Kalau kita membahas
kajian ayat-ayat tentang Yesus (as) dalam Al-Qur'an tentu bagi umat Islam jelas
tidak akan mempercayainya kalau Isa AS tidak dibunuh sebagaimana disangkakan oleh
orang-orang Nasrani maupun Yahudi sebagaimana yang ditulis dalam sejarahnya
karena di Al-Qur’an melalui ayat-ayat-Nya sudah jelas menunjukkan bahwa Yesus
(as) tidaklah meninggal ataupun dibunuh, tetapi dia telah diangkat ke haribaan
sebagaimana diterangkan pada surah An-Nisa ayat 157-158 yang berbunyi
öNÎgÏ9öqs%ur $¯RÎ) $uZù=tGs% yxÅ¡pRùQ$# Ó|¤Ïã tûøó$# zNtótB tAqßu «!$# $tBur çnqè=tFs% $tBur çnqç7n=|¹ `Å3»s9ur tmÎm7ä© öNçlm; 4 ¨bÎ)ur tûïÏ%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmÏù Å"s9 7e7x© çm÷ZÏiB 4 $tB Mçlm; ¾ÏmÎ/ ô`ÏB AOù=Ïæ wÎ) tí$t7Ïo?$# Çd`©à9$# 4 $tBur çnqè=tFs% $KZÉ)t ÇÊÎÐÈ @t/ çmyèsù§ ª!$# Ïmøs9Î) 4 tb%x.ur ª!$# #¹Ítã $\KÅ3ym ÇÊÎÑÈ
157. dan karena Ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah
membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah[378]", Padahal mereka
tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh
ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang
yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan
tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang
dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin
bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.
158. tetapi (yang
sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya[379]. dan adalah Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
[378] Mereka
menyebut Isa putera Maryam itu Rasul Allah ialah sebagai ejekan, karena mereka
sendiri tidak mempercayai kerasulan Isa itu.
[379] Ayat ini
adalah sebagai bantahan terhadap anggapan orang-orang Yahudi, bahwa mereka
telah membunuh Nabi Isa a.s.
Dalam beberapa terjemahan bahasa
Inggris, kita mengetahui bahwa beberapa ayat lain yang diterjemahkan memberikan
kesan bahwa Yesus (as) wafat sebelum dia diangkat ke haribaan Allah. Ayat-ayat
ini adalah sebagai berikut:
øÎ) tA$s% ª!$# #Ó|¤Ïè»t ÎoTÎ) ÏjùuqtGãB y7ãèÏù#uur ¥n<Î) x8ãÎdgsÜãBur ÆÏB tûïÏ%©!$# (#rãxÿ2 ã@Ïã%y`ur tûïÏ%©!$# x8qãèt7¨?$# s-öqsù úïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. 4n<Î) ÏQöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# ( ¢OèO ¥n<Î) öNà6ãèÅ_ötB ãNà6ômr'sù öNä3oY÷t/ $yJÏù óOçFZä. ÏmÏù tbqàÿÎ=tF÷s? ÇÎÎÈ
(Ingatlah)
ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu
kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku... (Surah Ali Imran: 55)
Pada surat
al-Maa'idah ayat 117, peristiwa tersebut diceritakan dengan perkataan Yesus
(as) yang juga diterjemahkan seperti itu, seolah-olah menyiratkan arti yang
sama bahwa dia telah wafat:
$tB àMù=è% öNçlm; wÎ) !$tB ÓÍ_s?ósDr& ÿ¾ÏmÎ/ Èbr& (#rßç6ôã$# ©!$# În1u öNä3/uur 4
àMZä.ur öNÍkön=tã #YÍky $¨B àMøBß öNÍkÏù (
$£Jn=sù ÓÍ_tGø©ùuqs? |MYä. |MRr& |=Ï%§9$# öNÍkön=tã 4
|MRr&ur 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« îÍky ÇÊÊÐÈ
"Aku
tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan
kepadaku (mengatakan)nya yaitu, 'Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu', dan
adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka.
Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan
Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu." (Surat al-Maa’idah:
117)
Meskipun demikian,
makna bahasa Arab dari ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Isa (as) tidak
meninggal dalam arti yang kita pahami. Dalam bahasa Arab, kata yang
diterjemahkan dalam ayat-ayat tersebut menjadi "meninggal" (to die)
adalah kata "tawaffa" dan berasal dari kata "wafa –
memenuhi/mengabulkan". Tawaffa tidak berarti "kematian" tetapi
merupakan aksi "penarikan jiwa kembali", baik dalam keadaan tidur
maupun meninggal. Juga dari Al-Qur'an, kita memahami bahwa "penarikan jiwa
kembali" tidak serta merta bermakna kematian. Misalnya, dalam satu ayat di
mana kata "tawaffa" digunakan, makna yang dimaksud bukanlah kematian
seorang manusia, tetapi "penarikan jiwa dari tidurnya":
uqèdur Ï%©!$# Nà69©ùuqtGt È@ø©9$$Î/ ãNn=÷ètur $tB OçFômty_ Í$pk¨]9$$Î/ §NèO öNà6èWyèö7t ÏmÏù #Ó|Óø)ãÏ9 ×@y_r& wK|¡B (
¢OèO Ïmøs9Î) öNä3ãèÅ_ótB §NèO Nä3ã¤Îm;oYã $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÏÉÈ
Dan
Dialah yang menidurkan kamu (yatawaffakum) di malam hari dan Dia mengetahui apa
yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang
hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada
Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu
kerjakan.
(Surat al-An’aam: 60)
Kata yang digunakan
untuk "menarik kembali" dalam ayat ini adalah sama dengan kata yang
digunakan dalam surat Ali Imran ayat 55. Dengan kata lain, dalam kedua ayat
tersebut, kata "tawaffa" digunakan dan maknanya jelas bahwa seseorang
tidak mati dalam kondisi tidurnya. Karena itu, apa yang dimaksudkan di sini
adalah "menarik jiwa kembali". Makna yang sama juga berlaku pada ayat
berikut:
ª!$# ®ûuqtGt }§àÿRF{$# tûüÏm $ygÏ?öqtB ÓÉL©9$#ur óOs9 ôMßJs? Îû $ygÏB$oYtB (
ÛÅ¡ôJçsù ÓÉL©9$# 4Ó|Ós% $pkön=tæ |NöqyJø9$# ã@Åöãur #t÷zW{$# #n<Î) 9@y_r& K|¡B 4
¨bÎ) Îû Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 crã©3xÿtGt ÇÍËÈ
Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah dia tetapkan
kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.
Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum
yang berfikir.
(Surat az-Zumar: 42)
Sebagaimana
disebutkan dalam ayat-ayat ini, Allah menarik jiwa orang yang sedang tidur,
namun Dia mengirim kembali jiwa-jiwa tersebut kepada mereka yang waktu
kematiannya belum ditentukan. Dalam konteks ini, dalam tidurnya, seseorang
tidaklah wafat dalam arti kematian. Hanya untuk periode yang temporal, jiwa
meninggalkan tubuh dan tetap pada dimensi yang lain. Ketika kita terbangun,
jiwa pun kembali ke dalam tubuh.1
Imam al-Qurtubi menjelaskan bahwa ada tiga makna dalam istilah 'wafat': wafat
kematian, wafat tidur, dan terakhir wafat diangkat kepada Allah, sebagaimana
yang terjadi pada Nabi Isa (as). Kesimpulannya, kita dapat mengatakan bahwa
Yesus (as) kemungkinan berada pada suatu tempat yang khusus, diangkat
keharibaan Allah. Apa yang sebenarnya dia alami bukanlah kematian dalam arti
yang biasa kita pahami, melainkan benar-benar merupakan suatu keberangkatan
dari dimensi ini. Wallahu A'lam bissawab”
Sumber : 1. Prof. Süleyman Ates, Yüce Kur’an’in
Cagdas Tefsiri (The Contemporary Tafsir of the Holy Qur’an)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give comments and criticism are best for this blog the better