Menyongsong datangnya bulan "Ramadhan"

Saat ini kita berada di bulan Sya,ban tidak lama lagi Umat Islam akan kedatangan tamu, persiapan apa saja yang kita lakukan buat menyambutnya?. Apa yang sudah kita siapkan untuk tamu nanti, apakah ongkos pulang kampung, biaya beli sembako,THR dan kebutuhan lainnya.Memang itu adalah penting tapi ada yang lebih penting dari itu yang tidak kalah pentingnya yaitu sikap mental yang terbangun dari kesadaran diri. Untuk menghadirkan mental yang sadar akan fitrohnya itu butuh waktu dan proses, bukan lahir dari kondisi instan, karena apabila mental tidak begitu siap secara lahir batin, maka lepas Ramadhan, mental akan kembali kering seperti semula. Oleh karenanya perlu disiapkan dari sekarang yaitu mental yang dilandasi niatan suci untuk memperbaiki diri dan bertekad lepas ramadhan tetap konsisten untuk menjalankan ibadah baik sunah apalagi yang wajib. Itulah tanda mental yang terbentuk oleh didikian Ramadhan, bukan yang banyak kita lihat, setiap sepuluh hari pertama ramadhan Masjid selalu penuh, pada sepuluh hari terakhir Ramadhan Mal, Supermarket yang penuh, berarti mental kita belum tumbuh dan berkembang kepada arah yang baik, bisa jadi kembali keawal sebelum Ramadhan.

Marilah kita siapkan diri untuk menerima didikan dari bulan Suci. Jadikan bulan Ramadhan sebagai sarana mendapatkan kekuatan, baik lahir maupun batin; bukan hanya materil tapi mental bermuatan spiritual. Pertajamlah akidah di bulan ini dan perdalam di Ramadhan nanti. Jaga dan tingkatkan aspek ibadah, ukhuwah, dan program yang dapat memberdayakan umat melalui zakat, infak, dan sedekah.

Insyaallah dengan mental yang kuat dan tauhid yang kokoh, maka kita akan menjadi sosok pribadi yang tegak dan berkepribadian tidak mudah terombang-ambing oleh materialisme dan hedonisme. Tidak ada hal yang paling dibutuhkan saat ini melebihi sosok Jiwa yang berkarakter dan berkepribadian luhur, walaupun tidak menyamai Rasulullah atau para sahabat beliau tapi paling tidak mendekati sudah luar biasa.

Orang yang rapuh Jiwanya akan dengan mudah diombang-ambingkan oleh zaman. Banyak orang bingung lantaran pribadinya terbelah, tidak utuh, dan tidak tegak. Dengan ibadah yang baik kita akan menjadi orang yang terpelihara. Melalui ukhuwah kita sebarluaskan kecintaan, kepekaan akan saudara-saudara yang tertindas khususnay Umat Islam yang ada dibelahan bumi ini dan untuk lebih jau dari itu menjaring kekuatan dalam menegakkan peradaban islam kembali.

Semoga dengan momentum Ramadhan ini kita dapat merapatkan barisan dan menyatukan tujuan baik pikiran maupun hati kita sehingga kelak akan terbangun sebuah kekuatan yang lebih besar lagi, untuk tegaknya ‘izzul Islam wal Muslimin amin.

Mimpi Buruk Israel Bernama Kapal Bantuan Kemanusiaan

Pasca pembajakan kapal Rachel Corrie yang membawa bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza di perairan Gaza, berita mengenai pengiriman kapal-kapal bantuan kemanusiaan baru dari menghiasi seluruh pemberitaan media-media massa.
Trasformasi terbaru mengenai upaya pembatalan blokade rakyat Gaza secara khusus dan pembebasan Palestina secara umum dengan sendirinya menjadi kartu truf bagi bangsa Palestina. Sebaliknya, pengiriman kapal bantuan kemanusiaan telah menjadi mimpi buruk bagi rezim Zionis Israel. Karena bila pengiriman tresebut berlangsung terus-menerus, maka pondasi rezim ini akan goyah. Itu artinya masa kehancuran rezim buatan Barat ini semakin dekat.
Pernyataan kesiapan Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Turki untuk ikut dalam kapal bantuan kemanusiaan, sekaligus melawat Gaza pasca sikap anti-Zionis-nya berhasil merenggut waktu tidur para pejabat Zionis Israel. Pernyataan itu membuat mimpi buruk bagi Zionis Israel menjadi semakin meluas. Dengan kata lain, langkah Erdogan, bila itu terjadi, akan menjadi sebuah langkah baru yang sangat membahayakan eksistensi Israel.
Gelombang anti-Zionis yang semakin memuncak ditambah dukungan yang semakin luas terhadap warga Gaza dan bangsa Palestina di seluruh dunia dapat disaksikan dari aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan masyarakat internasional di pelbagai penjuru dunia. Bila rasa kebencian terhadap Zionis Israel dan dukungan terhadap Palestina terus berlangsung yang dinyatakan lewat pengiriman konvoi-konvoi kapal bantuan kemanusiaan, Zionis Israel harus mengakui bahwa aksi ini dapat menggoyahkan sendi-sendi rezim ini yang dibangun secara haram di tanah Palestina.
Bila kapal-kapal bantuan kemanusiaan yang berisikan para aktivis kemanusiaan dan perdamaian dari seluruh dunia berkumpul di perairan internasional dekat Gaza dipandang sebagai manuver manusia-manusia merdeka dan aksi solidaritas terhadap Gaza, niscaya rezim Zionis dan para pendukungnya berada dalam kondisi yang sulit. Tidak hanya itu, membayangkan terjadinya peristiwa tersebut saja sangat menyiksa mereka.
Sekaitan dengan hal ini, Manouchehr Mottaki, Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran dalam sidang istimewa sekretariat pelaksana Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang diselenggarakan hari Ahad (06/6) di Jeddah meminta masyarakat internasional, khususnya negara-negara Islam melakukan aksi nyata dan segera terhadap rezim Zionis Israel. Untuk itu Menlu Mottaki mengusulkan agar negara-negara Islam secara simbolik mengirimkan kapal bantuan kemanusiaan ke Gaza. Menurut Mottaki, aksi ini harus dilakukan berkali-kali dan dengan pelbagai cara. Dengan demikian, diharapkan kejahatan Zionis Israel dan para pendukungnya harus menyadari sedang berhadap-hadapan dengan kekuatan hati nurani manusia yang tak terkalahkan.
Dalam pidatonya, Mottaki mengatakan, "Kami membutuhkan puluhan kapal bantuan kemanusiaan dengan bendera dari pelbagai negara menuju Gaza." "Sangat tepat bila dalam periode masa genting ini, setiap negara anggota OKI mengirimkan sebuah kapal bantuan kemanusiaan ke Gaza sebagai langkah awal," tambah Mottaki.
Bila usulan ini diterima oleh negara-negara anggota OKI, setidak-tidaknya akan ada 54 kapal sebagai perwakilan 1,5 miliar umat Islam yang akan menuju tanah air Palestina yang dirampas oleh para imigran Zionis. Bila gerakan simbolik ini dilakukan oleh negara-negara Islam, pembebasan al-Quds sebagai kiblat pertama umat Islam menjadi sesuatu hal yang mungkin.
Bila merunut ke belakang, pembentukan Organisasi Konferensi Islam oleh negara-negara Islam bermula ketika rezim Zionis Israel membakar Masjidul Aqsa, kiblat pertama umat Islam, pada 21 Agustus 1969. Demi mengutuk kejahatan itu, pada bulan September tahun yang sama, negara-negara Islam berkumpul di Rabat, Maroko dan secara resmi membentuk OKI pada bulan Mei 1971. Kini OKI telah memasuki usianya yang ke-40 dan mereka dapat kembali mengambil keputusan bersama menghapus kanker bernama rezim Zionis Israel untuk selamanya.
Bila mencermati negara-negara Islam yang membentuk sepertiga anggota PBB dan posisi strategis mereka di dunia, tentu saja mereka dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan. Betapa tidak, 74 persen cadangan minyak dunia dan 50 persen cadangan gas dunia dikuasai negara-negara Islam. Dengan catatan ini saja, semestinya negara-negara Islam tidak punya masalah bila ingin melaksanakan tanggung jawabnya di hadapan Palestina.
Tanggung jawab terhadap bangsa Palestina ini secara transparan dimasukkan dalam butir kelima dari tujuh tujuan pendirian OKI yang diratifikasi tahun 1972. Butir kelima itu menyebutkan, "Mengkoordinasi seluruh upaya demi melindungi tempat-tempat suci, membantu perang yang dilakukan bangsa Palestina dan bantuan kepada mereka demi meraih hak-hak dan pembebasan tanah air mereka."
Apakah dengan berlalunya 40 tahun dari ratifikasi butir kelima dari piagam OKI, masih belum cukupkah bagi mereka untuk melaksanakan butir ini dengan mengirimkan kapal bantuan kemanusiaan mereka ke Gaza?

Hegemoni Global, Senjata Makan Tuan

oleh:Purkon Hidayat
Sorak-sorai itu telah usai. Pelan tapi pasti, negara industri maju mulai mengendurkan urat sarafnya. Sosok raksasa yang kekar itu tidak lagi mengangkat bahunya lebar-lebar. Apalagi meninggikan batang lehernya. Intonasi arogan itu, kini mulai melemah. Bahkan, berganti menjadi permintaan yang dibalut kebijakan kolektif melawan krisis global. Meskipun isinya tetap saja menekan dan menjerat negara berkembang. Dikte hegemoni global itu, tidak lagi berwarna pekat dan hampir terlihat memudar.
Pasca KTT G8 di Toronto usai, sontak ketujuh pemimpin negara industri maju dunia ini dan Presiden Uni Eropa secara marathon melanjutkan pertemuan dengan 12 negara ekonomi baru dan negara berkembang. Pertemuan ini diwarnai kegelisahan berbagai negara terutama negara industri maju terhadap munculnya kembali badai krisis ekonomi global yang membuat kekuatan raksasa ekonomi dunia terhuyung-huyung, bahkan nyaris ambruk.
Selama dua tahun pasca merebaknya krisis finansial global, Amerika Serikat jumpalitan mengatasi masalah ekonomi dalam negerinya yang dipicu oleh problem subprime mortgage. Semua pihak lamat-lamat mulai menyalahkan lemahnya kebijakan finansial di Negeri Paman Sam itu. Suara protes semakin keras nyaris memekakan telinga, dengan makian yang mirip paduan suara tanpa nada,"inilah buntut keserakahan segelintir orang."
Obama mengucurkan bail out dengan harapan ekonomi negara yang mengaku sebagai Polisi Dunia ini bisa diselamatkan. Wall Street menjadi kambing hitam, akibat sikap ugal-ugalan sejumlah spekulan yang ingin meraup untung besar. Upaya Obama mulai menunjukkan hasil.Tapi tetap saja ekonomi Amerika rentan terhadap krisis. Belum selesai masalah tersebut, muncul kasus baru berupa tumpahan minyak yang disebut-sebut sebagai krisis lingkungan paling buruk dewasa ini.
Kini, giliran Eropa kembang-kempis menghadapi efek domino krisis finansial tersebut. Belum hilang dalam ingatan kita, Yunani yang perkasa itu nyaris kocar-kacir diguncang badai krisis finansial yang berhembus kencang. Amerika terpaku, Eropa gelagapan. Barat termenung.
Konferensi Toronto merupakan ikhtiar negara Barat menemukan solusi memasang benteng yang dapat melindungi negaranya dari bencana tsunami finansial yang sekonyong-konyong menerjang keras tanpa sirine pemberitahuan.
Di tengah kekalutan itu, negara-negara Barat tetap saja tidak mau belajar dari sejarah krisis dengan mengulang kekeliruannya menekan dunia ketiga dan membenamkan hegemoni global sedalam-dalamnya.
Para pemimpin negara industri maju dalam pertemuan Toronto menyinggung hak asasi manusia di Iran dan menyebut rezim Tehran menyumbat suara rakyat Iran.
Tepat, ketika AS dan negara Barat lainnya mengemukakan statemen ini, para demonstran di luar gedung KTT Toronto meneriakan aksi protes terhadap para petinggi negara Barat itu. Barisan demonstran yang dijaga ketat petugas keamanan menyebut para pejabat tinggi negara maju ini sebagai kaum penghisap negara miskin. Tehran tidak perlu susah payah untuk menjawabnya. Arah angin sedang bertiup menuju timur.
Barat tidak belajar dari krisis finansial global yang belum lama bertiup kencang. Pada 9 Juni lalu, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi no.1929 yang bernada menyudutkan program nuklir sipil Iran. Dengan memperalat lembaga internasional itu, Barat berusaha menekan Iran agar menangguhkan program nuklir sipilnya. Alih-alih pasrah, Tehran malah menantang, selama tiga dekade sanksi tidak akan pengaruhi Iran, bahkan membuat negara ini semakin mandiri dan kokoh.
Beberapa hari pasca keluarnya resolusi anti Iran tersebut, koran-koran Iran menyinggung tidak terpengaruhnya Bursa Efek Iran. Bahkan, beberapa hari pasca keluarnya resolusi itu, Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Tehran (TSE) menguat 60,43 poin berada di level 14180.
Koran ekonomi terbesar di Iran, Donya-e-Eghtesad melaporkan, nilai transaksi di pasar bursa hingga akhir bulan Khordad 1389 Hs, akhir triwulan pertama tahun anggaran Iran, sebesar 71,442 triliun rial. Angka ini naik 9,1 persen dibandingkan akhir Isfand 1388 Hs.
Di bawah tekanan hegemoni global yang dihembuskan Barat, Iran terus membangun dengan caranya sendiri. Negeri penghasil permadani indah itu terus mengejar ketertinggalannya di bawah kepemimpinan Presiden Ahmadinejad, di saat negara-negara Barat semakin dihantui ketakutan terulangnya krisis ekonomi global. Barat kebingungan, Tehran asyik dengan urusannya sendiri.
Pelan tapi pasti, pelatuk hegemoni global yang ditarik Barat semakin jauh dari sasaran bidiknya. Bahkan kini, mulai berbalik memangsa tuannya sendiri. Sekarang pun kita mulai menyaksikan tanda-tandanya.

Rahbar: Ilmu dan Keimanan, Sumber Kekuatan Iran





Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei, menyatakan bahwa ilmu merupakan landasan sebenarnya kemajuan dan kekuatan Republik Islam Iran. "Kemajuan ilmu yang sudah dimulai, harus terus melaju cepat dengan segala kemampuan yang ada, " tegas Rahbar hari Selasa (2/1) di hadapan ratusan dosen dan para pejabat Universitas Tehran.
"Kekokohan yang mempengaruhi dan membantu penyelesaian berbagai problema masyakat tidak akan terwujud melalui sistem militer dan kekuatan. Akan tetapi hal itu berpengaruh pada dua faktor, ilmu dan keimanan," jelas Rahbar
Lebih lanjut Rahbar sambil mengucapkan selamat atas Sepuluh Hari Fajar Kemenangan Republik Islam Iran, juga menyebut berbagai perkembangan ilmu dalam tiga dekade terakhir sebagai hasil dari independensi dan kebebasan berpikir. "Jika rezim yang lalim masih berkuasa, kemajuan-kemajuan di bidang ilmu tak akan terwujud. Sebab, kemajuan ilmu tidak akan ditemukan pada sistem-sistem diktator yang bergantung pada hegemoni asing," tegas Rahbar.
"Kemajuan-kemajuan penting dalam tiga dekade terakhir ini belum memuaskan. Kita masih mempunyai jarak yang jauh dengan puncak-puncak ilmu dunia. Untuk meraihnya dibutuhkan upaya ganda dan kerja keras para ilmuwan, dosen dan mahasiswa, " lanjut Rahbar dalam pidatonya.
Rahbar juga menyebut kemajuan ilmu, kebahagiaan masyarakat dan realisasi keadilan sebagai tujuan akhir Islam dan Republik Islam. "Pandangan ilmiah harus berlandaskan pada pandangan mulia, suci dan spiritual. Namun saat ini, ilmu melayani ketidakadilan dan kezaliman arogan," kata Rahbar.
Dalam pidatonya, Rahbar menyebut ketidakadilan modern, bersenjata, dan pantang kritik sebagai realita dunia saat ini. "Propaganda luas yang bersandarkan pada ilmu baru seperti konspirasi-konspirasi tanpa henti terhadap Republik Islam Iran, adalah di antara indikasi ketidakadilan modern yang bersandarkan pada kemajuan ilmu saat ini. Republik Islam Iran menjadi sasaran serangan karena negara ini memprotes ketidakadilan," tandas Rahbar.
Rahbar di penghujung pidatonya seraya menyinggung masalah politik dan kampus, mengatakan, "Bila menjauh dari politik, kampus akan kehilangan spirit dan semangat, bahkan bisa menjadi sarang virus-virus berbahaya dari sisi pemikiran dan perilaku. Akan tetapi politisasi kampus bukan berarti pusat-pusat ilmiah dan akademisi menjadi ajang penyalahgunaan kelompok-kelompok politik."
Dalam kesempatan itu, Rektor Universitas Tehran, Doktor Farhad Rahbar seraya menyinggung Hari Ulang Tahun Universitas Tehran ke-75, juga mengatakan, "Universitas Tehran dengan 43 fakultas, mempunyai 113 tim dan 593 jurusan yang tengah aktif. Sebagian besar aktivitasnya dari sisi kwantitas dan kwalitas berlangsung pasca Revolusi Islam Iran."
"Pada umur 44 tahun Universitas Tehran hanya 14 persen yang mendapat peluang kuliah di universitas ini dari seluruh mahasiswa yang berjumlah 200 ribu, sedangkan 86 persen lainnya diterima oleh universitas ini setelah Revolusi Islam Iran, " jelas Doktor Farhad.
"Dari seluruh artikel dosen universitas ini sebanyak 12.960 yang dimuat di majalah-majalah yang diakui, hanya 136 makalah yang dimuat sebelum revolusi, sedangkan sisanya ditulis setelah Revolusi Islam Iran. Kini, Universitas Tehran mampu naik 117 tingkat dan tercatat sebagai 500 univeristas terbaik di dunia."
Seraya menyinggung data aktivitas kampus di berbagai negara, Doktor Farhad menjelaskan perkembangan ilmiah dalam tiga dekade terakhir atau pasca Revolusi Islam Iran. Dikatakannya, "Sebagai contoh, 15 tahun terakhir ini, Iran mengalami perkembangan inovasi ilmu di dunia hingga 75 kali lipat, yakni mencapai satu persen lebih."

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...