadilah teman perjalanan hidup yg tanpa pamrih dan syarat.
Believe in "Cause and Effect" Apa yang ditabur, itulah yang akan kita tuai. Insya Allah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Give comments and criticism are best for this blog the better

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...