Percakapan Bahasa Arab



PERKENALAN (1)
: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
خَالِد
: وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ
خَلِيْل
: اِسْمِيْ خَالِد، مَا اسْمُكَ ؟
خَالِد
Namaku Khalid, siapa namamu?

: اِسْمِيْ خَلِيْل
خَلِيْل
: كَيْفَ حَالُكَ ؟
خَالِد
Bagaimana keadaanmu (apa kabar)?

: بِخَيْرٍ، وَالْحَمْدُ للهِ. وَكَيْفَ حَالُكَ أَنْتَ ؟
خَلِيْل
Baik, alhamdulillah. Kalau kamu bagaimana?

: بِخَيْرٍ، وَالْحَمْدُ للهِ
خَالِد

اَلْمِهْنَة
PROFESI (1)
: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
أَحْمَد
: وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ
بَدْرٌ
: هَذَا أَخِيْ، هُوَ مُدَرِّسٌ
أَحْمَد
Ini saudaraku, dia seorang guru

: أَهْلاً وَسَهْلاً
بَدْرٌ
: هَذَا صَدِيْقِيْ، هُوَ مُهَنْدِسٌ
أَحْمَد
Ini temanku, dia seorang insinyur

: أَهْلاً وَسَهْلاً
بَدْرٌ
: مَعَ السَّلاَمَة
أَحْمَد
Selamat jalan

: مَعَ السَّلاَمَة
بَدْرٌ

Merindukan Seorang Pemimpin Seperti Umar

Ketika diangkat menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz mendatangi beberapa ulama untuk meminta nasehat. Salah satu ulama tersebut, Hasan Al Bashri, menasehatinya seperti ini : Anggaplah rakyat seperti ayahmu, saudaramu, dan anakmu. Berbaktilah kepada mereka seperti engkau berbakti pada ayahmu, peliharalah hubungan baik dengan mereka seperti dengan saudaramu, dan sayangilah mereka seperti engkau menyayangi anakmu" Nasehat ini diingat dan dijalankan dengan baik oleh Umar bin Abdul Aziz.

Umar bin Abdul khalifah yang kita kenal dengan kezuhudannya, yang terkenal dengan kehati-hatiannya dalam mengggunakan harta milik rakyatnya, sampai-sampai beliau pernah menutup hidung saat melintas di Baitul Mal yang kala itu sedang merebak bau harum kesturi di sana.

Seorang petugas Baitul Mal terheran-heran dan bertanya, "Wahai khalifah, kenapa engkau menutup hidungmu?" Umar bin Abdul Aziz menjawab, "Aku tak mau memakan harta rakyatku sedikit pun, walau hanya dengan menghirup harum kesturi ini"

Ialah khalifah yang dijuluki oleh para ulama sebagai Khulafaur Rasyidin ke-5, saking akhlaknya yang mendekati para Khulafaur Rasyidin yang empat itu.

Sekarang? susah rasanya berharap, hanya sekedar berharap pemimpin-pemimpin kita mau meniru Khalifah Umar bin Abdul Aziz apalagi kita selalu mengingat dan menjalankan nasehat dari Hasan Al Bashri. Kita, rakyat, seperti kata Goenawan Muhamad, bahkan cuma dianggap ada 5 tahun sekali, ketika masa pemilu tiba dan masa kampanye mulai digelar. Kita, rakyat, cuma diingat, diperhatikan, didatangi, dan didengarkan 5 tahun sekali. Kita, rakyat, cuma dianggap sebagai ayah, saudara, dan anak 5 tahun sekali.

Dan jika masa pemilu lewat, lewat pulalah masa-masa 'bulan madu' antara rakyat dan pemimpin itu. Lupalah para pemimpin kita dengan janji-janjinya, dengan program-programnya, Kalau orang Jawa bilang, "Masih untung bisa ingat rakyat 5 tahun sekali, daripada tidak sama sekali" Ya, memang masih untung bisa ingat rakyat 5 tahun sekali, tapi sayangnya dalam 'masa ingat rakyat' yang cuma sekali-kalinya dalam 5 tahun itu pun, masih saja pemimpin-pemimpin kita tega merendahkan dan menghina harga diri rakyatnya.

Suara kita, hak pilih kita yang tak ternilai itu, konon dalam demokrasi kedudukannya setara dengan suara Tuhan, tega mereka beli dan hargai hanya dengan beberapa ratus atau bahkan puluh ribu rupiah. Dan kita, yang lebih sering berpikir pendek dan hanya bisa berpikir besok makan apa dengan senang hati menggadaikan masa depan negeri ini yang sebenarnya adalah juga masa depan kita bersama di tangan pemimpin-pemimpin yang sebenarnya tak lebih dari sekedar tukang sogok, demi uang yang tak seberapa itu.

Sungguh luar biasa negeri ini. Yang tak pernah berkaca dari kesalahan-kesalahan masa lalu hingga selalu terperosok ke dalam lubang kedzaliman, yang tak pernah mengambil teladan dari sikap orang-orang besar di masa lalu, yang selalu salah memilih pemimpin-pemimpinnya. Sungguh luar biasa negeri ini yang hanya untuk menangani anak-anaknya yang protes dengan kebijakan-kebijakan aneh yang kerap diambil ibunya, merasa perlu untuk menurunkan puluhan bahkan ratusan aparat bersenjata pentungan dan peluru karet, menjewer anak-anak nakal itu dengan mendoakan mereka bahkan kalau perlu menjebloskan mereka ke penjara dengan tuduhan ini dan itu.

Sungguh luar biasa negeri ini, yang ketika rakyatnya di daerah sampai harus mengorbankan nyawa demi kehormatan dan harga diri partainya, pemimpinnya di atas malah sibuk menjual aset-aset negara.

Sungguh, kita hidup di sebuah negeri yang luar biasa. Sebuah negeri yang menyamakan kejujuran dengan barang antik yang hanya pantas ditaruh di museum. Hanya bisa dilihat, dibayangkan, dan dikenang, meski kadang bisa disentuh. Ketika seorang anggota dewan mengembalikan uang suap yang ratusan juta jumlahnya, ketika ada yang menolak dana apalah seperti taktis  ia malah dianggap sebagai pengkhianat atau pencari simpati rakyat. Sebagian lain menganggapnya bodoh dan munafik.

Ketika ada anggota dewan yang mengaku pada wartawan bahwa ia disodori amplop yang tak jelas maksud pemberiannya dan ia mengembalikannya, ia malah dimusuhi rekan-rekannya, dituduh mengumbar aib partai atau fraksi, dan ujung-ujungnya di-recall atau dipecat.

Dan sekarang, masa ingat rakyat itu hampir tiba. Saksikan saja, betapa sebentar lagi (atau mungkin sudah?) suara kita akan didengar, betapa pertanyaan-pertanyaan kita akan dijawab meski tak jelas, dan betapa-betapa yang lain.

Dan sekarang, ketika harus memilih wakil kita yang akan duduk di dewan, ketika presiden dan wakil presiden akan dipilih langsung oleh rakyat, sosok Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi sangat kita rindukan untuk menjadi sosok yang akan kita pilih.

Sebuah kerinduan yang mungkin akan ditertawakan oleh sebagian orang, sebagai buah dari rasa pesimis yang sebenarnya wajar karena dikecewakan terus-menerus, kekecewaan rakyat kecil kepada pemimpinnya.

Sebuah kerinduan yang harus kita yakini akan dijawab oleh Allah. Pasti ada, walau segelintir, orang-orang yang dianggap aneh, bodoh, munafik, pengkhianat, atau apalah karena keteguhan mereka memegang kebenaran di antara berbagai kebobrokan yang menyergap tanpa ampun, menyusup di segala lini kehidupan.

Pasti ada, segelintir orang yang ingin dan berusaha menelan dani kezuhudan, kehati-hatian, dan keberpihakan pada rakyat kecil seperti yang telah dicontohkan oleh Umar bin Abdul Aziz. Ya, kita semua rakyat yang bisa memupus kerinduan ini. Kitalah yang akan memilih Umar-Umar baru sebagai wakil kita, sebagai pemimpin kita. Pada akhirnya, kita jualah yang menentukan masa depan bangsa. Ya Allah lahirkanlah pemimpin-pemimpin yang mempunyai karakter seperti Umar Bin Abdul Aziz untuk bangsa yang lagi bobrok ini. Wallahhua lam bissawaab.

Sungguh Indahnya Ucapan Salam

Telah diceritakan dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwasanya ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw: Bagaimanakah Islam yang baik itu?” Beliau menjawab, “Yaitu mau memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan kepada orang yang belum kamu kenal.” (HR. Bukhari Muslim).

Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Salam itu tak lagi terdengar sumbang di telinga, karena ia nyaris sudah menjadi budaya. Kini nyaris semua orang menjadikannya sebagai salam pembuka, mengawali teks pidato, memulai ceramah, mengantarkan pembicaraan dan sapaan kesopanan. Hingga ia pun terdengar lumrah, seperti halnya selamat pagi, kulonuwun, punten,
aajakareba, permisi….

Nah diantara kita mungkin tak banyak yang masih mengingat, Sang Kekasih Allah telah bersabda, bahwa ucapan itu menjadi salah satu parameter kebaikan seorang muslim, sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim di atas; Berislamlah dengan baik dengan mengucap salam kepada yang engkau kenal dan tidak engkau kenal…

Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh, Ucapan ini sudah sedemikian akrab didengar dan diucapkan oleh ummat muslim.
Sepertinya tidak seorang muslimpun yang tidak bisa mengucapkannya bahkan burung kakak tuapun bisa mengucapkannya. Baik yang memang setiap hari menyebutnya minimal lima kali sehari di akhir shalat, maupun mereka yang hanya membasahi lidah dengan salam di acara-acara resmi.

Tapi
yang menjadi masalah sudahkah ia sebagai sarana pengikat cinta? Sebagaimana kabar yang disampaikan Abu Hurairah ra? Ia berkata: Rasulullah Saw bersabda, ”… Maukah kamu sekalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila kamu mengerjakannya maka kamu sekalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam diantara kamu sekalian”. (HR Muslim).

Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh, Sungguh kalimat ini amat mudah diucapkan. Hingga
terkadang ada sebhagian orang yang meremehkan. Bahkan ada yang hendak menggantikannya dengan selamat pagi, atau sapaan lokal dan teritorial lainnya. Apakah kita tidak teringat kata seorang sahabat, Abu Yusuf (Abdullah) bin Salam ra: Saya mendengar Nabi ‘alaihissalaam bersabda: “Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam, berikanlah makanan, hubungkanlah tali persaudaraan, dan sholatlah pada waktu manusia sedang tidur, niscaya kamu sekalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR Turmudzi). Duhai, alangkah nikmatnya! Ternyata tiket surga tidak mahal. ‘Cukup’ dengan menyebarkan salam.

Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh, Betapa cinta Rasulullah dengan untaian kata ini. Hingga tak lepas lisannya dari salam di setiap waktu dan kesempatan. Saat mendatangi suatu kaum, Rasulullah mengucapkan salam ini dengan diulang tiga kali. Saat Beliau melewati sekumpulan kaum wanita, saat bertemu dengan sekelompok anak-anak, saat bertamu atau memasuki rumahnya sendiri, doa rahmah itu mengalun indah dari bibirnya. Bahkan saat di dalam majelis, beliau tak bosan membalas salam sahabatnya yang hadir satu persatu, pun ketika mereka satu demi satu kemudian meninggalkan majelis dan kembali mengucap salam. Bahkan beliau pernah bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian bertemu dengan saudaranya, maka hendaklah ia mengucap salam kepadanya. Dan seandainya diantara keduanya terpisah oleh pohon, dinding atau batu, kemudian bertemu kembali, maka hendaklah ia mengucapkan salam lagi”. (Disampaikan oleh Abu Hurairah, HR Abu Dawud).

Oleh karenanya tak heran, jika Abdullah bin Umar suka pergi ke pasar, meski tak hendak membeli sesuatu. Kepada Tufail bin Ubay bin Ka’ab yang pernah menemaninya ia berkata, ”Wahai Tufail, mari ke pasar. Kita sampaikan salam kepada siapa saja yang kita jumpai. Maka berpuluh kali kalimat itu meluncur sejuk dari mulutnya, kepada para pedagang, pembeli, para kuli, tukang rombengan hingga warga papa.

Maka sungguh indah, jikalah salam itu disebarkan oleh wajah penuh senyuman, dihayati dan diresapi sebagaimana Abbas Assisi menyampaikan dalam surat-surat kepada sahabat-sahabatnya: Salaam Allah ‘alaika wa rahmatuhu wa barakaatuh. Sungguh damai dan nyaman, jika salam kita sampaikan sebagai ta’abbudan (ibadah) dan mahabbah (kecintaan), bukan sekedar kebiasaan. Salaam Allah yaa Ikhwatii, ya khalilii, wa rahmatuhu wa barakatuh. (Semoga Allah memberikan kedamaian, kasih mesra dan barakahNya untukmu saudaraku, sahabatku).
Oleh karena itu sangatlah tepat kalau islam artinya selamat, yang member keselamatan, jadi seorang muslim sejati mesti mampu memberikan rasa aman pada orang lain, kalaupun tidak mampu memberikan perlindungan minimal mendo’akan kepada setiap orang yang dia temui dijalan. Dan orang yang dengan tulus mengucapkan salam kepada orang lain insyaallah akan ada rasa cinta, cinta yang dilandasi niatan suci semata-mata karena Allah SWT. Wallahu a’lam bissawaab.

Dicari: Feminis Moral Untuk Indonesia Yang Bermartabat!

Sebenarnya, saya enggan memakai kata ‘feminis’. Tapi bagaimana lagi, kata itu kadung menjadi sebutan bagi perempuan yang ‘gelisah’ terhadap hak perempuan dan memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masalah-masalah kaum perempuan.

Perbincangan mengenai masalah perempuan yang terus bergulir hingga kini, tidak pernah lepas dari semua aspek kehidupan. Semua hal selalu nampak ‘bias gender’ ketika kita telah menyentuh ranah pembelaan hak terhadap perempuan. Memang, kita tidak memungkiri bahwa masih banyak para perempuan yang terlilit oleh ketidakpekaan lingkungan sosial mereka (termasuk didalamnya perempuan yang lain dan laki-laki) terhadap keharmonisan dan kesadaran akan tanggungjawab bersama untuk menciptakan kehidupan yang lebih humanis.

Moralitas perempuan: Bilakah engkau ‘diperjuangkan’?
Terlepas permakluman dan pemahaman, sepakat-tidak sepakatnya penulis terhadap isu-isu kesetaraan yang diangkat kepermukaan oleh para pemerhati perempuan, sepertinya perlu ada banyak hal yang harus terungkap dibalik sisi lain kehidupan perempuan di masyarakat kita (Indonesia) saat ini.

Sebuah paradigma yang mengajak perempuan dan para pejuangnya (baca:feminis) mencari akar dari segala permasalahan perempuan yang sering terabaikan di tengah deru perjuangan kesetaraan dan keadilan jender. Perjuangan hak-hak perempuan selalu bermula pada akibat dari sebuah perbuatan yang memojokkan perempuan sebagai posisi korban (perempuan dilecehkan, dirampas haknya dan sebagainya).

Namun ada yang mengganjal pemikiran penulis akhir-akhir ini, bahwa perjuangan para pemerhati perempuan justru cenderung menjadikan kelemahan atau anggapan ketidakberdayaan terhadap perempuan semakin menganga dan tereksploitir. Akibatnya, justru paradigma perjuangan perempuan tidak berkembang dan cenderung kasuistis, akibat lain dari hal tersebut adalah kebekuan perjuangan perempuan seperti yang kita lihat hanya bersifat temporal, monumental dan berorientasi pada hal-hal yang nampak secara fisik dan materi. Dengan standar kebebasan dan keberhasilan kebebasan yang materialis pula.

Ada yang dilupakan dari para pejuang hak-hak perempuan. Yaitu, makna kesejatian dari perempuan itu sendiri. Makna kepantasan, ketinggian moral dan budaya. Mengapa hal tersebut terjadi? Jawabannya jelas: karena mereka hanya menuntut hak dan menjadikan pemikiran-pemikiran bebas sebebas-bebasnya sebagai acuan berpikir. Alhasil, ada ketimpangan budaya dari hingar bingarnya perjuangan perempuan.

Ada kegelisahan tersembunyi yang tidak pernah terungkap dalam diskusi-diskusi tentang kesetaraan jender. Ada kelemahan yang tidak terungkap dan mungkin ‘enggan’ diakui dan terabaikan oleh para pejuang perempuan kebanyakan.

Kegelisahan tersembunyi itulah, persoalan moral dan segala hal yang berkenaan dengannya, termasuk perilaku dan gaya hidup. Degradasi perempuan di masyarakat kita hampir menjadi sesuatu yang tidak layak jual di forum-forum perempuan. Suara-suara keprihatinan akan degradasi moralitas perempuan seolah tercibir oleh kaum perempuan sendiri sehingga banyak diantara mereka menganggapnya sebagai isu komunitas dan tidak trend.

Persoalan pelecehan dan pemerkosaan selalu ditanggapi setelah terjadi, bukan bagaimana mengupayakan semua kebiasaan, polah tingkah, dan tatanan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang lebih beradab, tertata dan penuh kesopanan. Protes-protes atau kritik terhadap hal-hal yang kurang sopan justru dicecar dengan alasan–alasan kebebasan.

Persoalan moral yang terjadi di dalam sebagian besar perempuan di Indonesia telah begitu kronis sehingga melahirkan mentalitas easy going dan permissive terhadap semua hal yang hingar bingar, pergaulan bebas diantara remaja misalnya dan semua alasan modernitas yang disodorkan sebagai alasan pemaaf dan pembenar perilaku yang jauh dari norma adat dan budaya serta agama.

Feminis Moral: dicari!
Jika kita mau lebih jujur mengamati, saat ini banyak perempuan dan LSM perempuan yang mencoba untuk menunjukkan minatnya kepada permasalahan perempuan. Mereka begitu getol memperjuangkan bagaimana seorang perempuan dapat menunjukkan eksistensi mereka di ranah publik. Dan semua telah hampir terpenuhi. Kesetaraan yang mereka perjuangkan atas nama emansipasi sudah tercapai (meskipun bagi sebagian perempuan belum). Namun, sayang, ketika persoalan moralitas dan segala hal yang memerlukan kejujuran dan kepekaan rasa keperempuanan untuk menilainya disodorkan pada mereka, mereka seolah bisu dan tak terdengar gaunga ‘perjuangan dan kepeduliannya’

Contoh kecil, betapa sulitnya bangsa ini memberikan ketegasan tentang pornografi sementara begitu banyak ‘aktivis perempuan’ di negeri ini. Tak heran, sebab memang kebanyakan dari mereka mungkin tidak sempat memikirkan hal-hal ‘sepele’ ini dibanding isu-isu publik, pro-kontra poligami, melejitkan karier, quota politik, isu-isu bisnis, talk show-talk show kepribadian dan kecantikan, yang tentunya lebih menggiurkan bagi para funding para perempuan ‘modern’ di negeri ini.

Feminis moral mau tidak mau harus lahir dari negeri ‘berbudaya’ dan ‘bermoral’ bernama Indonesia ini. Negeri yang sebagian perempuannya telah lebih bule daripada para bule. Negeri yang para perempuannya menjadi pangsa pasar terbesar serbuan penjajahan gaya baru melalui trend, mode, gaya hidup dan pola pikir. Negeri yang para perempuan (ibu-ibu dan remaja putri) begitu fasih bicara tentang tempat-tempat shopping dan café-café ternyaman. Negeri yang para prianya semakin hari semakin buas karena tersuguhi tontonan dan gadis-gadis siap saji. Kasar memang tapi inilah wajah perempuan dan masyarakat kita hari ini. Dimana menegur mereka tidak lagi bisa dengan bahasa-bahasa halus sebab mereka telah kehilangan apa itu rasa malu. Jadi untuk apa basa basi?

Feminis moral itu harus muncul dengan kemunculan yang benar-benar lahir dari sebuah pemahaman dan keprihatinan akan kondisi kaummnya. Bukan ‘tertokohkan’ hanya karena dia sekali dua kali tampil sebagai pembicara di sebuah seminar lalu tiba-tiba ‘dinobatkan’ sebagai aktivis perempuan. Dia harus lahir dari sebuah pemahaman yang integral tentang permasalahan perempuan dan semua hal yang melingkupinya. Dia tertokohkan karena melakukan perubahan, bukan untuk mendongkrak popularitasnya. Meskipun sebenarnya untuk menjadi seorang feminis moral dia justru harus siap untuk tidak terkenal dan bahkan harus bekerja keras.

Feminis moral itu hendaknya memiliki kecintaan terhadap budaya positif bangsa ini, meskipun ia bukanlah orang yang gagap terhadap pola pikir progresif. Ialah feminis yang tidak hanya menyuarakan hak namun juga sadar bahwa kewajiban adalah sejoli dari hak itu sendiri.

Feminis moral itu hendaknya konsisten terhadap apa yang diyakininya, sebab yang akan dirubahnya adalah pola pikir, kultur, maka ia semestinya mampu menjadikan dirinya lebih bermoral dari orang lain. Standar berpikir Sang feminis moral ini adalah keteguhan prinsip dan kepekaan yang dalam terhadap kepantasan. Ia harus siap berpredikat ‘kuno’ diantara para aktivis perempuan yang mendapik diri mereka ‘modern’. Ia dapat bersikap toleran terhadap perbedaan pemahaman namun tidak untuk meluruhkan prinsipnya. Ia berpola pikir progresif namun tertuntun oleh pemahaman religius yang matang.

Entahlah, kapan Sang Feminis Moral itu muncul di negeri ini dan membawa semangat perubahan dan perbaikan moral perempuan dan laki-laki. Semestinya ia lahir atau muncul secepatnya, agar kelak anak-anak di negeri ini masih sempat dilahirkan dan diasuh oleh ibu-ibu yang bermoral ,cerdas dan berbudi
pekerti luhur. Agar kedepan negeri ini masih sempat di sebut negeri yang adiluhung, bersahaja.

Jika mungkin diantara anda ada yang memenuhi kriteria itu atau sedang menempa diri seperti itu, atau jika anda seorang pemerhati perempuan yang tengah gelisah dan bingung menentukan aliran perjuangan anda, mungkin tulisan ini bisa menjadi referensi perenungan yang akan menghantarkan anda menjadi para pejuang moral yang tulus dan mampu meretas ruh (semangat) baru perbaikan moral negeri bernama INDONESIA ini.

Seorang Muslim Sejati Mampu Menjadi Pelopor

Mengintip burung Manyar lagi bertelur tentu kalau dilihat secara sepintas memang tidak terlalu istimewa tapi cobalah perhatikan sebelum ia bertelur ia sangat sibuk membuat sarang. Ia menyusun patahan ranting, daun kering, dan berbagai serabut yang dikumpulkan dari berbagai tempat, dibantu pasangannya. Kemudian, jadilah sebuah rumah mungil yang siap dihuni, terutama untuk mengerami telurnya hingga menetas.


Lihatlah bahan dan struktur rumah (sarang) burung itu. Dari tahun ke tahun, bahkan dari abad ke abad, bentuknya tetap sama. Bahannya sama dan struktur bangunannya juga sama. Ini karena dalam membangun rumah, seekor burung hanya mengandalkan instingnya, sehingga tak pernah ada perubahan dan perkembangan.

Mahluk Inovatif
Mari kita bandingkan dengan bangunan rumah manusia. Dalam satu kawasan saja, kita hampir tidak menjumpai rumah yang bentuknya sama. Bahkan, di suatu perumahan yang awalnya didesain sama, baik bahan, bentuk, maupun strukturnya, setelah dihuni, tak berapa lama akan banyak yang berubah. Paling tidak wajahnya, atau warna catnya. 

Masing-masing orang ingin menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang lainnya. Inilah manusia, makhluk inovatif yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Manusia disebut inovatif (berbudaya) karena dalam dirinya terdapat daya cipta, daya rasa, dan daya karsa. Bermodal ketiga daya tersebut, manusia senantiasa berubah dan berkembang.

Ketika Alexander Graham Bell, yang dianggap sebagai penemu telepon, ditanya apakah mungkin suatu saat nanti manusia bisa bertelepon tanpa kabel? Ia mengatakan, “Tidak mungkin!”

Andaikata ia hidup kembali dan menyaksikan realitas manusia saat ini, pasti ia akan terkaget-kaget, heran bercampur haru. Manusia saat ini telah terbiasa berkomunikasi menggunakan handphone, telepon tanpa kabel yang dulu disangkalnya. Ia bakal tak menyangka penemuannya telah mengalami lompatan yang luar biasa.
Semua ini karena manusia dikaruniai kemampuan untuk berinovasi . Kemampuan inilah yang dulu belum diketahui oleh para malaikat ketika mereka menanyakan penciptaan manusia yang akan dijadikan Allah Ta’ala sebagai khalifah di muka bumi (lihat Al-Baqarah [2] ayat 30). 

Setelah menjalani serangkaian pembuktian, barulah para malaikat menyadari, dan akhirnya mengakuinya. Mereka sujud kepada Sang Manusia Pertama, Adam Alaihissalam (AS), kecuali Iblis. Allah Ta’ala berfirman,“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]: 31-32)
Kemampuan melakukan inovasi sebenarnya menjadi fitrah manusia. Kemampuan membuat definisi (menyebut al-asma`) dengan membedakan yang berbeda dan menyamakan yang sama, merupakan potensi dasar untuk melakukan inovasi. 

Hal itu sudah dikaruniakan Allah Ta’ala kepada Nabi Adam AS dan semua anak keturunannya. Dari kemampuan dasar inilah lahir ilmu pengetahuan dan teknologi.
Itulah pula sebabnya mengapa perintah Allah Ta’ala yang pertama kali diberikan kepada manusia adalah iqra`atau bacalah. Perintah pertama ini terus berlaku sepanjang masa, sepanjang manusia masih bernyawa, kapan pun dan di mana pun juga.

Ketika semangat membaca menggelora dan menjadi budaya masyarakat Muslim di awal perkembangan Islam, maka lahirlah peradaban unggul yang tak tertandingi hingga masa kini.
Di pusat-pusat peradaban Islam berdiri perpustakaan yang lengkap dengan ratusan ribu koleksi buku. Berdiri pula universitas-universitas ternama dengan para cendikiawan dan penemu-penemu baru di bidang sains dan teknologi. Islam menjadi mercusuar di tengah dunia yang masih gelap gulita.

Tak Kenal Menyerah
Sayang, kebanyakan kita hanya bisa berbangga dengan masa lalu kita. Tampaknya kita masih menjadikan sejarah sebagai “kebanggaan”dan “kekaguman” semata, belum menjadikannya sumber inspirasi untuk melakukan hal yang sama atau lebih baik lagi.
Padahal, untuk berinovasi dibutuhkan kesabaran, keuletan, ketekunan, dan kecermatan. Di atas semua itu, seorang inovator harus berani mengambil risiko, baik risiko salah maupun risiko gagal. Orang yang dihantui perasaan takut salah dan takut gagal, tidak mungkin akan berhasil menjadi penemu.
Para pemimpin yang sukses adalah mereka yang berani mengambil inisiatif sekalipun berisiko. Dalam perhitungan mereka, mengambil inisiatif atau tidak mengambil tindakan apa-apa, sama-sama berisiko.
Bedanya, jika kita mengambil inisiatif, kemungkinan berhasilnya terbuka lebar sekalipun kemungkinan gagalnya tetap ada. Tapi jika kita tidak mengambil inisiatif, sekalipun terasa lebih nyaman, risikonya tidak hilang, sementara kemungkinan berhasilnya telah tertutup.
Bagi sang inovator, penderitaan dan kesulitan bukan halangan. Ia yakin bahwa di balik kesulitan dan penderitaan itu terdapat berbagai kemudahan. Tersedia seribu satu alasan untuk mundur atau tidak melangkah, tapi orang yang telah tertanam dalam dirinya semangat berinovasi, selalu mempunyai seribu alasan untuk tetap maju. Allah Ta’ala berfirman,”Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (Al-Insyirah [94]: 5-6)
Di depan kita terdapat banyak sekali tantangan. Lihatlah betapa banyak umat yang miskin dan bodoh. Mereka sangat memerlukan solusi atas berbagai masalah yang membelit mereka. Lalu, adakah usaha kita untuk mencari pemecahannya?
Dunia merindukan datangnya inovator baru dari kalangan Muslim. Mungkin, sang inovator itu adalah Anda!
Amati, Tiru, dan Modifikasi
Mendengar bahwa kaum kafir telah bersatu untuk menyerang kota Madinah, Rasulullh Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) segera bermusyawarah. Beliau mengajak para Sahabat untuk membicarakan cara menghadapi mereka.
Berbagai masukan didengar oleh beliau secara seksama, sampai beliau mendengar usulan dari Salman yang terdengar aneh. Salman mengusulkan membuat parit di sekeliling kota Madinah guna menghindari serangan musuh yang kekuatannya berlipat ganda.
Ternyata Rasulullah SAW menyetujui gagasan aneh yang diusulkan Salman tersebut. Keputusan itu pun segera dieksekusi. Kaum Muslim bahu-membahu membuat parit besar dan sangat panjang di tengah terik matahari yang menyengat.
Rasulullah SAW sendiri tidak berpangku tangan. Beliau turut menggali dan mengangkat batu, pasir, dan tanah dengan tangannya sendiri bersama para Sahabat. Proyek raksasa ini rampung sebelum kaum kafir datang.
Inilah strategi bertahan yang betul-betul baru yang sebelumnya tidak dikenal bangsa Arab. Strategi ini ternyata benar-benar ampuh. Pasukan kafir tidak ada yang berani menyeberangi parit buatan tersebut, kecuali beberapa orang dan tewas setelah mendapat perlawanan dari kaum Muslim.
Itulah sekadar contoh bagaimana Rasulullah SAW sangat menghargai inovasi. Sekalipun awalnya terdengar aneh, tapi beliau menerima gagasan Salman setelah dikaji secara cermat dan teliti.
Salman sendiri sebetulnya tidak benar-benar membawa ide orisinil. Strategi pertahanan parit itu sudah dikenal di wilayah Parsi (Iran, sekarang). Namun, ia memodifikasi.

Inovasi memang tidak harus benar-benar orisinil. Kemajuan peradaban Islam di masa kejayaaannya justru didapat dengan cara menerjemahkan karya-karya tulis bangsa Romawi yang telah terpendam sekian lama, baik di bidang filsafat, ilmu, sain dan tehnologi.
Tentu saja umat Islam pada saat itu tidak melakukan praktik penjiplakan (plagiasi). Yang dilakukan adalah mengamati, meniru, dan memodifikasi.
Sekarang, bagaimana dengan Anda? Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber : Hidayatullah.com

Mu’jizat - Mu’jizat Rasulullah SAW


Al-Quran Al-Kariem
Mu’jizat Rasulullah SAW yang paling utama dan hingga hari ini masih bisa disaksikan manusia sepanjang zaman adalah Al-Quran Al-Kariem dan keberadaan syariat Islam itu sendiri. Sebab sampai hari ini tak seorang pun yang mampu menjawab tantangan Al-Quran Al-Kariem untuk membuat sebuah buku yang setara dengannya.

Dan jika kamu dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami , buatlah satu surat yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.(QS.Al-Baqarah : 23)

Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu", Katakanlah: ", maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".(QS.Huud : 13)

Tak terhitung orang yang ingin menjawab tantangan Al-Quran Al-Kariem sepanjang zaman, tapi semua mundur teratur dengan penuh malu. Sebab setiap kali ada yang maju menjawab tantangan, yang mentertawakan bukan hanya muslimin, melainkan sesama kafirin pun ikut mentertawakannya. Padahal mereka sama-sama memusuhi Al-Quran Al-Kariem.
Isra’ Mi’raj
Mu’jizat Rasulullah SAW yang lainnya adalah peristiwa Isra’ Miraj, yaitu perjalanan malam hari menembus waktu dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak ribuan mil. Lalu diteruskan ke langit ke-7 Sidratil Muntaha. Hal itu juga disebut-sebut dalam Al-Quran Al-Kariem :

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.Al-Isra : 1)
Terbelahnya bulan
Terbelahnya bulan adalah bagian dari mu’jizat Rasulullah SAW.
Di dalam Al-Quran Al-Kariem disebutkan bahwa bulan yang menjadi satelit bumi itu pernah terbelah.

Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan .(QS.Al-Qamar : 1)

Menariknya, kejadian terbelahnya bulan saat itu tidak diakui oleh orang-orang Mekkah yang memusuhi Rasulullah SAW. Mereka malah menuduh bahwa Rasulullah SAW telah menyihir mereka sehingga peristiwa itu seolah-olah hanya khayalan imaginasi mereka saja.

Sayangnya, penolakan mereka itu justru di tentang oleh para musafir yang mengadakan perjalan dari negeri jauh yang menuju ke Mekkah. Para musafir itu justru bercerita bahwa mereka telah melihat bulan di langit terbelah. Bahkan catatan sejarah selanjutnya mengatakan bahwa terbelahnya bulan itu terlihat juga di India da negeri-negeri lainnya. Sebab dalam catatan sejarah berbagai negara itu, tanggal kejadian terbelahnya bulan memang sesuai dengan perinstiwa mu’jizat Rasulullah SAW itu.
Menyembuhkan orang yang sakit
Beliau tercatat dalam beberapa hadit pernah mengobati beberapa shahabat. Ali bin Abi Thalib pernah disembuhkan matanya dan sembuh atas izin Allah SWT.

Dari Sahal bin Saad bahwa Rasulullah SAW bersabda pada perang Khaibar,”Aku akan serahjkan bendera kepada orang yang allah bukakan di depannya serta mencintai Allah dan Rasul-Nya sehingga Allah dan Rasul-Nya mencintainya”. Ketika pagi hari orang-orang berkumpul di sisi Rasulullah SAW berharap mendapatkan bendera itu. Tapi Rasulullah SAW bertanya,”Dimana Ali bin Abi Thalib ?”. Para shahabat berkata,”Dia sedang sakit mata”. “Panggillah dia”. Maka didatangkanlah Ali bin Abi Thalib lalu Rasulullah SAW meludahi matanya itu lalu tiba-tiba sembuh seolah-olah tidak pernah sakit sebelumnya. Lalu bendera itu diserahkan kepadanya …(HR.Muttafaqun Alaih)

Juga betis Salamah bin Al-Akwa’ disembuhkan oleh Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW juga pernah mengusap kaki Abdullah bin ‘Utaik yang patah dan sembuh seketika seolah tidak pernah terjadi sesuatu. Hadits ini lumayan pajang dan diriwayatkan oleh Al-Bukhari.
Berita Ghaib
a. Tentang Jatuhnya Constantinopel & Vatikan
Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang negeri manakah yang akan dikuasai lebih dahulu, Constantinopel atau Roma ?. Beliau SAW menjawab,”Negeri Heraklius (Roma) lebih dahulu”. (HR. Ahmad dengan sanad Shahih).

Negeri Heraklius maksudnya adalah Contantinopel yang dibebaskan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih pada 29 Mei 1453. Kini tanggal itu menjadi hari perayaan partai REFAH.

b. Islam Akan Memimpin Dunia
Dari Tamim Ad-Daary bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Sungguh Islam ini akan berkuasa hingga batas wilayah malam dan siang”. (HR. Ahmad dan Thabarany)

Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah mengumpulkan bumi untukku hingga aku bisa melihat bagian Timur dan Baratnya. Sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai seluruh dunia. Dan aku dianugerahkan 2 harta yang berlimpah : Emas dan Perak”. (HR. Muslim 2889, Abu Daud 4252, Tirmizy 2203 dan Ibnu Majah 3952)

c. Tampilnya Pembaharu tiap 100 tahun
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya pada setiap permulaan 100 tahun Allah SWT mengutus untuk ummat ini orang yang akan memperbaharui urusan agama mereka”. (HR. Abu Daud :4291 dan Hakim dan menshahihkannya)

Tangisnya Pangkal Pohon Kurma
Terlindunginya Diri Rasulullah SAW Dari Kejahatan Musuh
Keluarnya Air Dari Sela Jari-jarinya
Bertambahnya Makanan Yang Tadinya Sedikit
Batu Memberi Salam Kepada Rasulullah SAW
Pohon Berbicara Kepada Rasulullah SAW
Mengadunya Unta Kepada Rasulullah SAW
Sebenarnya masih banyak lagi bentuk-bentuk mu’jizat lainnya. Yang jelas semua keterangan itu bukanlah hasil cerita dari mulut-ke mulut, melainkan sampai kepada kita dengan riwayat yang shahih. Sehingga sangat tidak beralasan untuk kita mengingkarinya. Sebab mengingkari satu hadits yang shahih sama saja mengingkari semuanya.

Wallahu A`lam Bish-shawab

Sumber 
swaramuslimnet
Last of the Prophets (saw) 
Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources 
Perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW: Asal usul dan penyebaran awalnya : sejarah di Magrib dan Spanyol Muslim sampai abad ke-10/ke-16 (Seri INIS) 
The Life of the Prophet Muhammad (Islamic Texts Society) 
Natural Healing With Tibb Medicine: Medicine of the Prophet 

Ibu Para Syuhada dialah Al-Khansa


Sebenarnya nama beliau adalah Tamadhar binti Amru bin al-Haris bin asy-Syarid, seorang wanita penyair yang tersohor. Beberapa syair terlantun dari lisan beliau di saat kematian saudaranya Shakhr di masa jahiliyah, maka beliau meratap dengan ratapan yang menyedihkan, yang akhirnya syair tersebut menjadi syair yang paling terkenal dalam hal syair duka cita. Dari sekian banyak syair yang beliau telah tulis sungguh semuanya sarat akan hikmah dan pelajaran yang cukup berharga untuk kita teladani diantaranya adalah:
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...