Freedom of the Press. Ya, kebebasan pers. Bebas tanpa batas. Kalau pun ada batas, maka batas itu pun masih ditafsir bebas tiada berbatas.
Freedom of the Press. Deret kalimat ampuh untuk memayungi keberadaan media massa di tengah masyarakat dan di hadapan penguasa.
Dengan slogan ‘Kebebasan Pers’ media massa bebas melakukan pemberitaan sesuai misinya.
Ungkapan ‘Kebebasan Pers’ sendiri bila ditelisik bukan asli karya anak bangsa Indonesia.
Ungkapan itu muncul bersumber dari Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat: “Congress shall make no law… abridging the freedom of speech, or of the press.” (Kongres dilarang membuat hukum… yang membatasi kebebasan berbicara atau pers).
Karena itu, tak aneh bila ‘Kebebasan Pers’ sangat kental beraroma Amerika.
Lebih-lebih, lahirnya Undang-undang Pers No. 40/1999 di Indonesia tak lepas dari keterlibatan ahli hukum Article 19, Toby Mendel.
Sisi lain, UU Pers No. 40/1999 melandasi Pasal 19 UU HAM: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apa pun juga dengan tidak memandang batas-batas.” (Lihat Membincang Pers, Kepala Negara, dan Etika Media, Sirikat Syah, hlm. 3—4)
Lengkaplah sudah arti sebuah kebebasan. Bebas menerabas kultur masyarakat Indonesia yang banyak diwarnai norma agamis.
Bebas tidak memandang batas-batas.
Jadi, media massa pun bebas menyiarkan berita selama ada fakta.
Tak mempedulikan dampak berita itu di tengah masyarakat. Juga tak mempedulikan asas kepatutan dan moral.
Sebut saja, siaran televisi berisi talk show yang mengadu domba, sinetron yang menyesatkan dan membodohkan, atau sebuah acara yang menayangkan naluri dan perilaku rendah manusia digali dan diekspos (Lihat Membincang Pers, hlm.194), infotainment yang banyak membongkar aib, serta berita yang dikemas sesuai misi meraup dunia dan kekuasaan. Bahkan, tak sedikit yang terang-terangan menyajikan menu yang mengundang syahwat selera rendah.
Media massa telah menjadi alat untuk menyuarakan kebebasan yang tiada kendali. Walau dengan kebebasan itu bakal menimbulkan berbagai kerusakan di tengah masyarakat.
Media massa semakin jauh dari kesantunan. Media massa menjadi pupuk penyubur para kapitalis tak berhati lurus.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang menginginkan agar (berita) perbuatan yang keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (an-Nur: 19)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah memberi penjelasan terkait ayat di atas bahwa yang dimaksud “menyukai penyebaran perbuatan keji (al-fahisyah) di kalangan orang-orang beriman” meliputi dua makna yaitu :
1) Menyukai al-fahisyah tersebar di tengah kaum muslimin.
Terkait hal ini, menyebarkan beragam film cabul dan surat kabar (atau media lainnya –red.) yang jelek, jahat dan porno. Media-media semacam ini, tak diragukan lagi, merupakan media yang menyukai penyebaran al-fahisyah di tengah masyarakat muslimin. Mereka menghendaki timbulnya kerusakan agama pada diri seorang muslim. Tentunya, kerusakan itu timbul melalui sebab perbuatan mereka (yang menyebarkan al-fahisyah) melalui beragam majalah, surat kabar, dan media lainnya. Barang siapa menyukai al-fahisyah itu tersebar di tengah kaum muslimin, dia berhak untuk mendapatkan azab yang pedih di dunia dan akhirat.
2) Menyukai al-fahisyah tersebar pada kalangan tertentu, bukan lingkup masyarakat Islam secara menyeluruh.
Balasan bagi yang berbuat demikian ialah diazab di dunia dan akhirat. (Syarhu Riyadhi ash-Shalihin, I/598)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin menyebutkan pula bahwa musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi, Nasrani, musyrikin, komunis, dan para kaki tangannya sangat bersemangat menebarkan godaan wanita di tengah kaum muslimin.
Mereka menyerukan tabarruj, mendedahkan aurat wanita, menghasung ikhtilat, mengajak pada kerusakan akhlak. Mereka dengan gencar menyuarakan semua itu melalui media yang mereka miliki, baik secara lisan maupun tulisan.
Mereka mengetahui, ini merupakan godaan terbesar yang akan menjadikan manusia lupa kepada Rabb dan agamanya. Semua itu bisa terjadi melalui pintu godaan wanita. (Syarhu Riyadhi ash-Shalihin, 1/48)
Membincang fitnah wanita, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan perihal itu, sebagaimana diungkap hadits Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhu,
“Tiada fitnah sepeninggalku kelak yang lebih membahayakan (selain godaan) wanita terhadap laki-laki.” ( HR. al-Bukhari no. 5096, Muslim, no. 97)
Apa yang terjadi kini?
Makar orang kafir untuk menghancurkan kaum muslimin di antaranya dengan memperalat kaum wanita. Lebih memprihatinkan lagi, banyak kaum muslimah tidak menyadari bahwa dirinya diperalat untuk kepentingan busuk orang-orang kafir.
Hingga kaum muslimah berbondong-bondong menjajakan diri, memamerkan kecantikan dan kemolekannya, guna dipasarkan oleh kaum kafir melalui media mereka. Nas’alullaha as-salaamah.
“Hendaknya, kita jangan tertipu oleh seruan orang-orang yang berbuat kejelekan dan kerusakan dari kalangan yang membebek orang-orang kafir. Mereka mengajak untuk berikhtilath (membaurkan antara wanita dan laki-laki). Sebab, sungguh itu ajakan setan. Wal ‘iyadzu billah,” demikian penjelasan asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al- ’Utsaimin rahimahullah.
** Makar Yahudi
Yahudi kerap kali memanfaatkan media guna menyusupkan pemahamannya. Melalui media, disusupkanlah pemahaman-pemahaman yang mengagungkan kaum kafir.
Diopinikan, seakan persenjataan dan kelengkapan militer orang-orang kafir itu canggih dan tak ada yang mampu menandinginya.
Propaganda melalui tayangan telivisi, misalnya, bisa berakibat menumbuhkan jiwa inferior (minder, merasa kecil dan tak berdaya) pada sebagian kaum muslimin di hadapan kaum kafir. Seakan-akan orang-orang kafir itu hebat, sedangkan kaum muslimin lemah. Seakan-akan kaum kafir itu unggul, sedangkan kaum muslimin tersisih.
Secara perlahan namun pasti, nilai-nilai itu tertanam dalam benak sebagian kaum muslimin. Mereka mengelu-elukan kehidupan orang-orang kafir, bahkan meniru gaya hidup mereka dan membuang ajaran Islam. Begitu dahsyat pengaruh media massa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Andai mereka masuk ke lubang dhab (binatang sejenis reptil), niscaya kalian akan mengikutinya. Ditanyakan, ‘Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nasranikah?’ Jawabnya, ‘Siapa lagi?’” ( HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu)
Dunia film, sinetron, drama dengan segala bentuk aktingnya menjadi daya tarik. Sebagian kaum muslimin bahkan tergiur dengan pertunjukan akting tersebut.
Setapak demi setapak program siaran televisi yang dikelolanya telah membuka celah untuk mengikuti jejak Yahudi dan Nasrani. Melalui tayangan televisi yang dikelola mereka terkuak pintu petaka.
** Upaya Menghancurkan Agama Allah ‘azza wa jalla
Orang-orang kafir dan munafik tiada henti untuk menghancurkan agama Allah ‘azza wa jalla.
Semenjak dahulu hingga sekarang makar itu terus berlangsung. Mereka hendak memadamkan cahaya Islam melalui beragam media yang dimilikinya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.” (ash-Shaf: 8)
Untuk menghancurkan akhlak kaum muslimin, orang-orang kafir, dan munafik merancang strategi dengan menerbitkan majalah, tabloid, surat kabar, dan media audio-visual, seperti televisi, yang menyuguhkan kisah-kisah berselera rendah. Menampilkan gambar-gambar seronok.
Sementara itu, dalam dunia sosial politik ditebar beragam berita yang merendahkan penguasa, bahkan mencela dan mencacatnya.
Walau pun mereka membungkusnya dengan kemasan kata “mengkritisi” atau dengan bahasa “pers sebagai alat kontrol sosial”.
Dampak dari media semacam ini, masyarakat terdidik untuk suka mencela pemerintah. Padahal tindakan demikian bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Barang siapa yang merendahkan (menghina, mencela) penguasa Allah ‘azza wa jalla di muka bumi, Allah ‘azza wa jalla akan merendahkan (menghinakan)nya.” (HR. at-Tirmidzi, no. 2224 )
Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barang siapa ingin menasihati penguasa karena satu perkara, hendaknya jangan melakukannya di hadapan publik (secara terbuka). Akan tetapi, lakukanlah dengan cara mengambil tangannya lantas (menasihatinya) di tempat tersembunyi bersamanya (tidak dipublikasikan). Jika ia menerima (nasihat)nya, itulah (yang diharap). Jika tidak menerima nasihatnya, sungguh nasihat itu telah sampai kepadanya.” (HR. Ahmad dari Syuraih bin Ubaid radhiallahu ‘anhu)
Adapun untuk menebar kerancuan memahami Islam, sejumlah media telah getol menyuguhkannya.
Pemahaman Islam Liberal, Syiah, Mu’tazilah dijajakan dalam beragam bentuk, baik secara terang-terangan maupun melalui cara halus tersembunyi. Bahkan, ada sebuah terbitan yang menyediakan halaman khusus.
Selain itu, media pun kerapkali menggiring masyarakat untuk membenci dan tak menyukai orang-orang yang menampakkan syiar-syiar keislaman.
Peristiwa terorisme dijadikan kuda tunggangan untuk menghantam orang-orang yang berpegang teguh kepada Islam yang benar.
Tak sedikit media yang tak mampu membedakan siapa teroris dan siapa yang benar-benar mengamalkan Islam secara baik dan benar.
Satu contoh, tuduhan Wahabi identik (dengan) terorisme seringkali dilontarkan media. Padahal, bila ditelisik, pengelola media itu sendiri tidak memahami sejatinya apa dan bagaimana Wahabi itu. Tragis!
Kini, tampak di hadapan kita betapa banyak anggota masyarakat yang tak mengindahkan bimbingan Islam yang mulia ini.
Senyatanya, inilah yang dikehendaki orang-orang kafir dan munafik.
Mereka menghendaki agar ajaran Islam ditinggalkan oleh umatnya. Dengan begitu Islam tiada menyinari kehidupan manusia.
Begitulah makar orang-orang kafir dan munafik. Wal ‘iyadzu billah.
Namun, yang menjaga Islam adalah Allah ‘azza wa jalla.
Kesucian dan keberadaannya dipelihara Allah ‘azza wa jalla. Betapa pun busuk makar orang-orang kafir dan munafik, Allah ‘azza wa jalla tetap akan menampakkan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Kebenaran akan tetap tampak walau orang-orang kafir, munafik, musyrik membencinya.
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya.” (ash-Shaf: 9)
Hati-hati memilih media.
Sebab, hal ini menyangkut keselamatan agama yang ada pada kita.
Allahu a’lam.
oleh: Ust. Abul F Ayip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give comments and criticism are best for this blog the better