Dicari: Feminis Moral Untuk Indonesia Yang Bermartabat!

Sebenarnya, saya enggan memakai kata ‘feminis’. Tapi bagaimana lagi, kata itu kadung menjadi sebutan bagi perempuan yang ‘gelisah’ terhadap hak perempuan dan memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masalah-masalah kaum perempuan.

Perbincangan mengenai masalah perempuan yang terus bergulir hingga kini, tidak pernah lepas dari semua aspek kehidupan. Semua hal selalu nampak ‘bias gender’ ketika kita telah menyentuh ranah pembelaan hak terhadap perempuan. Memang, kita tidak memungkiri bahwa masih banyak para perempuan yang terlilit oleh ketidakpekaan lingkungan sosial mereka (termasuk didalamnya perempuan yang lain dan laki-laki) terhadap keharmonisan dan kesadaran akan tanggungjawab bersama untuk menciptakan kehidupan yang lebih humanis.

Moralitas perempuan: Bilakah engkau ‘diperjuangkan’?
Terlepas permakluman dan pemahaman, sepakat-tidak sepakatnya penulis terhadap isu-isu kesetaraan yang diangkat kepermukaan oleh para pemerhati perempuan, sepertinya perlu ada banyak hal yang harus terungkap dibalik sisi lain kehidupan perempuan di masyarakat kita (Indonesia) saat ini.

Sebuah paradigma yang mengajak perempuan dan para pejuangnya (baca:feminis) mencari akar dari segala permasalahan perempuan yang sering terabaikan di tengah deru perjuangan kesetaraan dan keadilan jender. Perjuangan hak-hak perempuan selalu bermula pada akibat dari sebuah perbuatan yang memojokkan perempuan sebagai posisi korban (perempuan dilecehkan, dirampas haknya dan sebagainya).

Namun ada yang mengganjal pemikiran penulis akhir-akhir ini, bahwa perjuangan para pemerhati perempuan justru cenderung menjadikan kelemahan atau anggapan ketidakberdayaan terhadap perempuan semakin menganga dan tereksploitir. Akibatnya, justru paradigma perjuangan perempuan tidak berkembang dan cenderung kasuistis, akibat lain dari hal tersebut adalah kebekuan perjuangan perempuan seperti yang kita lihat hanya bersifat temporal, monumental dan berorientasi pada hal-hal yang nampak secara fisik dan materi. Dengan standar kebebasan dan keberhasilan kebebasan yang materialis pula.

Ada yang dilupakan dari para pejuang hak-hak perempuan. Yaitu, makna kesejatian dari perempuan itu sendiri. Makna kepantasan, ketinggian moral dan budaya. Mengapa hal tersebut terjadi? Jawabannya jelas: karena mereka hanya menuntut hak dan menjadikan pemikiran-pemikiran bebas sebebas-bebasnya sebagai acuan berpikir. Alhasil, ada ketimpangan budaya dari hingar bingarnya perjuangan perempuan.

Ada kegelisahan tersembunyi yang tidak pernah terungkap dalam diskusi-diskusi tentang kesetaraan jender. Ada kelemahan yang tidak terungkap dan mungkin ‘enggan’ diakui dan terabaikan oleh para pejuang perempuan kebanyakan.

Kegelisahan tersembunyi itulah, persoalan moral dan segala hal yang berkenaan dengannya, termasuk perilaku dan gaya hidup. Degradasi perempuan di masyarakat kita hampir menjadi sesuatu yang tidak layak jual di forum-forum perempuan. Suara-suara keprihatinan akan degradasi moralitas perempuan seolah tercibir oleh kaum perempuan sendiri sehingga banyak diantara mereka menganggapnya sebagai isu komunitas dan tidak trend.

Persoalan pelecehan dan pemerkosaan selalu ditanggapi setelah terjadi, bukan bagaimana mengupayakan semua kebiasaan, polah tingkah, dan tatanan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang lebih beradab, tertata dan penuh kesopanan. Protes-protes atau kritik terhadap hal-hal yang kurang sopan justru dicecar dengan alasan–alasan kebebasan.

Persoalan moral yang terjadi di dalam sebagian besar perempuan di Indonesia telah begitu kronis sehingga melahirkan mentalitas easy going dan permissive terhadap semua hal yang hingar bingar, pergaulan bebas diantara remaja misalnya dan semua alasan modernitas yang disodorkan sebagai alasan pemaaf dan pembenar perilaku yang jauh dari norma adat dan budaya serta agama.

Feminis Moral: dicari!
Jika kita mau lebih jujur mengamati, saat ini banyak perempuan dan LSM perempuan yang mencoba untuk menunjukkan minatnya kepada permasalahan perempuan. Mereka begitu getol memperjuangkan bagaimana seorang perempuan dapat menunjukkan eksistensi mereka di ranah publik. Dan semua telah hampir terpenuhi. Kesetaraan yang mereka perjuangkan atas nama emansipasi sudah tercapai (meskipun bagi sebagian perempuan belum). Namun, sayang, ketika persoalan moralitas dan segala hal yang memerlukan kejujuran dan kepekaan rasa keperempuanan untuk menilainya disodorkan pada mereka, mereka seolah bisu dan tak terdengar gaunga ‘perjuangan dan kepeduliannya’

Contoh kecil, betapa sulitnya bangsa ini memberikan ketegasan tentang pornografi sementara begitu banyak ‘aktivis perempuan’ di negeri ini. Tak heran, sebab memang kebanyakan dari mereka mungkin tidak sempat memikirkan hal-hal ‘sepele’ ini dibanding isu-isu publik, pro-kontra poligami, melejitkan karier, quota politik, isu-isu bisnis, talk show-talk show kepribadian dan kecantikan, yang tentunya lebih menggiurkan bagi para funding para perempuan ‘modern’ di negeri ini.

Feminis moral mau tidak mau harus lahir dari negeri ‘berbudaya’ dan ‘bermoral’ bernama Indonesia ini. Negeri yang sebagian perempuannya telah lebih bule daripada para bule. Negeri yang para perempuannya menjadi pangsa pasar terbesar serbuan penjajahan gaya baru melalui trend, mode, gaya hidup dan pola pikir. Negeri yang para perempuan (ibu-ibu dan remaja putri) begitu fasih bicara tentang tempat-tempat shopping dan café-café ternyaman. Negeri yang para prianya semakin hari semakin buas karena tersuguhi tontonan dan gadis-gadis siap saji. Kasar memang tapi inilah wajah perempuan dan masyarakat kita hari ini. Dimana menegur mereka tidak lagi bisa dengan bahasa-bahasa halus sebab mereka telah kehilangan apa itu rasa malu. Jadi untuk apa basa basi?

Feminis moral itu harus muncul dengan kemunculan yang benar-benar lahir dari sebuah pemahaman dan keprihatinan akan kondisi kaummnya. Bukan ‘tertokohkan’ hanya karena dia sekali dua kali tampil sebagai pembicara di sebuah seminar lalu tiba-tiba ‘dinobatkan’ sebagai aktivis perempuan. Dia harus lahir dari sebuah pemahaman yang integral tentang permasalahan perempuan dan semua hal yang melingkupinya. Dia tertokohkan karena melakukan perubahan, bukan untuk mendongkrak popularitasnya. Meskipun sebenarnya untuk menjadi seorang feminis moral dia justru harus siap untuk tidak terkenal dan bahkan harus bekerja keras.

Feminis moral itu hendaknya memiliki kecintaan terhadap budaya positif bangsa ini, meskipun ia bukanlah orang yang gagap terhadap pola pikir progresif. Ialah feminis yang tidak hanya menyuarakan hak namun juga sadar bahwa kewajiban adalah sejoli dari hak itu sendiri.

Feminis moral itu hendaknya konsisten terhadap apa yang diyakininya, sebab yang akan dirubahnya adalah pola pikir, kultur, maka ia semestinya mampu menjadikan dirinya lebih bermoral dari orang lain. Standar berpikir Sang feminis moral ini adalah keteguhan prinsip dan kepekaan yang dalam terhadap kepantasan. Ia harus siap berpredikat ‘kuno’ diantara para aktivis perempuan yang mendapik diri mereka ‘modern’. Ia dapat bersikap toleran terhadap perbedaan pemahaman namun tidak untuk meluruhkan prinsipnya. Ia berpola pikir progresif namun tertuntun oleh pemahaman religius yang matang.

Entahlah, kapan Sang Feminis Moral itu muncul di negeri ini dan membawa semangat perubahan dan perbaikan moral perempuan dan laki-laki. Semestinya ia lahir atau muncul secepatnya, agar kelak anak-anak di negeri ini masih sempat dilahirkan dan diasuh oleh ibu-ibu yang bermoral ,cerdas dan berbudi
pekerti luhur. Agar kedepan negeri ini masih sempat di sebut negeri yang adiluhung, bersahaja.

Jika mungkin diantara anda ada yang memenuhi kriteria itu atau sedang menempa diri seperti itu, atau jika anda seorang pemerhati perempuan yang tengah gelisah dan bingung menentukan aliran perjuangan anda, mungkin tulisan ini bisa menjadi referensi perenungan yang akan menghantarkan anda menjadi para pejuang moral yang tulus dan mampu meretas ruh (semangat) baru perbaikan moral negeri bernama INDONESIA ini.

Seorang Muslim Sejati Mampu Menjadi Pelopor

Mengintip burung Manyar lagi bertelur tentu kalau dilihat secara sepintas memang tidak terlalu istimewa tapi cobalah perhatikan sebelum ia bertelur ia sangat sibuk membuat sarang. Ia menyusun patahan ranting, daun kering, dan berbagai serabut yang dikumpulkan dari berbagai tempat, dibantu pasangannya. Kemudian, jadilah sebuah rumah mungil yang siap dihuni, terutama untuk mengerami telurnya hingga menetas.


Lihatlah bahan dan struktur rumah (sarang) burung itu. Dari tahun ke tahun, bahkan dari abad ke abad, bentuknya tetap sama. Bahannya sama dan struktur bangunannya juga sama. Ini karena dalam membangun rumah, seekor burung hanya mengandalkan instingnya, sehingga tak pernah ada perubahan dan perkembangan.

Mahluk Inovatif
Mari kita bandingkan dengan bangunan rumah manusia. Dalam satu kawasan saja, kita hampir tidak menjumpai rumah yang bentuknya sama. Bahkan, di suatu perumahan yang awalnya didesain sama, baik bahan, bentuk, maupun strukturnya, setelah dihuni, tak berapa lama akan banyak yang berubah. Paling tidak wajahnya, atau warna catnya. 

Masing-masing orang ingin menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang lainnya. Inilah manusia, makhluk inovatif yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Manusia disebut inovatif (berbudaya) karena dalam dirinya terdapat daya cipta, daya rasa, dan daya karsa. Bermodal ketiga daya tersebut, manusia senantiasa berubah dan berkembang.

Ketika Alexander Graham Bell, yang dianggap sebagai penemu telepon, ditanya apakah mungkin suatu saat nanti manusia bisa bertelepon tanpa kabel? Ia mengatakan, “Tidak mungkin!”

Andaikata ia hidup kembali dan menyaksikan realitas manusia saat ini, pasti ia akan terkaget-kaget, heran bercampur haru. Manusia saat ini telah terbiasa berkomunikasi menggunakan handphone, telepon tanpa kabel yang dulu disangkalnya. Ia bakal tak menyangka penemuannya telah mengalami lompatan yang luar biasa.
Semua ini karena manusia dikaruniai kemampuan untuk berinovasi . Kemampuan inilah yang dulu belum diketahui oleh para malaikat ketika mereka menanyakan penciptaan manusia yang akan dijadikan Allah Ta’ala sebagai khalifah di muka bumi (lihat Al-Baqarah [2] ayat 30). 

Setelah menjalani serangkaian pembuktian, barulah para malaikat menyadari, dan akhirnya mengakuinya. Mereka sujud kepada Sang Manusia Pertama, Adam Alaihissalam (AS), kecuali Iblis. Allah Ta’ala berfirman,“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]: 31-32)
Kemampuan melakukan inovasi sebenarnya menjadi fitrah manusia. Kemampuan membuat definisi (menyebut al-asma`) dengan membedakan yang berbeda dan menyamakan yang sama, merupakan potensi dasar untuk melakukan inovasi. 

Hal itu sudah dikaruniakan Allah Ta’ala kepada Nabi Adam AS dan semua anak keturunannya. Dari kemampuan dasar inilah lahir ilmu pengetahuan dan teknologi.
Itulah pula sebabnya mengapa perintah Allah Ta’ala yang pertama kali diberikan kepada manusia adalah iqra`atau bacalah. Perintah pertama ini terus berlaku sepanjang masa, sepanjang manusia masih bernyawa, kapan pun dan di mana pun juga.

Ketika semangat membaca menggelora dan menjadi budaya masyarakat Muslim di awal perkembangan Islam, maka lahirlah peradaban unggul yang tak tertandingi hingga masa kini.
Di pusat-pusat peradaban Islam berdiri perpustakaan yang lengkap dengan ratusan ribu koleksi buku. Berdiri pula universitas-universitas ternama dengan para cendikiawan dan penemu-penemu baru di bidang sains dan teknologi. Islam menjadi mercusuar di tengah dunia yang masih gelap gulita.

Tak Kenal Menyerah
Sayang, kebanyakan kita hanya bisa berbangga dengan masa lalu kita. Tampaknya kita masih menjadikan sejarah sebagai “kebanggaan”dan “kekaguman” semata, belum menjadikannya sumber inspirasi untuk melakukan hal yang sama atau lebih baik lagi.
Padahal, untuk berinovasi dibutuhkan kesabaran, keuletan, ketekunan, dan kecermatan. Di atas semua itu, seorang inovator harus berani mengambil risiko, baik risiko salah maupun risiko gagal. Orang yang dihantui perasaan takut salah dan takut gagal, tidak mungkin akan berhasil menjadi penemu.
Para pemimpin yang sukses adalah mereka yang berani mengambil inisiatif sekalipun berisiko. Dalam perhitungan mereka, mengambil inisiatif atau tidak mengambil tindakan apa-apa, sama-sama berisiko.
Bedanya, jika kita mengambil inisiatif, kemungkinan berhasilnya terbuka lebar sekalipun kemungkinan gagalnya tetap ada. Tapi jika kita tidak mengambil inisiatif, sekalipun terasa lebih nyaman, risikonya tidak hilang, sementara kemungkinan berhasilnya telah tertutup.
Bagi sang inovator, penderitaan dan kesulitan bukan halangan. Ia yakin bahwa di balik kesulitan dan penderitaan itu terdapat berbagai kemudahan. Tersedia seribu satu alasan untuk mundur atau tidak melangkah, tapi orang yang telah tertanam dalam dirinya semangat berinovasi, selalu mempunyai seribu alasan untuk tetap maju. Allah Ta’ala berfirman,”Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (Al-Insyirah [94]: 5-6)
Di depan kita terdapat banyak sekali tantangan. Lihatlah betapa banyak umat yang miskin dan bodoh. Mereka sangat memerlukan solusi atas berbagai masalah yang membelit mereka. Lalu, adakah usaha kita untuk mencari pemecahannya?
Dunia merindukan datangnya inovator baru dari kalangan Muslim. Mungkin, sang inovator itu adalah Anda!
Amati, Tiru, dan Modifikasi
Mendengar bahwa kaum kafir telah bersatu untuk menyerang kota Madinah, Rasulullh Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) segera bermusyawarah. Beliau mengajak para Sahabat untuk membicarakan cara menghadapi mereka.
Berbagai masukan didengar oleh beliau secara seksama, sampai beliau mendengar usulan dari Salman yang terdengar aneh. Salman mengusulkan membuat parit di sekeliling kota Madinah guna menghindari serangan musuh yang kekuatannya berlipat ganda.
Ternyata Rasulullah SAW menyetujui gagasan aneh yang diusulkan Salman tersebut. Keputusan itu pun segera dieksekusi. Kaum Muslim bahu-membahu membuat parit besar dan sangat panjang di tengah terik matahari yang menyengat.
Rasulullah SAW sendiri tidak berpangku tangan. Beliau turut menggali dan mengangkat batu, pasir, dan tanah dengan tangannya sendiri bersama para Sahabat. Proyek raksasa ini rampung sebelum kaum kafir datang.
Inilah strategi bertahan yang betul-betul baru yang sebelumnya tidak dikenal bangsa Arab. Strategi ini ternyata benar-benar ampuh. Pasukan kafir tidak ada yang berani menyeberangi parit buatan tersebut, kecuali beberapa orang dan tewas setelah mendapat perlawanan dari kaum Muslim.
Itulah sekadar contoh bagaimana Rasulullah SAW sangat menghargai inovasi. Sekalipun awalnya terdengar aneh, tapi beliau menerima gagasan Salman setelah dikaji secara cermat dan teliti.
Salman sendiri sebetulnya tidak benar-benar membawa ide orisinil. Strategi pertahanan parit itu sudah dikenal di wilayah Parsi (Iran, sekarang). Namun, ia memodifikasi.

Inovasi memang tidak harus benar-benar orisinil. Kemajuan peradaban Islam di masa kejayaaannya justru didapat dengan cara menerjemahkan karya-karya tulis bangsa Romawi yang telah terpendam sekian lama, baik di bidang filsafat, ilmu, sain dan tehnologi.
Tentu saja umat Islam pada saat itu tidak melakukan praktik penjiplakan (plagiasi). Yang dilakukan adalah mengamati, meniru, dan memodifikasi.
Sekarang, bagaimana dengan Anda? Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber : Hidayatullah.com

Mu’jizat - Mu’jizat Rasulullah SAW


Al-Quran Al-Kariem
Mu’jizat Rasulullah SAW yang paling utama dan hingga hari ini masih bisa disaksikan manusia sepanjang zaman adalah Al-Quran Al-Kariem dan keberadaan syariat Islam itu sendiri. Sebab sampai hari ini tak seorang pun yang mampu menjawab tantangan Al-Quran Al-Kariem untuk membuat sebuah buku yang setara dengannya.

Dan jika kamu dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami , buatlah satu surat yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.(QS.Al-Baqarah : 23)

Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu", Katakanlah: ", maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".(QS.Huud : 13)

Tak terhitung orang yang ingin menjawab tantangan Al-Quran Al-Kariem sepanjang zaman, tapi semua mundur teratur dengan penuh malu. Sebab setiap kali ada yang maju menjawab tantangan, yang mentertawakan bukan hanya muslimin, melainkan sesama kafirin pun ikut mentertawakannya. Padahal mereka sama-sama memusuhi Al-Quran Al-Kariem.
Isra’ Mi’raj
Mu’jizat Rasulullah SAW yang lainnya adalah peristiwa Isra’ Miraj, yaitu perjalanan malam hari menembus waktu dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak ribuan mil. Lalu diteruskan ke langit ke-7 Sidratil Muntaha. Hal itu juga disebut-sebut dalam Al-Quran Al-Kariem :

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.Al-Isra : 1)
Terbelahnya bulan
Terbelahnya bulan adalah bagian dari mu’jizat Rasulullah SAW.
Di dalam Al-Quran Al-Kariem disebutkan bahwa bulan yang menjadi satelit bumi itu pernah terbelah.

Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan .(QS.Al-Qamar : 1)

Menariknya, kejadian terbelahnya bulan saat itu tidak diakui oleh orang-orang Mekkah yang memusuhi Rasulullah SAW. Mereka malah menuduh bahwa Rasulullah SAW telah menyihir mereka sehingga peristiwa itu seolah-olah hanya khayalan imaginasi mereka saja.

Sayangnya, penolakan mereka itu justru di tentang oleh para musafir yang mengadakan perjalan dari negeri jauh yang menuju ke Mekkah. Para musafir itu justru bercerita bahwa mereka telah melihat bulan di langit terbelah. Bahkan catatan sejarah selanjutnya mengatakan bahwa terbelahnya bulan itu terlihat juga di India da negeri-negeri lainnya. Sebab dalam catatan sejarah berbagai negara itu, tanggal kejadian terbelahnya bulan memang sesuai dengan perinstiwa mu’jizat Rasulullah SAW itu.
Menyembuhkan orang yang sakit
Beliau tercatat dalam beberapa hadit pernah mengobati beberapa shahabat. Ali bin Abi Thalib pernah disembuhkan matanya dan sembuh atas izin Allah SWT.

Dari Sahal bin Saad bahwa Rasulullah SAW bersabda pada perang Khaibar,”Aku akan serahjkan bendera kepada orang yang allah bukakan di depannya serta mencintai Allah dan Rasul-Nya sehingga Allah dan Rasul-Nya mencintainya”. Ketika pagi hari orang-orang berkumpul di sisi Rasulullah SAW berharap mendapatkan bendera itu. Tapi Rasulullah SAW bertanya,”Dimana Ali bin Abi Thalib ?”. Para shahabat berkata,”Dia sedang sakit mata”. “Panggillah dia”. Maka didatangkanlah Ali bin Abi Thalib lalu Rasulullah SAW meludahi matanya itu lalu tiba-tiba sembuh seolah-olah tidak pernah sakit sebelumnya. Lalu bendera itu diserahkan kepadanya …(HR.Muttafaqun Alaih)

Juga betis Salamah bin Al-Akwa’ disembuhkan oleh Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW juga pernah mengusap kaki Abdullah bin ‘Utaik yang patah dan sembuh seketika seolah tidak pernah terjadi sesuatu. Hadits ini lumayan pajang dan diriwayatkan oleh Al-Bukhari.
Berita Ghaib
a. Tentang Jatuhnya Constantinopel & Vatikan
Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang negeri manakah yang akan dikuasai lebih dahulu, Constantinopel atau Roma ?. Beliau SAW menjawab,”Negeri Heraklius (Roma) lebih dahulu”. (HR. Ahmad dengan sanad Shahih).

Negeri Heraklius maksudnya adalah Contantinopel yang dibebaskan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih pada 29 Mei 1453. Kini tanggal itu menjadi hari perayaan partai REFAH.

b. Islam Akan Memimpin Dunia
Dari Tamim Ad-Daary bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Sungguh Islam ini akan berkuasa hingga batas wilayah malam dan siang”. (HR. Ahmad dan Thabarany)

Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah mengumpulkan bumi untukku hingga aku bisa melihat bagian Timur dan Baratnya. Sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai seluruh dunia. Dan aku dianugerahkan 2 harta yang berlimpah : Emas dan Perak”. (HR. Muslim 2889, Abu Daud 4252, Tirmizy 2203 dan Ibnu Majah 3952)

c. Tampilnya Pembaharu tiap 100 tahun
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya pada setiap permulaan 100 tahun Allah SWT mengutus untuk ummat ini orang yang akan memperbaharui urusan agama mereka”. (HR. Abu Daud :4291 dan Hakim dan menshahihkannya)

Tangisnya Pangkal Pohon Kurma
Terlindunginya Diri Rasulullah SAW Dari Kejahatan Musuh
Keluarnya Air Dari Sela Jari-jarinya
Bertambahnya Makanan Yang Tadinya Sedikit
Batu Memberi Salam Kepada Rasulullah SAW
Pohon Berbicara Kepada Rasulullah SAW
Mengadunya Unta Kepada Rasulullah SAW
Sebenarnya masih banyak lagi bentuk-bentuk mu’jizat lainnya. Yang jelas semua keterangan itu bukanlah hasil cerita dari mulut-ke mulut, melainkan sampai kepada kita dengan riwayat yang shahih. Sehingga sangat tidak beralasan untuk kita mengingkarinya. Sebab mengingkari satu hadits yang shahih sama saja mengingkari semuanya.

Wallahu A`lam Bish-shawab

Sumber 
swaramuslimnet
Last of the Prophets (saw) 
Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources 
Perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW: Asal usul dan penyebaran awalnya : sejarah di Magrib dan Spanyol Muslim sampai abad ke-10/ke-16 (Seri INIS) 
The Life of the Prophet Muhammad (Islamic Texts Society) 
Natural Healing With Tibb Medicine: Medicine of the Prophet 

Ibu Para Syuhada dialah Al-Khansa


Sebenarnya nama beliau adalah Tamadhar binti Amru bin al-Haris bin asy-Syarid, seorang wanita penyair yang tersohor. Beberapa syair terlantun dari lisan beliau di saat kematian saudaranya Shakhr di masa jahiliyah, maka beliau meratap dengan ratapan yang menyedihkan, yang akhirnya syair tersebut menjadi syair yang paling terkenal dalam hal syair duka cita. Dari sekian banyak syair yang beliau telah tulis sungguh semuanya sarat akan hikmah dan pelajaran yang cukup berharga untuk kita teladani diantaranya adalah:

Pandangan Prof. Dr. M. Naquib al-Attas terhadap Islam dan Barat


Melihat kondisi umat islam pada saat ini sungguh luar biasa memprihatinkan, dimana-mana mengalami penindasan dari orang-orang yang tidak senang akan bangkitnya islam di muka bumi, hal ini sebenarnya sudah dapat dibaca dari hadist-hadist yang telah disabdakan oleh Rasul sendiri kepada para sahabat-sahabatnya ketika beliau masih hidup di kota Madinah dan ungkapan itu telah berlalu pada 14 abad yang silam. 

Dan pada saat kondisi sekarang apa yang Rasulullah ucapkan sekarang sedang berlansung yaitu umat islam bagaikan hidangan yang sedang diperebutkan oleh orang-orang yang tidak senang dengan islam. Jadi jauh sebelum peristiwa WTC para cendikiawan muslim sudah mengingatkan kepada umat islam yang ada di dunia seperti Hasan Al-Banna, Muhammad Abduh dan lain-lain, adapun tokoh Muslim kita yang tidak asing lagi yaitu Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas yang begitu jelas dan kritis dalam menampilkan pandang-pandangannya dengan lebih mengenai Islam dan Barat. 

Perlu diketahui Naquib al-Attas saat ini merupakan salah satu diantara ilmuwan terbesar di dunia Islam yang pendapatnya mengenai Barat menjadi kajian ilmiah di dunia mancanegara. Hal itu bisa dilihat dari karya-karya ilmiah dan perjalanan intelektual beliau yang banyak dijumpai pada literature ilmiah, kajian, buku dll.

Prof. Naquib Al-Attas lahir di Bogor, Jawa Barat, tahun 1931, kemudian beliau menjalani pendidikan dasar di Sukabumi dan Johor Baru. Lalu, menempuh pendidikan di The Royal Military Academy, Sandhurst, England, lalu ke University of Malaya, Singapura. Gelar master diraihnya di McGill University, Montreal, Canada, dan PhD di University of London, London, Inggris, dengan konsentrasi bidang ‘Islamic philosophy’, ‘theology’ dan ‘metaphysics’.

Berbagai posisi penting dalam dunia pendidikan yang disandangnya, antara lain: ketua Department of Malay Language and Literature, Dekan the Faculty of Arts, dan pemegang pertama ‘the Chair of Malay Language and Literature’, dan Direktur pertama The Institute of Malay Language, Literature and Culture, yang ia dirikan tahun 1973. Ia juga mengetuai The Division of Literature di Department of Malay Studies, University of Malaya, Kuala Lumpur. Juga, ia pernah memegang posisi UNESCO expert on Islamics; Visiting Scholar and Professor of Islamics at Temple University and Ohio University, distinguished Professor of Islamic Studies and the first holder of the Tun Abdul Razak Distinguished Chair of Southeast Asian Studies at the American University, Washington, Ibn Khaldun Chair of Islamic Studies (1986), dan Life Holder Distinguished Al-Ghazali Chair of Islamic Thought, International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), 1993.

Professor al-Attas telah memberikan mata kuliah di berbagai belahan dunia dan menulis lebih dari 30 buku dan berbagai artikel tentang Islam, menyangkut masalah filsafat Islam, teologi, metafisika, sejarah, sastra, agama, dan peradaban. Beberapa bukunya yang ditulis dalam bahasa Melayu dan Inggris telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu, Jerman, Italia, Rusia, Bosnia, Albania, Jepang, Korea, India, dan Indonesia. Atas jasanya yang besar dalam pengembangan bidang comparative philosophy, ‘The Empress of Iran’ mengangkatnya sebagai Fellow di Imperial Iranian Academy of Philosophy tahun 1975. Presiden Pakistan memberikan penghargaan ‘Iqbal Medal’ tahun 1979. Sejak tahun 1974, Marquis Who's Who in the World telah memasukkan Al-Attas ke dalam daftar nama orang-orang yang menunjukkan prestasi istimewa dalam bidang yang beliau geluti.

Selain itu Al-Attas dikenal sebagai pelopor konseptualisasi Universitas Islam, yang ia formulasikan pertama kalinya pada saat acara ‘First World Conference on Muslim Education’, di Makkah (1977). Tahun 1987, ia mewujudkan gagasannya dengan mendirikan The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC). Ia merancang dan membuat arsitektur sendiri bangunan ISTAC, merancang kurikulum, dan membangun perpustakaan ISTAC yang kini tercatat salah satu perpustakaan terbaik di dunia dalam Islamic Studies. Raja Hussein mengangkatnya sebagai ‘Member of the Royal Academy of Jordan (1994). The University of Khartoum menganugerahinya ‘Degree of Honorary Doctorate of Arts (D.Litt.), 1995. The Organization of Islamic Conference (OIC), atas nama dunia Islam, melalui ‘The Research Centre for Islamic History, Art and Culture (IRCICA) menganugerahi Al-Attas ‘The IRCICA Award’ atas kontribusi besarnya terhadap peradaban Islam (2000); The Russian Academy of Science memberikan kehormatan kepada al-Attas untuk memberikan ‘Special Presentation’ kepada para akademisi di Moskow (2001).
Tak kurang dari pemerintah Iran, melalui lembaganya, ‘Society for the Appreciation of Cultural Works and Dignitaries’, memberikan penghargaan kepada al-Attas ‘a special Award of Recognition’ (2002).

Disamping itu, Prof. al-Attas juga anggota ‘The Advisory Board of Al-Hikma Islamic Translation Series, Institute of Global Cultural Studies, Binghamton University, SUNY, Brigham Young University; anggota ‘The Advisory Board of the Royal Academy for Islamic Civilization Research, Encyclopaedia of Arab Islamic Civilization, Amman, Jordan; dan anggota ‘The Assembly of the Parliament of Cultures, International Cultures Foundation’, Turki.

Tentang sifat asasi dan perjalanan sejarah peradaban Islam dan Barat, al-Attas mengungkapkan bahwa antara peradaban Barat dan peradaban Islam akan terjadi apa yang ia sebut sebagai satu “permanent confrontation (konfrontasi permanen), atau konflik abadi. Al-Attas mengungkap teorinya itu sejak awal dekade 1970-an, jauh sebelum hingar-bingar politik internasional, ketika itu Perang Dingin masih berlangsung, dan secara politis-militer, Barat masih menjadikan komunis sebagai musuh utamanya. Setelah menyelam jauh ke dalam lubuk peradaban Barat, selepas meraih gelar PhD dari University of London, pada awal tahun 1970-an, Al-Attas mulai aktif menulis dan berceramah tentang tantangan dan ancaman peradaban Barat terhadap kaum Muslim dan dunia Islam, khususnya dalam bidang keilmuan dan kebudayaan. Ia kemudian dikenal luas sebagai cendekiawan yang sangat kritis dalam menyorot masalah sekularisme dan menulis satu buku yang sangat terkenal di dunia internasional yaitu buku “Islam and Secularism”

Tentang konflik abadi Islam-Barat ini, Naquib al-Attas mencatat dalam buku ‘klasik’-nya, Islam and Secularism, bahwa konfrontasi antara peradaban Barat dengan Islam telah bergerak dari level sejarah keagamaan dan militer ke level intelektual; dan bahwasanya, konfrontasi itu secara histories bersifat permanent. Islam dipandang Barat sebagai tantangan terhadap prinsip yang paling asasi dari pandangan hidup Barat. Islam bukan hanya tantangan bagi Kekristenan Barat tetapi juga prinsip-prinsip Aristotellianisme dan epistemologi serta dasar-dasar filosofi yang diwarisi dari pemikiran Greek-Romawi. Unsur-unsur itulah yang membentuk komponen dominan yang mengintegrasikan elemen-elemen kunci dalam berbagai dimensi pandangan hidup Barat.

(The confrontation between Western culture and civilization and Islam, from the historical religious and military levels, has now moved on to the intellectual level; and we must realize, then, that this confrontation is by nature a historically permanent one. Islam is seen by the West as posing a challenge to its very way of life; a challenge not only to Western Christianity, but also to Aristotelianism and the epistemological and philosophical principles deriving from Graeco-Roman thought which forms the dominant component integrating the key elements in dimensions of the Western worldview).”

Oleh karenanya untuk menyadarkan kaum Muslim akan tantangan besar yang mereka hadapi, khususnya dari peradaban Barat, al-Attas memberikan banyak ceramah dan menulis berbagai buku dan risalah. Salah satu kumpulan ceramahnya pada tahun 1973 kemudian dibukukan dalam sebuah buku berjudul “Risalah untuk Kaum Muslimin”. Ia menyeru kaum Muslimin agar benar-benar mengenal peradaban Barat, sebab peradaban inilah yang kini sedang menguasai dan tidak henti-hentinya melakukan serangan terhadap Islam.

“Seperti juga dalam ilmu peperangan kau harus mengenali siapakah dia seterumu itu; di manakah letaknya kekuatan dan kelemahan tenaganya; apakah helah dan tipu muslihatnya bagi mengalahkanmu; bagaimanakah cara dia menyerang dan apakah yang akan diserangnya; dari jurusan manakah akan serangan itu didatangkan; siapakah yang membantunya, baik dengan secara disedari mahupun tiada disedari – dan sebagainya ini, maka begitulah kau akan lebih insaf lagi memahami nasib serta kedudukan Islam dank au sendiri dewasa ini apabila penjelasan mengenai seterumu itu dapat dipaparkan terlebih dahulu.”

Dalam pandangan Al-Attas, kedatangan Islam, sejak awal memang telah memberikan tantangan yang sangat fundamental terhadap sendi-sendi utama agama Kristen yang merupakan suatu unsur penting bagi peradaban Barat.
Islam menjelaskan bahwa agama Kristen yang dikenal sekarang bukanlah agama yang ditanzilkan oleh Allah SWT, dan bukan agama yang mendapat pengesahan daripada-Nya. Nabi Isa a.s. adalah utusan Allah yang diperintahkan membetulkan semula penyelewenangan agama Yahudi dan menyampaikan khabar baik tentang kedatangan Nabi Muhammad saw. Jadi, Nabi Isa a.s. tidaklah diutus untuk membawa agama baru yang kemudian dikenal dengan nama Kristen. Allah berfirman:

“Wahai Bani Israel, aku ini adalah utusan Allah yang diutus kepadamu bagi mengesahkan semula Taurat yang telah datang sebelumku dan untuk menyampaikan kabar baik tentang seorang Rasul yang akan datang sesudahku bernama Ahmad.” (QS al-Shaff: 6).

Karena itu, dalam memandang agama Kristen sekarang, al-Attas mempunyai pandangan yang jelas:

“Maka agama Kristian, agama Barat –sebagaimana juga agama-agama lain yang bukan Islam– adalah agama kebudayaan, agama ‘buatan’ manusia yang terbina dari pengalaman sejarah, yang terkandung oleh sejarah, yang dilahirkan serta dibela dan diasuh dan dibesarkan oleh sejarah.” Maka umat islam tak heran ketika banyak dari kalangan umat Kristen sendiri yang mengkritisi ajarannya, karena semakin umat Kristen mengkaji ajarannya maka semakin bertambahlah akan keraguan akan ajaranya. Sebaliknya umat islam kalau mengkaji ajarannya maka seseorang tersebut akan semakin yakin dengan ajaran agamanya, seperti Muh. Abduh pernah mengatakan “Orang Barat maju karena meninggalkan ajarannya yaitu Bible dan Umat Islam mundur lantaran meninggalkan kitab sucinya (Al-Qur’an), jadi sudah saatnya umat islam untuk lebih mendalami kitab sucinya sendiri. Wallahu a’lam bissawaab.  

Antara Istikharah dan Ikhtiyar

Dalam mengarungi kehidupan kita sering diperhadapkan pada pilihan-pilihan yang terkadang sulit mana yang mesti dipilih, dari masalah jodoh, pekerjaan, rekanan bisnis, hingga memilih seorang Presiden. Sebuah pilihan tentu membawa risiko dengan segala permasalahannya: baik itu buruk ataupun berupa kebaikan.
Sebagai ilustrasi kalau kita salah memilih tukang cukur maka kita akan menyesal selama sebulan, kalau salah memilih ukuran sandal bisa menyesal berbulan-bulan dan kalau kita salah memilih pasangan hidup bisa menyesal seumur hidup.
Hanya pilihan yang tepatlah yang membawa kebaikan bagi yang tepat memilihnya, sedangkan pilihan yang buruk akan berakibat pada kerugian. Dalam bahasa agama, perintah untuk memilih yang baik dinamakan ikhtiyar. Orang beriman disuruh berikhtiar. Kata ikhtiyar berasal dari khair yang secara harfiah berarti baik. Jadi, ikhtiyar bermakna melakukan daya upaya untuk memilih yang terbaik.

Dalam
berikhtiyar, pilihan ditentukan oleh manusia sendiri berdasarkan akal pikirannya, hati nurani, dan berbagai pertimbangan lainnya. Apabila seseorang tak mampu atau ragu dalam memilih, agama memerintahkannya supaya melakukan istikharah. Perkataan istikharah juga berakar dari kata khair (baik) atau khiyarah (terbaik). Di sini, istikharah berarti thalab al-khiyarah min Allah, yaitu usaha untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik dengan memohon petunjuk dari Allah SWT.

Oleh karenanya, bila ikhtiyar bersifat rasional, istikharah justru bersifat spiritual dan merupakan usaha yang sepenuhnya bersifat rohani. Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan agar umat Islam melakukan istikharah. Jabir bin Abdillah, sahabat Rasulullah SAW, menceritakan bahwa Nabi mengajarkan istikharah dalam segala hal.

Berdasarkan petunjuk
Rasul, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari, istikharah dilakukan dengan shalat sunat dua rakaat di malam hari. Selesai shalat, orang yang bersangkutan disuruh membaca doa istikharah yang pada intinya berisi permohonan kepada Allah SWT agar ia diberikan sesuatu yang terbaik untuk kepentingan jangka pendek (dunia) maupun jangka panjang (akhirat).

Berdasarkan hadis di atas, seorang Muslim, menurut Imam Syaukani, tidak boleh meremehkan sesuatu perkara dan mengabaikan istikharah. Soalnya, sering terjadi, barang kecil yang diremehkan, ketika diambil atau ditinggalkan, justru menimbulkan bahaya besar di belakang hari. Ini berarti, lanjut Syaukani, seorang Muslim harus selalu bermohon kepada Tuhan atau meminta petunjuk dari-Nya dalam segala urusan sebelum mengambil keputusan: memilih atau menolak sesuatu.

Istikharah menjadi penting karena pilihan manusia
terkadang bersifat subjektif, partikularistik, dan tidak bebas dari vested interest. Akibatnya, pilihan manusia sering mengecewakan. Manusia terkadang membenci sesuatu yang baik, dan sebaliknya mencintai sesuatu yang buruk. Firman Allah SWT, ''Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.'' (Al-Baqarah: 216).

Sebagai petunjuk dari Allah SWT, pilihan melalui istikharah memberikan keyakinan yang amat kuat
bagi pelakunya. Jadi mintalah selalu petunjuk-Nya kalau kita diperhadapkan pada suatu pilihan, apalagi bagi para penguasa maupun pengusaha sangat familiar dengan pilihan-pilihan, dimana terkadang pilihan itu sangat sulit untuk diputuskan, oleh karenanya sholat istikhorah prioritas utama untuk dilakukan agar tidak mudah terpengaruh apalagi masalah intrik, suap. Money politics serangan fajar, dan apalagi rayuan gombal, tidak mungkin menggoyahkan keyakinannya selama ia berpegang pada petunjuk-Nya. Wallahu a'lam bissawaab.

Belajarlah Mencintai Orang Lain

Pada suatu hari ketika Rasulullah SAW duduk di antara para sahabatnya, datanglah seorang pemuda dengan agak terburu-buru. Sebagai seorang pemuda yang sedang bergelora, ia sering terjerumus ke hal-hal yang negatif, yaitu perbuatan zina. Ia tahu bahwa perbuatan seperti itu tidak pantas dilakukan, tetapi ia merasa sulit untuk mengatasi gelora nafsunya. Pemuda itu berkata, ''Wahai Rasulullah SAW, izinkanlah aku melakukan perbuatan zina.'' Gemparlah majelis Rasulullah SAW itu. Untuk apa pemuda itu menanyakan sesuat yang sudah jelas jawabannya, demikian kata mereka yang hadir. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang mencibir pertanyan pemuda itu dengan penuh kehinaan.

Antara Hawa Nafsu dan Istiqomah


Serangan hawa nafsu terkadang terasa begitu kuat tatkala kita berhadapan dengan godaan, namun dilain sisi hati kecil kita mengatakan “jangan kamu lakukan itu” ooh inikan masalah biasa” jawab nafsu. Lantas kemudian sayup-sayup terdengar dari lubuk hati kecil mengatakan sudah jangan kamu teruskan itu dosa”. Ya begitulah nafsu yang selalu berusaha mencerabut dan membetot kita dalam setiap kesempatan, mengambil alih kendali diri, dan selanjutnya menyimpangkan kita dari jalan ketaatan, ya Tuhan lindungilah daku”. Jika sudah begitu kuat, panji-panji istiqomah yang kita pegang pun runtuh... menyisakan penyesalan dan kesesakan dada. Duhai, begitu kuat serbuannya ingin rasanya ku lari dari kenyataan ini.

Begitulah ketika hawa nafsu muncul, akan meluluh lantakkan kesehatan jiwa bahkan kegoncangan yang tidak berkesudahan. Karena demikianlah hawa nafsu, selalu mengajak kita pada jalan-jalan yang penuh fatamorgana, dan menjauhkan kita dari jalan-jalan yang mengantarkan kita ke negeri yang kekal abadi, yaitu Firdaus-Nya, yang dijanjikan untuk orang-orang yang rela menelusuri jalan yang penuh onak dan duri, itulah jalannya para muzahid dan pejuang islam yang tak kenal lelah dalam berjuang hingga titik darah terakhir.

Apakah kita sadar, bahwa untuk bisa memegang panji-panji istiqomah adalah sebuah keharusan yang bisa dilakukan dalam artian kalau kita mau. Dalam shahih Muslim, Abu Amr Sufyan bin Abdullah bercerita bahwa dia berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu." Bersabda Rasulullah: 'Katakanlah: Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah kamu.'"

Umar bin Khatab berkata tentang para shahabat. Menurut beliau, para shahabat beristiqomah demi Allah dalam mentaati Allah dan tidak sedikit pun mereka berpaling sekalipun seperti berpalingnya musang. Maksudnya, bahwa mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagaian besar ketaatan kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan, maupun perbuatan sampai meninggalnya.

Begitulah mereka, sebaik-baik kurun yang telah mendapatkan keridh
o’an Allah. Sementara kita? lebih banyak melalaikan perintah-perintahnya dan melanggar larangan-larangannya. Adalah Abu Hurairah, ketika beliau berada diambang kematian, tiba-tiba beliau menangis. Orang-orang bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Beliau menjawab: "Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan dan banyaknya aral rintangan. Sementara tempat kembali, bisa ke jannah, bisa juga ke Naar."

Ooh celakalah daku, dimana posisiku nanti ? Yaa Allah berilah aku ketetapan hati pada jalan-Mu yang Kau ridho’i

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...