Pandangan Prof. Dr. M. Naquib al-Attas terhadap Islam dan Barat


Melihat kondisi umat islam pada saat ini sungguh luar biasa memprihatinkan, dimana-mana mengalami penindasan dari orang-orang yang tidak senang akan bangkitnya islam di muka bumi, hal ini sebenarnya sudah dapat dibaca dari hadist-hadist yang telah disabdakan oleh Rasul sendiri kepada para sahabat-sahabatnya ketika beliau masih hidup di kota Madinah dan ungkapan itu telah berlalu pada 14 abad yang silam. 

Dan pada saat kondisi sekarang apa yang Rasulullah ucapkan sekarang sedang berlansung yaitu umat islam bagaikan hidangan yang sedang diperebutkan oleh orang-orang yang tidak senang dengan islam. Jadi jauh sebelum peristiwa WTC para cendikiawan muslim sudah mengingatkan kepada umat islam yang ada di dunia seperti Hasan Al-Banna, Muhammad Abduh dan lain-lain, adapun tokoh Muslim kita yang tidak asing lagi yaitu Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas yang begitu jelas dan kritis dalam menampilkan pandang-pandangannya dengan lebih mengenai Islam dan Barat. 

Perlu diketahui Naquib al-Attas saat ini merupakan salah satu diantara ilmuwan terbesar di dunia Islam yang pendapatnya mengenai Barat menjadi kajian ilmiah di dunia mancanegara. Hal itu bisa dilihat dari karya-karya ilmiah dan perjalanan intelektual beliau yang banyak dijumpai pada literature ilmiah, kajian, buku dll.

Prof. Naquib Al-Attas lahir di Bogor, Jawa Barat, tahun 1931, kemudian beliau menjalani pendidikan dasar di Sukabumi dan Johor Baru. Lalu, menempuh pendidikan di The Royal Military Academy, Sandhurst, England, lalu ke University of Malaya, Singapura. Gelar master diraihnya di McGill University, Montreal, Canada, dan PhD di University of London, London, Inggris, dengan konsentrasi bidang ‘Islamic philosophy’, ‘theology’ dan ‘metaphysics’.

Berbagai posisi penting dalam dunia pendidikan yang disandangnya, antara lain: ketua Department of Malay Language and Literature, Dekan the Faculty of Arts, dan pemegang pertama ‘the Chair of Malay Language and Literature’, dan Direktur pertama The Institute of Malay Language, Literature and Culture, yang ia dirikan tahun 1973. Ia juga mengetuai The Division of Literature di Department of Malay Studies, University of Malaya, Kuala Lumpur. Juga, ia pernah memegang posisi UNESCO expert on Islamics; Visiting Scholar and Professor of Islamics at Temple University and Ohio University, distinguished Professor of Islamic Studies and the first holder of the Tun Abdul Razak Distinguished Chair of Southeast Asian Studies at the American University, Washington, Ibn Khaldun Chair of Islamic Studies (1986), dan Life Holder Distinguished Al-Ghazali Chair of Islamic Thought, International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), 1993.

Professor al-Attas telah memberikan mata kuliah di berbagai belahan dunia dan menulis lebih dari 30 buku dan berbagai artikel tentang Islam, menyangkut masalah filsafat Islam, teologi, metafisika, sejarah, sastra, agama, dan peradaban. Beberapa bukunya yang ditulis dalam bahasa Melayu dan Inggris telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu, Jerman, Italia, Rusia, Bosnia, Albania, Jepang, Korea, India, dan Indonesia. Atas jasanya yang besar dalam pengembangan bidang comparative philosophy, ‘The Empress of Iran’ mengangkatnya sebagai Fellow di Imperial Iranian Academy of Philosophy tahun 1975. Presiden Pakistan memberikan penghargaan ‘Iqbal Medal’ tahun 1979. Sejak tahun 1974, Marquis Who's Who in the World telah memasukkan Al-Attas ke dalam daftar nama orang-orang yang menunjukkan prestasi istimewa dalam bidang yang beliau geluti.

Selain itu Al-Attas dikenal sebagai pelopor konseptualisasi Universitas Islam, yang ia formulasikan pertama kalinya pada saat acara ‘First World Conference on Muslim Education’, di Makkah (1977). Tahun 1987, ia mewujudkan gagasannya dengan mendirikan The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC). Ia merancang dan membuat arsitektur sendiri bangunan ISTAC, merancang kurikulum, dan membangun perpustakaan ISTAC yang kini tercatat salah satu perpustakaan terbaik di dunia dalam Islamic Studies. Raja Hussein mengangkatnya sebagai ‘Member of the Royal Academy of Jordan (1994). The University of Khartoum menganugerahinya ‘Degree of Honorary Doctorate of Arts (D.Litt.), 1995. The Organization of Islamic Conference (OIC), atas nama dunia Islam, melalui ‘The Research Centre for Islamic History, Art and Culture (IRCICA) menganugerahi Al-Attas ‘The IRCICA Award’ atas kontribusi besarnya terhadap peradaban Islam (2000); The Russian Academy of Science memberikan kehormatan kepada al-Attas untuk memberikan ‘Special Presentation’ kepada para akademisi di Moskow (2001).
Tak kurang dari pemerintah Iran, melalui lembaganya, ‘Society for the Appreciation of Cultural Works and Dignitaries’, memberikan penghargaan kepada al-Attas ‘a special Award of Recognition’ (2002).

Disamping itu, Prof. al-Attas juga anggota ‘The Advisory Board of Al-Hikma Islamic Translation Series, Institute of Global Cultural Studies, Binghamton University, SUNY, Brigham Young University; anggota ‘The Advisory Board of the Royal Academy for Islamic Civilization Research, Encyclopaedia of Arab Islamic Civilization, Amman, Jordan; dan anggota ‘The Assembly of the Parliament of Cultures, International Cultures Foundation’, Turki.

Tentang sifat asasi dan perjalanan sejarah peradaban Islam dan Barat, al-Attas mengungkapkan bahwa antara peradaban Barat dan peradaban Islam akan terjadi apa yang ia sebut sebagai satu “permanent confrontation (konfrontasi permanen), atau konflik abadi. Al-Attas mengungkap teorinya itu sejak awal dekade 1970-an, jauh sebelum hingar-bingar politik internasional, ketika itu Perang Dingin masih berlangsung, dan secara politis-militer, Barat masih menjadikan komunis sebagai musuh utamanya. Setelah menyelam jauh ke dalam lubuk peradaban Barat, selepas meraih gelar PhD dari University of London, pada awal tahun 1970-an, Al-Attas mulai aktif menulis dan berceramah tentang tantangan dan ancaman peradaban Barat terhadap kaum Muslim dan dunia Islam, khususnya dalam bidang keilmuan dan kebudayaan. Ia kemudian dikenal luas sebagai cendekiawan yang sangat kritis dalam menyorot masalah sekularisme dan menulis satu buku yang sangat terkenal di dunia internasional yaitu buku “Islam and Secularism”

Tentang konflik abadi Islam-Barat ini, Naquib al-Attas mencatat dalam buku ‘klasik’-nya, Islam and Secularism, bahwa konfrontasi antara peradaban Barat dengan Islam telah bergerak dari level sejarah keagamaan dan militer ke level intelektual; dan bahwasanya, konfrontasi itu secara histories bersifat permanent. Islam dipandang Barat sebagai tantangan terhadap prinsip yang paling asasi dari pandangan hidup Barat. Islam bukan hanya tantangan bagi Kekristenan Barat tetapi juga prinsip-prinsip Aristotellianisme dan epistemologi serta dasar-dasar filosofi yang diwarisi dari pemikiran Greek-Romawi. Unsur-unsur itulah yang membentuk komponen dominan yang mengintegrasikan elemen-elemen kunci dalam berbagai dimensi pandangan hidup Barat.

(The confrontation between Western culture and civilization and Islam, from the historical religious and military levels, has now moved on to the intellectual level; and we must realize, then, that this confrontation is by nature a historically permanent one. Islam is seen by the West as posing a challenge to its very way of life; a challenge not only to Western Christianity, but also to Aristotelianism and the epistemological and philosophical principles deriving from Graeco-Roman thought which forms the dominant component integrating the key elements in dimensions of the Western worldview).”

Oleh karenanya untuk menyadarkan kaum Muslim akan tantangan besar yang mereka hadapi, khususnya dari peradaban Barat, al-Attas memberikan banyak ceramah dan menulis berbagai buku dan risalah. Salah satu kumpulan ceramahnya pada tahun 1973 kemudian dibukukan dalam sebuah buku berjudul “Risalah untuk Kaum Muslimin”. Ia menyeru kaum Muslimin agar benar-benar mengenal peradaban Barat, sebab peradaban inilah yang kini sedang menguasai dan tidak henti-hentinya melakukan serangan terhadap Islam.

“Seperti juga dalam ilmu peperangan kau harus mengenali siapakah dia seterumu itu; di manakah letaknya kekuatan dan kelemahan tenaganya; apakah helah dan tipu muslihatnya bagi mengalahkanmu; bagaimanakah cara dia menyerang dan apakah yang akan diserangnya; dari jurusan manakah akan serangan itu didatangkan; siapakah yang membantunya, baik dengan secara disedari mahupun tiada disedari – dan sebagainya ini, maka begitulah kau akan lebih insaf lagi memahami nasib serta kedudukan Islam dank au sendiri dewasa ini apabila penjelasan mengenai seterumu itu dapat dipaparkan terlebih dahulu.”

Dalam pandangan Al-Attas, kedatangan Islam, sejak awal memang telah memberikan tantangan yang sangat fundamental terhadap sendi-sendi utama agama Kristen yang merupakan suatu unsur penting bagi peradaban Barat.
Islam menjelaskan bahwa agama Kristen yang dikenal sekarang bukanlah agama yang ditanzilkan oleh Allah SWT, dan bukan agama yang mendapat pengesahan daripada-Nya. Nabi Isa a.s. adalah utusan Allah yang diperintahkan membetulkan semula penyelewenangan agama Yahudi dan menyampaikan khabar baik tentang kedatangan Nabi Muhammad saw. Jadi, Nabi Isa a.s. tidaklah diutus untuk membawa agama baru yang kemudian dikenal dengan nama Kristen. Allah berfirman:

“Wahai Bani Israel, aku ini adalah utusan Allah yang diutus kepadamu bagi mengesahkan semula Taurat yang telah datang sebelumku dan untuk menyampaikan kabar baik tentang seorang Rasul yang akan datang sesudahku bernama Ahmad.” (QS al-Shaff: 6).

Karena itu, dalam memandang agama Kristen sekarang, al-Attas mempunyai pandangan yang jelas:

“Maka agama Kristian, agama Barat –sebagaimana juga agama-agama lain yang bukan Islam– adalah agama kebudayaan, agama ‘buatan’ manusia yang terbina dari pengalaman sejarah, yang terkandung oleh sejarah, yang dilahirkan serta dibela dan diasuh dan dibesarkan oleh sejarah.” Maka umat islam tak heran ketika banyak dari kalangan umat Kristen sendiri yang mengkritisi ajarannya, karena semakin umat Kristen mengkaji ajarannya maka semakin bertambahlah akan keraguan akan ajaranya. Sebaliknya umat islam kalau mengkaji ajarannya maka seseorang tersebut akan semakin yakin dengan ajaran agamanya, seperti Muh. Abduh pernah mengatakan “Orang Barat maju karena meninggalkan ajarannya yaitu Bible dan Umat Islam mundur lantaran meninggalkan kitab sucinya (Al-Qur’an), jadi sudah saatnya umat islam untuk lebih mendalami kitab sucinya sendiri. Wallahu a’lam bissawaab.  

Antara Istikharah dan Ikhtiyar

Dalam mengarungi kehidupan kita sering diperhadapkan pada pilihan-pilihan yang terkadang sulit mana yang mesti dipilih, dari masalah jodoh, pekerjaan, rekanan bisnis, hingga memilih seorang Presiden. Sebuah pilihan tentu membawa risiko dengan segala permasalahannya: baik itu buruk ataupun berupa kebaikan.
Sebagai ilustrasi kalau kita salah memilih tukang cukur maka kita akan menyesal selama sebulan, kalau salah memilih ukuran sandal bisa menyesal berbulan-bulan dan kalau kita salah memilih pasangan hidup bisa menyesal seumur hidup.
Hanya pilihan yang tepatlah yang membawa kebaikan bagi yang tepat memilihnya, sedangkan pilihan yang buruk akan berakibat pada kerugian. Dalam bahasa agama, perintah untuk memilih yang baik dinamakan ikhtiyar. Orang beriman disuruh berikhtiar. Kata ikhtiyar berasal dari khair yang secara harfiah berarti baik. Jadi, ikhtiyar bermakna melakukan daya upaya untuk memilih yang terbaik.

Dalam
berikhtiyar, pilihan ditentukan oleh manusia sendiri berdasarkan akal pikirannya, hati nurani, dan berbagai pertimbangan lainnya. Apabila seseorang tak mampu atau ragu dalam memilih, agama memerintahkannya supaya melakukan istikharah. Perkataan istikharah juga berakar dari kata khair (baik) atau khiyarah (terbaik). Di sini, istikharah berarti thalab al-khiyarah min Allah, yaitu usaha untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik dengan memohon petunjuk dari Allah SWT.

Oleh karenanya, bila ikhtiyar bersifat rasional, istikharah justru bersifat spiritual dan merupakan usaha yang sepenuhnya bersifat rohani. Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan agar umat Islam melakukan istikharah. Jabir bin Abdillah, sahabat Rasulullah SAW, menceritakan bahwa Nabi mengajarkan istikharah dalam segala hal.

Berdasarkan petunjuk
Rasul, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari, istikharah dilakukan dengan shalat sunat dua rakaat di malam hari. Selesai shalat, orang yang bersangkutan disuruh membaca doa istikharah yang pada intinya berisi permohonan kepada Allah SWT agar ia diberikan sesuatu yang terbaik untuk kepentingan jangka pendek (dunia) maupun jangka panjang (akhirat).

Berdasarkan hadis di atas, seorang Muslim, menurut Imam Syaukani, tidak boleh meremehkan sesuatu perkara dan mengabaikan istikharah. Soalnya, sering terjadi, barang kecil yang diremehkan, ketika diambil atau ditinggalkan, justru menimbulkan bahaya besar di belakang hari. Ini berarti, lanjut Syaukani, seorang Muslim harus selalu bermohon kepada Tuhan atau meminta petunjuk dari-Nya dalam segala urusan sebelum mengambil keputusan: memilih atau menolak sesuatu.

Istikharah menjadi penting karena pilihan manusia
terkadang bersifat subjektif, partikularistik, dan tidak bebas dari vested interest. Akibatnya, pilihan manusia sering mengecewakan. Manusia terkadang membenci sesuatu yang baik, dan sebaliknya mencintai sesuatu yang buruk. Firman Allah SWT, ''Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.'' (Al-Baqarah: 216).

Sebagai petunjuk dari Allah SWT, pilihan melalui istikharah memberikan keyakinan yang amat kuat
bagi pelakunya. Jadi mintalah selalu petunjuk-Nya kalau kita diperhadapkan pada suatu pilihan, apalagi bagi para penguasa maupun pengusaha sangat familiar dengan pilihan-pilihan, dimana terkadang pilihan itu sangat sulit untuk diputuskan, oleh karenanya sholat istikhorah prioritas utama untuk dilakukan agar tidak mudah terpengaruh apalagi masalah intrik, suap. Money politics serangan fajar, dan apalagi rayuan gombal, tidak mungkin menggoyahkan keyakinannya selama ia berpegang pada petunjuk-Nya. Wallahu a'lam bissawaab.

Belajarlah Mencintai Orang Lain

Pada suatu hari ketika Rasulullah SAW duduk di antara para sahabatnya, datanglah seorang pemuda dengan agak terburu-buru. Sebagai seorang pemuda yang sedang bergelora, ia sering terjerumus ke hal-hal yang negatif, yaitu perbuatan zina. Ia tahu bahwa perbuatan seperti itu tidak pantas dilakukan, tetapi ia merasa sulit untuk mengatasi gelora nafsunya. Pemuda itu berkata, ''Wahai Rasulullah SAW, izinkanlah aku melakukan perbuatan zina.'' Gemparlah majelis Rasulullah SAW itu. Untuk apa pemuda itu menanyakan sesuat yang sudah jelas jawabannya, demikian kata mereka yang hadir. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang mencibir pertanyan pemuda itu dengan penuh kehinaan.

Antara Hawa Nafsu dan Istiqomah


Serangan hawa nafsu terkadang terasa begitu kuat tatkala kita berhadapan dengan godaan, namun dilain sisi hati kecil kita mengatakan “jangan kamu lakukan itu” ooh inikan masalah biasa” jawab nafsu. Lantas kemudian sayup-sayup terdengar dari lubuk hati kecil mengatakan sudah jangan kamu teruskan itu dosa”. Ya begitulah nafsu yang selalu berusaha mencerabut dan membetot kita dalam setiap kesempatan, mengambil alih kendali diri, dan selanjutnya menyimpangkan kita dari jalan ketaatan, ya Tuhan lindungilah daku”. Jika sudah begitu kuat, panji-panji istiqomah yang kita pegang pun runtuh... menyisakan penyesalan dan kesesakan dada. Duhai, begitu kuat serbuannya ingin rasanya ku lari dari kenyataan ini.

Begitulah ketika hawa nafsu muncul, akan meluluh lantakkan kesehatan jiwa bahkan kegoncangan yang tidak berkesudahan. Karena demikianlah hawa nafsu, selalu mengajak kita pada jalan-jalan yang penuh fatamorgana, dan menjauhkan kita dari jalan-jalan yang mengantarkan kita ke negeri yang kekal abadi, yaitu Firdaus-Nya, yang dijanjikan untuk orang-orang yang rela menelusuri jalan yang penuh onak dan duri, itulah jalannya para muzahid dan pejuang islam yang tak kenal lelah dalam berjuang hingga titik darah terakhir.

Apakah kita sadar, bahwa untuk bisa memegang panji-panji istiqomah adalah sebuah keharusan yang bisa dilakukan dalam artian kalau kita mau. Dalam shahih Muslim, Abu Amr Sufyan bin Abdullah bercerita bahwa dia berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu." Bersabda Rasulullah: 'Katakanlah: Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah kamu.'"

Umar bin Khatab berkata tentang para shahabat. Menurut beliau, para shahabat beristiqomah demi Allah dalam mentaati Allah dan tidak sedikit pun mereka berpaling sekalipun seperti berpalingnya musang. Maksudnya, bahwa mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagaian besar ketaatan kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan, maupun perbuatan sampai meninggalnya.

Begitulah mereka, sebaik-baik kurun yang telah mendapatkan keridh
o’an Allah. Sementara kita? lebih banyak melalaikan perintah-perintahnya dan melanggar larangan-larangannya. Adalah Abu Hurairah, ketika beliau berada diambang kematian, tiba-tiba beliau menangis. Orang-orang bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Beliau menjawab: "Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan dan banyaknya aral rintangan. Sementara tempat kembali, bisa ke jannah, bisa juga ke Naar."

Ooh celakalah daku, dimana posisiku nanti ? Yaa Allah berilah aku ketetapan hati pada jalan-Mu yang Kau ridho’i

Pengertian Hadis

Para muhadditsin (ulama ahli hadis) berbeda pendapat di dalam mendefinisikan al-hadits. Hal itu karena terpengaruh oleh terbatas dan luasnya objek peninjauan mereka masing-masing. Dari perbedaan sifat peninjauan mereka itu, lahirlah dua macam pengertian tentang hadis, yaitu pengertian yang terbatas di satu pihak dan pengertian yang luas di pihak lain.

Ta'rif (Definisi) Hadis yang Terbatas

Dalam pengertian (definisi) yang terbatas, mayoritas ahli hadis berpendapat sebagai berikut. "Al-hadits ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., yaitu berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, dan yang sebagainya."

Definisi ini mengandung empat macam unsur: perkataan, perbuatan, pernyataan, dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad saw. yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. saja, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada sahabat dan tidak pula kepada tabi'in. Pemberitaan tentang empat unsur tersebut yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. disebut berita yang marfu', yang disandarkan kepada para sahabat disebut berita mauquf, dan yang disandarkan kepada tabi'in disebut maqthu'.

1. Perkataan

Yang dimaksud dengan perkataan Nabi Muhammad saw. ialah perkataan yang pernah beliau ucapkan dalam berbagai bidang: syariat, akidah, akhlak, pendidikan, dan sebagainya. Contoh perkataan beliau yang mengandung hukum syariat seperti berikut. Nabi Muhammad saw. bersabda (yang artinya), "Hanya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan hanya bagi setiap orang itu memperoleh apa yang ia niatkan ... (dan seterusnya)." Hukum yang terkandung dalam sabda Nabi tersebut ialah kewajiban niat dalam seala amal perbuatan untuk mendapatkan pengakuan sah dari syara'.

2. Perbuatan

Perbuatan Nabi Muhammad saw. merupakan penjelasan praktis dari peraturan-peraturan yang belum jelas cara pelaksanaannya. Misalnya, cara cara bersalat dan cara menghadap kiblat dalam salat sunah di atas kendaraan yang sedang berjalan telah dipraktikkan oleh Nabi dengan perbuatannya di hadapan para sahabat. Perbuatan beliau tentang hal itu kita ketahui berdasarkan berita dari sahabat Jabir r.a., katanya, "Konon Rasulullah saw. bersalat di atas kendaraan (dengan menghadap kiblat) menurut kendaraan itu menghadap. Apabila beliau hendak salat fardu, beliau turun sebentar, terus menghadap kiblat." (HR Bukhari).

Tetapi, tidak semua perbuatan Nabi saw. itu merupakan syariat yang harus dilaksanakan oleh semua umatnya. Ada perbuatan-perbuatan Nabi saw. yang hanya spesifik untuk dirinya, bukan untuk ditaati oleh umatnya. Hal itu karena adanya suatu dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan itu memang hanya spesifik untuk Nabi saw. Adapun perbuatan-perbuatan Nabi saw. yang hanya khusus untuk dirinya atau tidak termasuk syariat yang harus ditaati antara lain ialah sebagai berikut.

a. Rasulullah saw. diperbolehkan menikahi perempuan lebih dari empat orang, dan menikahi perempuan tanpa mahar. Sebagai dalil adanya dispensasi menikahi perempuan tanpa mahar ialah firman Allah (yang artinya) sebagai berikut. "... dan Kami halalkan seorang wanita mukminah menyerahkan dirinya kepada Nabi (untuk dinikahi tanpa mahar) bila Nabi menghendaki menikahinya, sebagai suatu kelonggaran untuk engkau (saja), bukan untuk kaum beriman umumnya." (Al-Ahzab: 50).

b. Sebagian tindakan Rasulullah saw. yang berdasarkan suatu kebijaksanaan semata-mata, yang bertalian dengan soal-soal keduniaan: perdagangan, pertanian, dan mengatur taktik perang. Misalnya, pada suatu hari Rasulullah saw. pernah kedatangan seorang sahabat yang tidak berhasil dalam penyerbukan putik kurma, lalu menanyakannya kepada beliau, maka Rasulullah menjawab bahwa "kamu adalah lebih tahu mengenai urusan keduiaan". Dan, pada waktu Perang Badar Rasulullah menempatkan divisi tentara di suatu tempat, yang kemudian ada seorang sahabat yang menanyakannya, apakah penempatan itu atas petunjuk dari Allah atau semata-mata pendapat dan siasat beliau. Rasulullah kemudian menjelaskannya bahwa tindakannya itu semata-mata menurut pendapat dan siasat beliau. Akhirnya, atas usul salah seorang sahabat, tempat tersebut dipindahkan ke tempat lain yang lebih strategis.

c. Sebagian perbuatan beliau pribadi sebagai manusia. Seperti, makan, minum, berpakaian, dan lain sebagainya. Tetapi, kalau perbuatan tersebut memberi suatu petunjuk tentang tata cara makan, minum, berpakaian, dan lain sebagainya, menurut pendapat yang lebih baik, sebagaimana dikemukakan oleh Abu Ishaq dan kebanyakan para ahli hadis, hukumnya sunah. Misalnya, "Konon Nabi saw. mengenakan jubah (gamis) sampai di atas mata kaki." (HR Al-Hakim).

3. Taqrir

Arti taqrir Nabi ialah keadaan beliau mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau. Contohnya, dalam suatu jamuan makan, sahabat Khalid bin Walid menyajikan makanan daging biawak dan mempersilakan kepada Nabi untuk menikmatinya bersama para undangan.
Rasulullah saw. menjawab, "Tidak (maaf). Berhubung binatang ini tidak terdapat di kampung kaumku, aku jijik padanya!"
Kata Khalid: "Segera aku memotongnya dan memakannya, sedang Rasulullah saw. melihat kepadaku." (HR Bukhari dan Muslim).

Contoh lain adalah diamnya Nabi terhadap perempuan yang keluar rumah, berjalan di jalanan pergi ke masjid, dan mendengarkan ceramah-ceramah yang memang diundang untuk kepentingan suatu pertemuan.

Adapun yang termasuk taqrir qauliyah yaitu apabila seseorang sahabat berkata "aku berbuat demikian atau sahabat berbuat berbuat begitu" di hadapan Rasul, dan beliau tidak mencegahnya. Tetapi ada syaratnya, yaituperkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang sahabat itutidak mendapat sanggahan dan disandarkan sewaktu Rasulullah masih hidup dan orang yang melakukan itu orang yang taat kepada agama Islam. Sebab, diamnya Nabi terhadap apa yang dilakukan atau diucapkan oleh orang kafir atau munafik bukan berarti menyetujuinya. Memang sering nabi mendiamkan apa-apa yang diakukan oleh orang munafik lantaran beliau tahu bahwa banyak petunjuk yang tidak memberi manfaat kepadanya.

4. Sifat-Sifat, Keadaan-Keadaan, dan Himmah (Hasrat) Rasulullah

Sifat-sifat beliau yang termasuk unsur al-hadits ialah sebagai berikut.
a. Sifat-sifat beliau yang dilukiskan oleh para sahabat dan ahli tarikh (sejarah), seperti sifat-sifat dan bentuk jasmaniah beliau yang dilukiskan oleh sahabat Anas r.a. sebagai berikut. "Rasulullah itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan pula orang pendek." (HR Bukhari dan Muslim).

b. Silsilah-silsilah, nama-nama, dan tahun kelahiran yang telah ditetapkan oleh para sahabat dan ahli sejarah. Contoh mengenai tahun kelahiran beliau seperti apa yang dikatakan oleh Qais bin Mahramah r.a. "Aku dan Rasulullah saw. dilahirkan pada tahun gajah." (HR Tirmizi).

c. Himmah (hasrat) beliau yang belum sempat direalisasi. Misalnya, hasrat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. "Tatkala Rasulullah saw. berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan untuk dipuasai, para sahabat menghadap kepada Nabi, mereka berkata, 'Ya Rasulullah, bahwa hari ini adalah yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani.' Sahut Rasulullah, 'Tahun yang akan datang, Insya Allah aku akan berpuasa tanggal sembilan'." (HR Muslim dan Abu Daud).

Tetapi, Rasulullah tidak menjalankan puasa pada tahun depan karena wafat. Menurut Imam Syafii dan rekan-rekannya, menjalankan himmah itu disunahkan, karena ia termasuk salah satu bagian sunah, yakni sunnah hammiyah.

Ringkasnya, menurut ta'rif (definisi) yang terbatas yang dikemukakan oleh mayoritas ahli hadis di atas, pengertian hadis itu hanya terbatas pada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. saja, sedang segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, tabi'in, atau tabi'it tabi'in, tidak termasuk al-hadits.

Dengan memperhatikan macam-macam unsur hadis dan mana yang harus didahulukan mengamalkannya, bila ada perlawanan antara unsur-unsur tersebut, mayoritas ahli hadis membagi hadis berturut-turut sebagai berikut.
a. Sunnah qauliyah,
b. Sunnah fi'liyah,
c. Sunah taqririyah, dan
d. Sunnah hammiyah.

Sumber: Diadaptasi dari Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Drs. Fatchur Rahman

Borobudur dalam Alquran ?

 

Didalam alquran ayat 18 surat SABA (34) kita disuruh untuk melakukan perjalanan ke Saba, ya inilah kajian K.H. Fahmi Basya yang cukup fenomenal yang pernah saya ikuti selain masalah kiamat 2012 menurut beliau. Waktu itu diadakan di Balikpapan tepatnya di Gunung Tembak, di bulan januari 2011 beliau memaparkan secara panjang lebar tentang candi Borubudur yang ada di JAWA TENGAH sebenarnya peninggalan Ratu Balqis yaitu zamannya kerajaan Nabi Sulaiman, dalam hati saya sempat bertanya-tanya apa benar? Dengan panjang lebar beliau memaparkan dan didukung penelitian melalui observasi lapangan. Beliau menerangkan ayat tentang diperintahkannya kita untuk berjalan  ke Negri saba adapun surohnya yaitu Saba ayat 18.
18. dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman[1238].
Yang menjadi pembahasan dan kenapa beliau tergerak untuk menelitinya dengan penuh semangat karna beliau sangat yakin pada potongan ayat terakhir itu yakni  “Berjalanlah padanya beberapa malam dan siang dengan aman (QS.34 ayat 18)

Setelah dilakukan penelitian terbukti NEGERI SABA itu adalah INDONESIA dengan pusat pemerintahan di Jawa. dan ARSY SABA yang dipindahkan atas perintah Nabi Sulaiman adalah Borobudur yang dipindahkan dari Ratu BOKO, selama ini orang mengira di YAMAN,

Ada 12 point yang menjadi bukti berdasarkan Alquran bahwa SABA itu adalah di pulau jawa dan bukan di YAMAN.

Di ilmu sejarah kita candi borobudur didirikan pada abad ke 7 tapi menurut teori paruh waktu bahwa penelitian terhadap batu tersebut nggak bisa diitung umurnya dengan Isotop C .
Sehingga bisa ditarik hipotesa bahwa Borobudur tidak dibuat pada abad ke 7.

Adapun mengenai phenomena angka 19 antum jangan lupa bahwa phenomena 19 di dalam Al-Quran itu berasal dari kalimat Bismillaahhirrahmaanirrahiim yang 19 huruf
Kalimat Bismillaahhirrahmaanirrahiim” kata Fahmi Basya, ya ini yang memperkenalkannya kepada kita adalah Nabi Sulaiman. Ketika dia berkirim surat kepada Ratu Saba’
Kop Surat dari Surat Sulaiman itu adalah kalimat Bismillaahhirrahmaanirrahiim

Isi suratnya adalah :”Allaa ta’luu ‘alaiyya, wa’tuunii muslimin” (Jangan menyombong kepada ku dan datanglah kepada ku dengan menyerah diri”.

Jadi, dapat dikatakan bahwa Phenomena 19 itu sudah diketahui oleh Nabi Sulaiman. Sebab itu di Borobudur ada Phenomena 19.

Karena yang membuat Borobudur itu bukan manusia saja, tetapi juga Jin, maka segaris lurusnya tiga candi Borobudur, Pawon dan Mendut, bukanlah hal yang kebetulan. Karena Jin bisa melihatnya dari atas.

Untuk apa mereka membuat ketiga candi itu segaris lurus ?

Untuk membuat gambar Gerhana. Dengan demikian mereka memberitakan bahwa Borobudur itu Gambar Matahari, dan Mendut adalah gambar Bumi. Itu sebab Mendut mewakili manusia. Di sana ada sebuah patung manusia sebagai wakil penduduk bumi adalah manusia.

Mengapa Borobudur itu gambar matahari ? karena Ya…… si Ratu Saba’ itu dulunya kan menyembah matahari, jadi ‘Arsy dia itu ada nuansa mataharinya.

Mengapa candi-candi itu menggambarkan Mihrab-Mihrab?? Ya … begitu disebut di dalam Al-Quran, jin-jin yang bekerja atas paksaan Sulaiman itu, mereka membuat mihrab-mihrab

12.Dan untuk Sulaiman, angin bertiup pada pagi hari sebulan dan bertiup pada petang hari sebulan. Dan kami alirkan baginya mata air dari tembaga, dan kami mudahkan sebagian dari Jin bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya, dan siapa dari mereka berpaling dari perintah kami, niscaya kami rasakan baginya dari azab api yang bernyala.
13.Mereka kerjakan untuknya apa yang ia kehendaki dari Mihrab-Mihrab dan Patung-patung dan Piring-piring seperti Kolam-Kolam dan Kuali-Kuali yang tetap ………………
(Al-Quran, surat Saba’, ke 34 ayat 12-13)
Quote
Adalah seseorang yang berpendapat berbeda tentang asal muasal borobudur yang hingga saat ini pun masih menjadi misteri yang menarik untuk diungkap..

Dialah Fahmi Basya, yang berpendapat bahwa borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman!

Sungguh hal ini sangat menggelitik sel-sel kelabu pada otak kita, karena pada umumnya yang khalayak ketahui Borobudur merupakan peninggalan dinasti syailendra.
Darimanakah beliau mendapat kesimpulan tersebut?
Dan saya sendiri telah membaca suroh Saba ayat 18 dalam arti itu dalam penafsiran dikatakan bahwa:

[1238] Yang dimaksud dengan negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya ialah negeri yang berada di Syam, karena kesuburannya; dan negeri- negeri yang berdekatan ialah negeri-negeri antara Yaman dan Syam, sehingga orang-orang dapat berjalan dengan aman siang dan malam tanpa terpaksa berhenti di padang pasir dan tanpa mendapat kesulitan. Ya inilah yang menggelitik pikiran dan qalbu saya bagaimana dengan pembaca sekalian?

Fenomena seks dikalangan Remaja


Fenomena seks bebas dikalangan remaja pada saat ini sangat memprihatinkan sekali, kalau dulu lebih didominasi oleh remaja-remaja yang tinggal di kota besar tapi sekarang sudah masuk kepelosok-pelosok kampung dan yang lebih miris lagi betapa pergaulan antara muda-mudi sudah menjadi pemandangan biasa yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari. 

Dan apalagi masalah pergaulan antar remaja ini tidak lepas dari masalah penyimpangan seks, khususnya yang dilakukan para remaja dari waktu ke waktu semakin tidak mengenal norma-norma agama sementara di masyarakat kita terjadi pergeseran nilai yang semakin jauh sehingga penyimpangan-penyimpangan dalam masalah seks itu sepertinya sudah tidak terlalu dipersoalkan, padahal perzinahan merupakan sesuatu yang sangat keji dan harus dihindari oleh setiap muslim sebagaimana yang dinyatakan dalam QS 17:32.

Padahal seks sebenarnya anugerah yang diberikan Allah pada makhluk-makhluk Allah seperti binatang, tumbuh-tumbuhan dan khususnya manusia. Karena itu amat wajar kalau manusia memiliki gairah seksual dan ingin melampiaskan keinginan seksual itu. Allah Swt sendiri tidak pernah melarang manusia untuk melampiaskan keinginan seksualnya selama menempuh jalur yang dibenarkan, cara-cara yang benar dan pada saat yang tidak terlarang. Ketentuan ini diberlakukan untuk kepentingan manusia juga.

Islam telah memberikan jalan yang terbaik dalam mengatasi solusi yaitu melalui jalur pernikahan untuk melampiaskan keinginan seks, bukan dengan cara pacaran karena bagaimanapun islam tidak pernah mengenal konsep ta’aruf seperti pacaran, bagi remaja yang mencoba-coba melampiaskan keinginan seksualnya melalui pacaran itu sama halnya dengan perzinahan, karena itu berpacaran semestinya dilakukan sesudah pernikahan bukan sebelum pernikahan, karena berpacaran itu sangat terkait dengan pelampiasan keinginan seksual. Tapi keinginan atau hawa nafsu itu tetap tidak boleh dibunuh, hanya harus dikendalikan agar manusia tidak dikendalikan oleh hawa nafsunya sendiri. Sedangkan cara-cara dan saat-saat yang benar tentu saja sebagaimana yang telah digariskan di dalam Islam dan kita telah mengetahuinya.

Masa remaja merupakan kelompok dari manusia yang baru tumbuh dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, pertumbuhan remaja ini salah satunya ditandai dengan kematangan biologis sehingga masa kanak-kanak ditinggalkan, bagi wanita dengan haid yang pertama dan bagi pria dengan mengeluarkan sperma dengan sebab mimpi, setelah itu pertumbuhan fisik berkembang cepat, badan jadi cepat gede dan tinggi, suara mulai pecah, tumbuh juga rambut-rambut atau bulu-bulu pada bagian tertentu dari tubuhnya yang bersamaan dengan itu juga terjadi perubahan psikologis yaitu masalah mental dan kejiwaannya.

Karena bagaimanapun pada saat remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau dalam pandangan psikologi adalah bagian dari tugas-tugas perkembangan dimana emosi terkadang masih terlihat labil. Dalam kondisi perkembangan itulah, masa remaja sangat membutuhkan bimbingan nilai-nilai Islam, bila mereka jauh dari nilai-nilai Islam, maka yang terjadi kemudian adalah ketidakmampuan mengendalikan diri dan bahkan terkadang sulit membedakan arti cinta yang sesungguhnya. Dalam kaitan seks, para remaja harus mengendalikan hawa nafsunya, dan Rasulullah Saw mengajarkannya dengan melaksanakan ibadah puasa sebagai alternatif bagi remaja masa kini.

Pendidikan Seks.

Pendidikan yang mengajarkan arti pergaulan sangat penting untuk disampaikan dan pendidikan seks yang benar dalam kaitannya untuk mereka lebih memahami dan saling menghargai antar lawan jenis, karena betapa pergaulan bebas yang sudah demikian luas hingga terjadi kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan remaja, perzinahan yang mengakibatkan kehamilan diluar pernikahan serta terjadinya tindakan pengguguran kandungan-, maka muncul gagasan yang menghendaki agar diadakan perndidikan seks di sekolah, sehingga para remaja menjadi tahu tentang persoalan seks dan bahayanya yang akan diterima baik di dunia maupun di akherat.

Pendidikan seks sebenarnya bermula dari negara-negara Barat yang generasi muda mereka memang sudah sangat bebas dalam masalah seks, pendidikan seks bagi mereka adalah untuk mencegah agar jangan sampai terjadi kehamilan di kalangan remaja setelah berzina, sehingga kalau pendidikan seks diberikan diharapkan tidak terjadi lagi kehamilan remaja itu meskipun hubungan seks dilakukan. Hamil dikalangan remaja barat itu terjadi karena para remaja memang tidak mengerti masalah seks yang sesungguhnya, maka pendidikan seks diberikan agar tidak terjadi kehamilan remaja yang dinilai bisa memutuskan masa depan yang cerah bagi diri, keluarga dan bangsanya.

Oleh karena itu pendidikan seks semacam itu jelas tidak dibenarkan di dalam Islam. Kalau kemudian orang bertanya tentang bagaimana pendidikan seks dalam pandangan Islam, maka jawabannya adalah pendidikan seks dalam Islam itu adalah mendidik para remaja agar tidak berzina, membenci perzinahan dan terus berusaha untuk menjauhinya. Maka yang diterangkan dalam pendidikan seks adalah hinanya perzinahan, bagaimana agar menghindari zina, hukuman untuk para pezina dengan segala konsekuensinya.

Peringatan Untuk Remaja.

Seks itu bisa mulia dan hina. Mulia kalau melampiaskan keinginannya dengan hal-hal yang dikehendaki Allah dan hina bila melanggar ketentuan-ketentuan Allah Swt. Oleh karena itu para remaja khususnya dan semua orang sebenarnya harus mengendalikan diri agar bisa mencegah dirinya dari perbuatan zina yang keji itu. Allah Swt telah berfirman di dalam Al-Qur’an yang artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang yang keji dan suatu jalan yang buruk “(QS 17:32).

Agar para remaja dan kita semua bisa mencegah diri kita dari hal-hal yang mendekati zina, ada ketentuan-ketentuan yang membatasi pergaulan antara pria dengan wanita yang harus mendapat perhatiannya. Batas-batas pergaulan itu adalah :

Pertama, menjaga pandangan mata dari melihat lain jenis yang berlebihan, dalam hal ini Allah Swt berfirman yang artinya: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. ..... katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangan matanya dan memelihara kemaluannya ... (QS 24:30-31).

Di dalam hadits, Rasulullah Saw bersabda:
“Telah berkata Jarir bin Abdullah: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang melihat wanita dengan tidak disengaja, maka sabdanya: palingkanlah pandanganmu “(HR. Muslim).

Ya Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada wanita) dengan satu pandangan , karena yang pertama itu tidak menjadi kesalahan, tetapi tidak yang kedua (HR. Abu Daud).

Kedua, tidak berdua-duaan antara pria dengan wanita yang bukan mahram, karena hal ini sangat rawan terhadap godaan syaitan yang memang selalu menggoda manusia ke jalan yang nista. Hal ini ditegaskan oleh Rasul Saw dalam haditsnya:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia bersendirian dengan seorang wanita di suatu tempat tanpa disertai mahramnya, karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaitan” (HR. Ahmad).

Ketiga, tidak bersentuhan kulit antara pria dengan wanita, termasuk berjabatan tangan sebagaimana dalam beberapa hadits disebutkan:

“Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan seorang wanita (HR. Malik, Tirmidzi dan Nasa’i).

Tak pernah sekali-kali tangan Rasulullah menyentuh tangan wanita yang tidak halal baginya (HR. Bukhari dan Muslim).

”Ditikam seseorang dari kamu di kepalanya dengan jarum dari besi, itu lebih baik daripada ia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya (HR. Thabrani).

Keempat, tidak berbaur antara pria dengan wanita dalam satu tempat, hal ini terdapat dalam hadits Rasul Saw:

Telah berkata Abu Asied: Rasulullah Saw pernah keluar dari masjid, padahal di waktu itu laki-laki dan wanita bercampur di jalan, maka sabda Rasulullah (kepada wanita-wanita): mundurlah! bukan hak kamu berjalan di tengah jalan; hendaklah kamu ambil pinggir jalan (HR. Abu Daud).

Telah berkata Ibnu Umar: Rasulullah melarang laki-laki berjalan diantara dua wanita (HR. Abu Daud).

Dari gambaran ini menjadi jelas bagi kita bahwa pria dengan wanita memang harus menjaga batasan pergaulan agar tidak tidak terjadi perzinahan. Disamping itu perzinahan harus dihindari juga dengan menumbuhkan rasa malu dan menghukum orang yang berzina sebagaimana seharusnya. ini semua harus kita lakukan karena zina membawa akibat yang sangat patal, tidak hanya di dunia seperti dengan terjangkitnya penyakit AIDS yang begitu merajalela, tapi juga di akhirat dengan siksa neraka yang sangat pedih dan kekal abadi. Na uzubillah min zaalik. Wallahu a’lam bissawaab semoga memberikan mamfaat buat yang membacanya.

Pengaruhnya Al-Qur'an Terhadap Organ Manusia





Ada hal yang sangat menjadi perhatian sekaligus membuat penasaran pada sebagian kalangan umat islam yaitu masalah ada tidaknya pengaruh Al-Qur'an pada tubuh manusia yakni apakah ada kekuatan energi pada diri seseorang setelah membaca Al-Qur'an, dan yang terlansir di dalam Al-Qur'an, sendiri sebenarnya orang yang sering membaca Al-Qur'an jiwanya akan menjadi tenang dan memang kenyataannya seperti itu janji Allah SWT kepada  orang yang beriman. Dan ini sejalan dengan apa yang telah disabdakan oleh  Rasulullah SAW. Kembali pada masalah yaitu pada dekade terakhir para ilmuan muslim sudah mulai meneliti tentang pengaruhnya pada organ manusia. Dari proses penelitian itu masih menyisakan pertanyaan  besar yaitu belum diketahuinya atau sejauh mana dampak Al-Qur'an tersebut kepada manusia?. Dan apakah dampak ini berupa dampak biologis ataukah dampak kejiwaan, atakah malah keduanya, biologis dan kejiwaan?.

Kesesatan yang telah menggerogoti Ummat


Kata sesat secara bahasa adalah dholal dan secara maknawi adalah menyimpang dari kebenaran, yakni tidak berdasar Al-Qur’an dan Hadist. Dalam Al-Qur’an sendiri telah disebutkan, setiap yang di luar kebenaran itu adalah sesat. Allah SWT berfirman:

“maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS Yunus: 32).
Kebenaran itu datangnya dari Allah. Sebagaimana telah Allah tegaskan:

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS Al-Baqarah: 147).
Apa-apa yang dari Tuhan berupa kebenaran itu disampaikan kepada manusia ini lewat wahyu Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw. Dalam hadits dijelaskan:

Hadits dari Miqdam bin Ma’di Karib Al-Kindi yang berkata, Rasulullah saw bersabda: Ingatlah sesungguhnya aku diberi Al-Kitab (Al-Qur’an) dan yang sesamanya bersamanya. Ingatlah sesungguhnya aku diberi Al-Qur’an dan yang sesamanya bersamanya. (HR Ahmad).
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...