Allah berfirman,
"Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-oang Mukmin
bertawakal". (Ali Imran: 122)"Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada
Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya". (Ath-Thalaq: 33)
Di dalam hadits diriwayatkan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah menyebutkan bahwa di antara umatnya ada tujuh puluh ribu orang yang masuk
surga tanpa hisab. Kemudian beliau bersabda,
"Yaitu mereka yang tidak membual, tidak mencuri, tidak membuat ramalan
yang buruk-buruk dan kepada Rabb mereka bertawakal". (Diriwayatkan
Al-Bukhary dan Muslim)
Dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu,
dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
"Andaikan kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal,
niscaya Dia kan menganugerahkan rezki kepada kalian sebagaimana Dia
menganugerahkan rezki kepada burung, yang pergi pada pagi hari dalam keadaan
lapar, lalu kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang."
Diantara doa yang dibaca Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam ialah
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon taufik kepada-Mu untuk mencintai-Mu
daripada amal-amal, kebenaran tawakal dan baik sangka kepada-Mu". (Hadits
mursal, diriwayatkan Abu Nu'aim)
Tawakal harus didasarkan kepada tauhid.
Adapun tauhid itu ada beberapa tingkatan. Diantaranya:
- Hati harus membenarkan wahdaniyah, yang kemudian diterjemahkan lewat
kata-kata la ilaha illallahu wahdahu la syarika lahu lahul-mulku wa
lahul-hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir. Jika dia membenarkan lafazh
ini, namun tidak mengetahui dalilnya, berarti itu merupakan keyakinan orang
awam.
- Hamba melihat berbagai macam benda yang berbeda-beda, lalu melihatnya
berasal dari satu sumber. Ini kedudukan orang-orang yang taqarab.
- Hamba melihat dari mata hatinya bahwa tidak ada yang bisa berbuat kecuali Allah dan dia tidak memandang kepada selain Allah. Kepada-Nya dia takut dan kepada-Nya pula dia berharap serta bertawakal. Karena pada hakekatnya Allahlah satu-satunya yang bisa berbuat. Dengan kemahasucian-Nya semua tunduk kepada-Nya. Dia tidak mengandalkan hujan agar tanaman bisa tumbuh, tidak mengandalkan kepada mendung agar hujan turun, tidak mengandalkan kepada angin untuk menjalankan perahu. Bersandar kepada semua ini merupakan ketidaktahuan terhadap hakekat segala urusan. Siapa yang bisa menyibak berbagai hakikat tentu akan mengetahui bahwa angin tidak berhembus dengan sendirinya. Angin itu harus ada yang mengerakkannya. Seseorang yang melihat angin sebagai penyelamat, serupa dengan orang yang ditangkap untuk dipenggal lehernya. Lalu setelah dilaporkan kepada raja, ternyata raja mengeluarkan lembaran catatan yang isinya memaafkan kesalahannya. Lalu dia banyak bercerita tentang tulisan dalam catatan itu, bukan melihat kepada siapa yang menggerakkan pulpen dan menuliskan catatan itu. Tentu saja ini suatu kebodohan. Siapa yang tahu bahwa pulpen tidak mempunyai kekuasaan hukum, tentu dia kan berterimakasih kepada orang-orang yang telah menggunakan pulpen itu, bukan kepada pulpennya. Semua makhluk di dalam kekuasaan Khaliq, lebih nyata daripada sekedar pulpen di tangan orang yang menggunakannya. Allahlah yang menciptakan segala sebab dan berkuasa untuk berbuat apa pun menurut kehendak-Nya.
Sumber : Al-Imam Asy-Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy, "Muhtashor
Minhajul Qoshidin, Edisi Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give comments and criticism are best for this blog the better