Wahyu pertama yang diterima Rasulullah SAW adalah QS. Al-Alaq ayat 1-5, yang di dalamnya terdapat perintah untuk membaca. Perintah membaca menjadi perintah pertama di awal tugas
kenabian Rasulullah. Membaca pada sebagian orang masih dimaknai dengan membaca sebuah
tulisan, buku, atau literature. Padahal yang dimaksud membaca
dalam surah Al’alaq
tersebut adalah membaca
apa yang diturunkan Allah
SWT yaitu Alqur’an dan
apa yang diciptakan yaitu alam ini
dan seluruh
makhluk ciptaan-Nya. Dalam kamus bahasa, ditemukan banyak arti kata iqra’
antara lain menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami,
meneliti dan
mengetahui ciri-ciri. Beriqra’
bukan menghafal. Dalam taksonomi berfikir menghafal adalah kemampuan terendah, sedangkan
beriqra’ adalah kemampuan berfikir yang tinggi karena di
dalamnya ada pengamatan, perenungan, penelitian, dan
pendalaman.
Membaca dalam proses belajar adalah suatu keharusan, karena semua proses belajar didasarkan
pada kemampuan membaca. Lalu
kapan kita
harus memulai beriqra’
atau membaca? Jawabannya adalah mulai sekarang untuk
kita yang baru akan memulai. Dan untuk anak – anak kita, kita mulai
sejak dini.
Sejak dini? ya!, bahkan sejak usia 0 atau bayi.
Lalu apakah kita
akan mengajarkan mereka
huruf-huruf pada usia
bayi seperti yang dicetuskan oleh Glenn Doman tokoh Pengembangan Kemampuan
Manusia dari
Philadelpia? Ya !..itu sebuah usaha, yang boleh juga kita
gunakan. Tapi dengan makna iqra/ membaca yang banyak tersebut, maka sangat sederhana
sekali kalau kita mengajarkan anak hanya mengeja dan membaca kata yang akhirnya
mampu membaca tetapi tidak faham maknanya. Berapa banyak orang yang mampu
membaca? Tetapai
berapa banyak pula orang yang mampu memaknai apa yang dibacanya? Kita bisa mengajak
anak membaca dalam arti mengamati. Misalnya
sejak bayi, coba lihat saat mereka memegang kaki dan mengamatinya saat itu dia sedang
mengamati bentuk kaki dan dia sedang beriqra’.
Tony Buzan seorang
ahli Psikologi dari Inggris pernah mengatakan bahwa setiap anak lahir asalkan tidak
menderita cidera otak adalah calon jenius. Apa yang diamati, dilihat, dirasakan
dan dicium oleh inderanya adalah sebuah pembelajaran. Menurut Buzan saat bayi memegang sebuah mainan
dia akan mengamati dan otaknya bekerja (apa ini?) kemudian
mainan itu
akan dilihatnya (Bagaimana rasanya?)
kemudian
dia gigit,
(apakah ada suaranya?)
kemudian dia
melemparnya. Dan itulah
awal proses beriqra’.
Proses beriqra’ adalah fitrah
manusia sejak dari
kecil. Saat mulai berbicara anak akan bertanya banyak hal,
apa ini, apa itu, warna apa dan benda apa itu. Pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan muncul bukan secara kebetulan
tapi hal itu merupakan sunatullah yang Allah SWT berikan pada anak manusia. Dan
para peneliti psikologi perkembangan menyimpulkan bahwa semua anak akan melewati
tahap itu. Jika tidak berarti ada masalah pada tahap perkembangannya.
Agar proses beriqra’
anak berjalan terus (sejak dini sampai dewasa) sebaiknya anak selalu diajak
berdiskusi sejak awal mereka mampu berbicara tentang apapun yang mereka amati,
mereka lakukan dan apa yang mereka rasakan. Selain itu ajak
cerita anak untuk berinteraksi dengan buku sedini mungkin
untuk beriqra’
dengan literature.
Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang diberikan kepada anak merangsang untuk membiasakan mereka
beriqra’
pada hal-hal lebih
luas dan
mendalam selanjutnya. Jika anak selalu distimulus
dengan pertanyaan sejak dini, pada saatnya dia akan siap beriqra’ dengan yang abstrak yang timbul pada dirinya. Pertanyaan “siapa saya?” –“Siapa Allah
itu?”– “Mengapa saya diciptakan?” –“Mengapa hal ini terjadi?”
Jika pertanyaan anak dijawab dengan benar maka dia melalui proses beriqra’ dengan menyenangkan serta
mendapatkan penjelasan yang benar. Kelak beriqra’ baginya adalah sebuah kebutuhan. Tetapi
jika rasa ingin tahu anak ditanggapi dengan negatif, bisa jadi proses membaca
akan terhenti, karena terekam oleh anak jika aku bertanya, akan dapat marah.
Karena perintah Iqra’
adalah perintah yang pertama diterima oleh Rasulullah
SAW, maka membaca adalah suatu hal yang wajib, namun seperti
kita bahas di atas membacanya
bukan hanya membaca kata atau kartu-kartu huruf saja, itu sangat sederhana.
Manusia diciptakan dengan berbagai dimensi yang unik, bukan saja
sosok jasad tanpa ruh, rasa, hampa, atau sebuah bayangan tanpa jasad. Keunikan ciptaan Allah
SWT itu adalah sumber beriqra
yang terdekat bagi manusia.
Oleh: Ani Chaerani, S.pd. I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give comments and criticism are best for this blog the better