Imam as-Suyuthi dan Syaikh Al-Albani
rahimahumullah menyebutkan bahwa salah satu tanda seorang muslim mati dalam
keadaan husnul khatimah adalah ia meninggal
pada malam Jum’at atau hari Jum’at dan insyaallah akan terbebas dari siksa kubur.
Pendapat tersebut didasarkan kepada beberapa hadits berikut ini.
[1]. Hadits dari jalur Hisyam bin Sa’ad dari Sa’id bin Abi Hilal
dari Rabi’ah bin Saif dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma
berikut ini.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ
الْقَبْرِ “
Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal pada
hari Jum’at atau malam Jum’at kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah
kubur.” (HR. Ahmad no. 6582 dan At-Tirmidzi no. 1074)
Setelah meriwayatkan hadits tersebut, imam at-Tirmidzi
melemahkannya dengan berkata: “Hadits ini gharib. Sanad hadits ini tidak
bersambung, karena perawi Rabi’ah bin Saif sebenarnya hanya meriwayatkan dari
Abu Abdurrahman al-Hubuli dari Abdullah bin Amru. Kami tidak mengetahui Rabi’ah
bin Saif mendengar langsung dari Abdullah bin Amru.” (Sunan At-Tirmidzi,
3/378, hadits no. 1074)
Imam al-Mundziri dalam At-Targhib wa At-Tarhib juga melemahkan
hadits ini.
Syaikh Ahmad Syakir berkata: “Sanadnya lemah, karena sanadnya
terputus.” Beliau lalu menyebutkan sanadnya dan penjelasan imam At-Tirmidzi di
atas. (Musnad Imam Ahmad, 6/153, hadits no. 6582 dengan tahqiq Syaikh Ahmad
Syakir)
Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanadnya lemah, karena perawi
Rabi’ah bin Saif tidak mendengar dari Abdullah bin Amru. Dia (Rabi’ah bin Saif)
dan perawi Hisyam bin Sa’ad adalah dua perawi yang lemah.” (Musnad Imam
Ahmad, 11/147, hadits no. 6582, dengan tahqiq Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)
[2]. Hadits di atas diriwayatkan dari jalur sanad lainnya berikut
ini.
Imam Ahmad berkata: Telah menceritakan kepada kami perawi Suraij,
telah menceritakan kepada kami (perawi Suraij) perawi Baqiyah, dari Mu’awiyah
bin Sa’id dari Abu Qabil dari Abdullah bin Amru bin Ash berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
” مَنْ مَاتَ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ “
“Barangsiapa meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at maka ia
akan dilindungi dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad no. 6646)
Syaikh Ahmad Syakir berkata: “Sanadnya lemah, karena perawi
Baqiyah bin Muslim adalah seorang mudallis (perawi yang
memanipulasi sanad) dan dalam sanad ini ia tidak menegaskan mendengar secara langsung
(dari Mu’awiyah).” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, 6/204)
Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: “Sanadnya lemah. Perawi Baqiyah
(yaitu Baqiyah bin Muslim al-Himshi) mentadlis dari para perawi
yang lemah dan melakukantadlis taswiyyah, bahkan memperbolehkannya.
Perawi Mu’awiyah bin Said bin Syuraij at-Tujaibi al-Fahmi al-Mishri, hanya
dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban saja.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq
Syu’aib al-Arnauth, 11/226-227)
Adapun perawi Abu Qabil (namanya adalah Huyai bin Hani
al-Mu’afiri) dinyatakan tsiqah oleh lebih dari seorang ulama, imam Ibnu Hibban
menyebutkannya dalam kitabnya Ats-Tsiqat dan berkata: Dia juga seorang perawi
yang keliru-keliru. Imam As-Saji menyebutkannya dalam kitabnya Adh-Dhu’afa’
(Para perawi yang lemah). Dan diriwayatkan dari Imam Ibnu Ma’in bahwa ia
melemahkannya.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syu’aib al-Arnauth, 11/225)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani juga melemahkan perawi Abu Qabil
dalam kitabnya Ta’jilul Manfa’ah.
[3]. Hadits riwayat imam Abu Ya’la dalam musnadnya dan Ibnu ‘Adi
dalam Al-Kamil fi adh-Dhu’afa’.Imam Abu Ya’la berkata: Menceritakan kepada kami perawi Abu Ma’mar
Ismail bin Ibrahim, menceritakan kepada kami perawi Abdullah bin Ja’far dari
Waqid bin Salamah dari Yazid ar-Raqasyi, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
«مَنْ مَاتَ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ وُقِيَ عَذَابَ الْقَبْرِ»
“Barangsiapa meninggal pada hari Jum’at maka ia akan dilindungi
dari siksa kubur.” (HR. Abu Ya’la no. 4113 dan Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil,
7/2554)
Syaikh Ahmad Syakir berkata: “Makna hadits ini juga diriwayatkan
dari jalur Anas bin Malik dlam Musnad Abu Ya’la. Namun sanadnya lemah juga,
sebagaimana disebutkan oleh (Al-hafizh Nuruddin al-Haitsami) dalam Majma’uz Zawaid
dan (Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani) dalam Fathul Bari.” (Musnad Ahmad
dengan tahqiq Ahmad Syakir, 6/204)
Syaikh Syua’aib al-Arnauth berkata: “Di dalam sanadnya ada perawi
Waqid bin Salamah dan Yazin bin Abban ar-Raqasyi. Keduanya adalah perawi yang
lemah.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syu’aib al-Arnauth, 11/149)
Syaikh Husain Salim Asad dalam tahqiqnya atas Musnad Abu Ya’la
juga melemahkan sanad hadits ini.
[4]. Hadits riwayat imam Abu Nu’aim al-Asbahani dalam Hilyatul
Awliya’.
Dari Umar bin Musa bin Wajih dari Muhammad bin Munkadir dari Jabir
bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
salam bersabda:
«مَنْ مَاتَ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أُجِيرَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
وَجَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ طَابَعُ الشُّهَدَاءِ»
“Barangsiapa meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at niscaya
ia akan dijauhkan dari siksa kubur dan pada hari kiamat ia akan datang dengan
memiliki tanda orang mati syahid.” (HR. Abu Nu’aim al-Asbahani dalam
Hilyatul Awliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’, 3/155)
Setelah meriwayatkan hadits ini, imam Abu Nu’aim al-Asbahani
mengatakan: “Hadits ini gharib dari hadits Jabir dan Muhammad bin Munkadir.
Hanya diriwayatkan oleh Umar bin Musa, dan ia adalah seorang penduduk Madinah,
ia adalah perawi yang lemah.” (Abu Nu’aim al-Asbahani, Hilyatul Awliya’ wa
Thabaqat al-Ashfiya’, 3/155)
Syaikh Syu’aib al-Arnauth menulis tentang perawi Umar bin Musa bin
Wajih: “Imam Abu Hatim berkata: “Ia adalah pemalsu hadits.” Imam An-Nasai dan
Ad-Daraquthni berkata: “Ia matruk (tertuduh memalsu hadits).”
Imam Ibnu ‘Adi berkata: “Ia termasuk perawi yang memalsukan hadits, matan
maupun sanadnya.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Syu’aib al-Arnauth,
11/149)
Syaikh Ahmad Syakir berkata: “Hadits Jabir diriwayatkan oleh Abu
Nu’aim dalam Al-Hilyah, 3/155-156, dan dalam sanadnya ada kelemahan.”(Musnad
Ahmad dengan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, 6/204)
Kedudukan hadits:
Inilah Abdullah bin Amru bin Ash tentang keutamaan meninggal pada
hari Jum’at atau malam Jum’at. Hadits tersebut secara sanad lemah, dan terdapat
dua hadits lainnya yang menunjukkan keutamaan yang sama, yaitu hadits Anas bin
Malik dan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Secara sanad, kedua hadits
tersebut juga lemah, bahkan lebih lemah dari hadits Abdullah bin Amru bin Ash.
Kesimpulan hadits:
1. Hadits tentang keutamaan meninggal pada hari Jum’at atau malam
Jum’at diriwayatkan dari jalur sahabat Abdullah bin Amru bin Ash, Anas bin
Malik dan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhum.
2. Imam Abul ‘Ala’ Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim
al-Mubarakfuri dalam bukunya Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi menyatakan
hadits Anas bin Malik dan Jabir bin Abdullah bisa menguatkan kelemahan hadits
Abdullah bin Amru bin Ash. Sehingga dari keseluruhan jalur sanadnya, hadits
tersebut naik derajatnya menjadi hadits hasan atau hadits shahih, yang bisa
dipegangi sebagai hujjah untuk menyatakan adanya keutamaan khusus bagi orang
yang meninggal padda hari Jum’at atau malam Jum’at.
Pendapat ini diikuti oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
dalam bukunya, Ahkamul Janaiz.
3. Sebagian besar ulama hadits menganggap hadits Anas bin Malik
dan Jabir bin Abdullah tidak bisa menguatkan kelemahan hadits Abdullah bin Amru
bin Ash. Sebab kelemahan sanad kedua hadits tersebut justru lebih parah
daripada kelemahan sanad hadits Abdullah bin Amru bin Ash. Dengan demikian,
ketiga hadits tersebut tetap berderajat dha’if (lemah) dan tidak bisa dijadikan
hujjah untuk menyatakan ada keutamaan khusus bagi bagi orang yang meninggal
padda hari Jum’at atau malam Jum’at. Pendapat ini, wallahu a’lam, adalah
pendapat yang lebih kuat dan lebih dekat kepada kebenaran.
4. Andaikata kita mengikuti pendapat ulama yang menyatakan hadits
tersebut hasan atau shahih sekalipun, maka bukan berarti setiap muslim dan
muslimah yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at telah meraih husnul
khatimah. Status husnul khatimah lebih kuat berkaitan dengan amal perbuatan
orang yang meninggal, daripada dengan tempat dan waktu orang tersebut
meninggal.
Misalnya:
a. Seorang muslim atau muslimah meninggal dalam keadaan melakukan
kemaksiatan (berzina, mabuk, merampok, meninggalkan shalat, meninggalkan shaum
Ramadhan dan lain-lain), maka bisa diyakini ia mati dalam keadaan suul
khatimah, meskipun ia meninggal pada malam Jum’at atau hari Jum’at.
b. Seorang muslim atau muslimah meninggal dalam keadaan melakukan
ketaatan (melaksanakan shalat, shaum Ramadhan, membaca Al-Qur’an, menengok
orang sakit, memuliakan tamu, berperang di jalan Allah, dan lain-lain), maka
bisa diyakini ia mati dalam keadaan husnul khatimah, meskipun ia meninggal pada
selain hari Jum’at atau selain malam Jum’at.
c. Jika seorang muslim atau muslimah meninggal dalam keadaan
melakukan ketaatan pada hari Jum’at atau malam Jum’at, maka bisa diyakini bahwa
ia meninggal dalam keadaan husnul khatimah.
5. Kematian adalah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala.
Kematian datang secara tiba-tiba tanpa bisa disangka waktu dan tempatnya. Oleh
karenanya sudah seharusnya kita senantiasa mempersiapkan bekal amal shalih
sebaik-baiknya untuk menghadap Allah Ta’ala, sebelum kematian datang menjemput
kita.Wallahu a’lam bish-shawab
Sumber :
Arrahmah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give comments and criticism are best for this blog the better