÷Pr& óOçFö6Å¡ym br& (#qè=äzôs? sp¨Yyfø9$# $£Js9ur Nä3Ï?ù't ã@sW¨B tûïÏ%©!$# (#öqn=yz `ÏB Nä3Î=ö6s% ( ãNåk÷J¡¡¨B âä!$yù't7ø9$# âä!#§Ø9$#ur (#qä9Ìø9ãur 4Ó®Lym tAqà)t ãAqߧ9$# tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB 4ÓtLtB çóÇnS «!$# 3 Iwr& ¨bÎ) uóÇnS «!$# Ò=Ìs%
"Apakah kamu mengira bahwa kamu
akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana
halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya berkata: 'Bilakah datangnya pertolongan
Allah.' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah ama
dekat."
(Al-Baqarah: 214).
Kalau kita merenung barang sejenak, tentang masalah ayat diatas ini, rasa-rasanya tidak ada peluang untuk kita bisa masuk surga apalagi kalau melihat atau membaca sejarah perjuangan para assabiqunal awwalun yaitu para Nabi dan para sahabat yang telah berdakwah siang dan malam untuk menyeru kepada kebenaran demi tegaknya kalimatullah dimuka bumi.
Kita bisa lihat bagaimana perjuangan Nabi Muhammad dengan para
sahabatnya seperti keluaraga Yasir, Bilal bin robbah dan sahabat lainnya ketika
harus mengikrarkan kalimat syahadat, mereka begitu kekehnya dalam
mempertahankan aqidah dari rongrongan para kafir quraisy. Tersebutlah seperti
Khabbab bin Arat ra, yang mencoba berteriak lantang dihadapan pembesar quraisy
pada waktu itu, beliau mengatakan "Memang, ia (Muhammad) adalah utusan
Allah kepada kita, untuk membebaskan dari kegelapan menuju terang
benderang."
Sebuah deklarasi keimanan justru saat dakwah Rasulullah baru pada fase sirriyah
atau sembunyi-sembunyi dan bisa dikatakan sangat lemah.
Pernyataan itu diteriakkan di depan segerombol pimpinan kafir quraisy.
Kontan, mereka sangat marah mendengarnya.
Khabbab, si pandai besi itu sadar akan resiko yang ia hadapi. Tak ayal, mereka
memukuli dan menyiksanya. Ia terhuyung tak sadarkan diri. Tubuhnya
bengkak-bengkak. Seluruh tulang persendiannya terasa nyeri. Darah mengalir
membasahi pakaian dan tubuhnya.
Ini bukan akhir
Khabbab menuai siksaan. Onggokan besi, bahan baku pedang, di rumahnya menjadi
senjata makan tuan. Kafir Quraisy mengubahnya
menjadi alat siksa yang mengerikan. Mereka masukkan besi ke dalam api hingga merah
membara. Dililitkannya besi menyala itu pada kedua tangan dan kaki Khabbab.
Sakit tiada terkira. Namun, semua itu tak menjadikan ia bergeming dari keimanan sedikitpun. Itulah
bukti dari syahadat yang berkualitas.
Derita Khabbab
belum usai. Ummi Anmar, bekas majikannya, turun tangan. Wanita jalang itu menyiksa
dan menderanya. Ia mengambil besi panas yang menyala dan meletakkannya di
ubun-ubun Khabbab. Ia menggeliat kesakitan. Nafas tetap ditahan agar tak keluar
keluhan, karena keluhan hanya akan menjadikan para algojo bersorak-sorak kegirangan.
Sampai suatu ketika
Khabbab datang menghadap Rasulullah saw di bawah naungan Ka'bah. "Wahai
Rasulullah! tidakkah Anda memohonkan pertolongan bagi kami? Usul Khabbab.
Rasulullah duduk, raut mukanya memerah seraya bersabda: "Dahulu sebelum
kalian, ada orang disiksa dengan dikubur hidup-hidup. Ada yang kepalanya
digergaji menjadi dua bagian. Ada pula yang kepalanya disisir dengan sikat besi
hingga kulit kepalanya terkelupas. Tetapi siksaan-siksaan itu tidak memalingkan
mereka dari agamanya. Demi Allah, Allah pasti akan mengakhiri persoalan ini,
sehingga orang berani berjalan dari Shan'a ke Hadramaut tanpa rasa takut kepada
siapa pun selain Allah, walaupun srigala ada di antara hewan gembalaannya,
tetapi kalian tampak terburu-buru."
Itulah sepenggal
episode kehidupan Khabbab r.a. Pada awal dakwah Islam, penyiksaan bahkan
dialami oleh Rasulullah saw sendiri beserta para sahabat ditha’if sempat
dilempari batu dan kotoran onta, sampai-sampai gigi dan mulut Rasulullah SAW
bengkak dan berdarah dan kemudian datang malaikat Jibril untuk memberi tawaran untuk
mengangkat sebuah gunung agar ditimpakan kepada penduduk tha’if, tapi Rasul
menolaknya, karena Rasulullah mengatakan’’mereka belum mengetahui arti
kebenaran yang sesungguhnya”. Mungkin kita bertanya, mengapa Rasulullah saw dan
para sahabatnya harus merasakan penyiksaan, sedangkan mereka berada pada pihak
yang benar? Mengapa pula Allah Ta'ala tidak melindungi mereka, padahal mereka
adalah tentara-tentara Allah, bahkan kekasih-Nya berada ditengah-tengah mereka?
Manusia dicipta
bukan tanpa tujuan. Allah bermaksud mencipta manusia untuk beribadah
kepada-Nya. "Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya
untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat: 56). Beribadah itulah
tujuan utama penciptaan manusia.
Sifat dasar
ubudiyah adalah taklif (beban). Dalam Islam, orang yang akil baligh biasa
disebut mukallaf, artinya, orang yang dibebani. Dengan demikian ubudiyah
mengharuskan adanya taklif, sedang taklif menuntut adanya kesiapan menanggung
beban dan perlawanan terhadap hawa nafsu dan syahwat. Taklif tersebut,
tersimpul dalam kalimat laailaaha illallah, yang bermakna tidak ada ilah
yang berhak diibadahi selain hanya Allah. Meski kalimat tersebut singkat, namun
ia bermakna padat. Ia mengandungi totalitas penetapan (itsbat) atas
obyek peribadatan, meliputi tujuan (qasd), niat, pengagungan (ta'dhim),
pengharapan (raja'), dan takut (khauf) hanya tertuju kepada Allah
semata. Kalimat tersebut juga mengandungi totalitas pengingkaran (nafyu)
atas obyek peribadatan kepada selain Allah yang meliputi sesembahan yang
diyakini dapat mendatangkan manfaat dan madharat (aalihah), makhluk yang
rela diibadahi, diikuti, dan ditaati (taghut), fatwa atau jalan hidup
yang menyelisihi Islam (arbaab), dan segala yang dapat memalingkan
manusia dari Allah, seperti harta, tempat tinggal, dan keluarga (andaad).
Dengan demikian,
berislam memang (seharusnya) menumbuhkan sikap revolusioner. Konsekuensi
berislam, adalah tuntutan memenuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya, baik menyangkut ubudiyah mahdlah atau ghairu mahdlah.
Juga, ubudiyah harus murni hanya kepada Allah. Dus, harus menolak beribadah
kepada selain-Nya, baik dari golongan jin maupun manusia. Hal ini tentu membawa
potensi ancaman yang beragam, terutama dari unsur-unsur yang diingkari untuk
diibadahi, baik dari golongan jin maupun manusia. Di sinilah maksud taklif
menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan.
Jadi, memang sejak
semula manusia diciptakan untuk siap menanggung beban, ujian, dan cobaan.
Karena jannah yang dijanjikan Allah tidaklah gratis, melainkan harus ditebus
dengan berislam, lengkap dengan segala konsekuensi yang harus dipenuhi dan
resiko yang harus dihadapi.
Pribahasa arab mengatakan bahwa dunia adalah penjara bagi orang beriman
dan surga bagi orang-orang kafir, jadi apakah kita akan memilih jalan kebenaran
dengan segala resikonya atau memilih jalan kesesatan dengan segala urusan yang
mudah untuk dilalui
"Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa
malapateka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai cobaan)
sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: 'Bilakan
datangnya pertolongan Allah.' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amat
dekat." (Al-Baqarah: 214).
Lantas apa maksud
Allah? bukankah bagi-Nya segala sesuatu mudah jika mengendaki? hanya dengan
kalimat kun fayakun(Jadilah! maka akan terjadi), termasuk mudah bagi
Allah jika Dia menghendaki Islam tegak di muka bumi, juga mudah bagi-Nya jika
mengendaki seluruh manusia memeluk Islam...?
Sengaja Allah tidak
membuat semuanya berjalan mulus, Dia bermaksud menguji hamba-hambanya hingga
dapat dibuktikan siapa yang mukmin dan siapa yang munafik, siapa yang jujur dan
siapa yang dusta? Berislam secara lisan belaka, tanpa ada konsekuensi-konsekuensi
tertentu, tentu akan sulit membedakan antara yang sungguh-sungguh dengan yang
berpura-pura. Di sinilan relevansi mekanisme ujian dan cobaan bagi seorang
hamba.
|=Å¡ymr& â¨$¨Z9$# br& (#þqä.uøIã br& (#þqä9qà)t $¨YtB#uä öNèdur w tbqãZtFøÿã ÇËÈ ôs)s9ur $¨ZtFsù tûïÏ%©!$# `ÏB öNÎgÎ=ö6s% ( £`yJn=÷èun=sù ª!$# úïÏ%©!$# (#qè%y|¹ £`yJn=÷èus9ur tûüÎ/É»s3ø9$# ÇÌÈ
"Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: 'Kami telah
beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?' Sungguh Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang
benar, dan sungguh Allah mengetahui orang-orang yang dusta." (QS.Al-Ankabut: 2-3).
Betapa ujian akan selalu datang untuk menemui orang-orang yang memang
mengatakan ia beriman, dan pengakuan itu hanya akan benar-benar berkualitas
manakala sudah bisa melewati segala bentuk ujian dari Allah SWT baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenagkan.Wallahu a'lam bissawaab.
Sumber : Al-Islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give comments and criticism are best for this blog the better