Dimana Relevansinya Hardiknas dalam Membentengi Generasi Bangsa?

Hari pendidikan Nasional selalu dirayakan, tepatnya setiap tanggal 2 Mei 2011, oleh warga bangsa Indonesia. Pertanyaannya masih relevankah hari pendidikan itu diperingati dalam kondisi saat ini? Dari pertanyaan ini sebenarnya hari pendidikan nasional itu akan bermakna manakala para pemangku jabatan peduli dengan nasib rakyatnya, ya sebuah kepedulian itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh generasi saat ini ditengah budaya dan pemikiran yang sudah sangat memprihatinkan, betapa sedih rasanya ketika generasi yang semestinya bisa menjadi mercusuar perubahan namun disaat yang bersamaan ada sebuah gerakkan bawah tanah yang sangat gencar menyerbu generasi bangsa ini untuk diexploitasi apa saja yang dapat dimamfaatkan tidak peduli halal atau haram “nauzubillahiminzaalik..

Apakah pemerintah masih peduli dengan generasinya yaitu para pelajar yang saat ini menjadi korban keganasan orang-orang yang hanya mencari keuntungan sesaat. Dan sungguh mengherankan sepertinya dengan peristiwa ini sengaja dipelihara agar terjadi pro kontra ditengah masyarakatnya sendiri.

Dan tentu yang diharapkan paling tidak isu ini ibarat bola liar yang akan begitu mudah dimainkan oleh pihak-pihak yang punya kepentingan pragmatis. Tak peduli apa jadinya dengan masyarakatnya yang penting kekuasaan dapat berjalan sesuai rencana tanpa ada kritikan yang berarti.

Masyarakat sengaja di buat sibuk sendiri dan pada akhirnya tak ada kepedulian, maka lahirlah generasi yang apatis, paranoid, islamphobia dan radikalisme yang berujung pada perang saudara. 

Apakah generasi ini dibiarkan begitu saja tanpa ada langkah kongkrit, atau memang menunggu korban lebih banyak berjatuhan baru membuat kebijakkan?

Mari kita ambil peran untuk menyelamatkan generasi dari pengaruh penyimapangan pemikiran yang sudah sangat meluas. Karena kita tahu bahwa tidak hanya NII yang selalu diwaspadai tapi yang lainnya juga perlu mendapat perhatian serius seperti JIL, Ahmadiyyah dan paham lainnya. Dan memang MUI selaku pengayom umat hendaknya bisa bekerjasama dengan ormas-ormas islam yang ada guna menangkal paling tidak meminimalisir terjadinya paham-paham yang menyimpang

Ulama juga hendaknya lebih berperan aktif dalam memberikan pencerahan kepada umat, dengan mengadakan workshop dan kajian-kajian tafsir dan juga masalah aqidah yang paling mendasar bahkan sangat mendesak untuk di sosialisasikan kepada generasi muda khususnya generasi islam.

Gemerlap Dunia yang Mempesona

Pada saat ini dunia begitu sangat gemerlap ia bagaikan selebritis yang begitu mudahnya menawarkan pesonanya kepada siapa saja yang ia temui, dalam hal ini maka beragam sikap dan prilaku manusia dalam meresponnya. Maka tanggapan pun beragam dari kalangan berjois sampai pengemis. Untuk kelompok pertama adalah yang begitu mudahnya terhepnotis hingga tanpa sadar begitu enaknya melahap pesonanya dengan penuh syahwat, hingga hati, akal dan jasadnya bertekuk lutut menghamba sepenuhnya pada dunia. Kemudian untuk kelompok kedua golongan yang tidak peduli, artinya mereka ini tidak begitu mudah tertarik dengan pesonanya, kalaupun sempat sedikit melirik namun ia segera pergi menjauh karena menganggapnya sebagai perintang jalan menuju keutamaan ukhrowi yang kekal abadi. Dan kelompok terakhir yaitu golongan yang bisa bersikap secara seimbang: artinya golongan ini bisa menepatkan diri secara proporsional, namun tetap lebih mengutamakan kepentingan akhirat. Lantas kita masuk golongan yang mana?

Gemerlap dunia. Sebagian besar manusia masuk pada golongan pertama. Pada masalah ini sebenarnya sudah pernah diprediksikan oleh baginda Rasulullah ketika beliau duduk dalam satu khalaqoh bersama para sahabatnya, ketika itu beliau memaparkan bahwa suatu saat umat islam ibarat seperti hidangan di atas meja yang begitu mudahnya diperebutkan sama orang-orang di luar islam, lantas salah satu sahabat bertanya “wahai Rasulullah bukankah umat islam pada waktu itu sudah banyak jumlahnya? Memang banyak” jawab Rasul, tapi tidak berkualitas ibarat seperti buih di lautan yang terombang ambing terkena ombak. Apa sebabnya ya Rasulullah?. Sebabnya adalah karena adanya penyakit Al-Wahn, lantas para sahabat bertanya lagi dengan penuh keheranan, apa yang dimaksud Al-Wahn ya Rasul?. Al-Wahn adalah cinta dunia dan takut akan kematian.

Sebenarnya gejala penyakit Al-Wahn sempat mampir dibenak sebagian sahabat Rasulullah yaitu ketika peristiwa perang Badar pada waktu itu sebagian sahabat sempat sedikit terpesona dengan harta rampasan perang, peristiwa itu terjadi ketika pasukan tentara islam yang berada di barisan depan berhasil memukul mundur tentara kafir Quraisy yang berada di lereng gunung hingga lari lunggang-langgang dengan meninggalkan harta-hartanya maupun peralatan perangnya. Melihat kejadian ini, tentara islam yang berada di atas gunung pun tergiur melihat harta ghonimah yang berada dibawah, akhirnya sebagian turun untuk mengambilnya. maka para sahabat yang semestinya  tetap bertahan karena memang Rasulullah memerintahkan untuk tetap bertahan apapun yang terjadi di bawah, namun apa yang terjadi?, rupanya pasukan Quraisy yang di pimpin khalid bin Walid menyerang balik dengan mundur untuk kemudian menyerang lewat sebelah sisi gunung pada bagian belakang pasukan tentara islam. Penyerangan balik ini begitu cepat hingga tidak diketahui oleh para sahabat karena semua pada sibuk memperhatikan harta ghonimah. Peristiwa inilah yang hampir saja mencelakai Rasulullah namun gigi depan beliau sempat patah akibat terkena lemparan tombak musuh.

Pelajaran yang sangat berharga buat umat islam bahwa betapa bahayanya kalau seorang yang mengaku beriman lantas begitu mudahnya tergoda dengan materi hingga kemudian tanpa sadar sudah lupa akan visi dan misinya yaitu sebuah idealisme yang ingin ditegakkan yaitu kalimat tauhid.

Secara khusus, sebenarnya peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang sangat menentukkan dalam mengukur keimanan umat islam baik pada saat itu terlebih-lebih untuk saat ini. Dan peristiwa itu juga menceritakan tentang rasa sedih dan kecewa yang menggayuti hati salah seorang sahabat yang bernama Saad Bin Abi Waqas. Dalam peperangan tersebut, saudaranya syahid. Saad berhasil membunuh pembunuhnya dan mengambil pedang miliknya. Saat ia menceritakan halnya pada rasulullah Saw, beliau memerintahkan Saad untuk meletakkan pedang tersebut bersama harta ghonimah lain yang belum dibagi. Wajarlah, jika hati Saad kecewa. Sudah saudaranya terbunuh, tak jua ia diijinkan memiliki harta rampasannya.

Apa yang kemudian terjadi? Kasak-kusuk sahabat membuahkan turunnya wahyu. Allah Subhanahu wata'ala memberikan jalan penyelesaian yang cepat, tepat dan menenangkan buat semua. Katakanlah: “Harta rampasan perang itu milik Allah dan rasul, sebab itu bertakwalah pada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu. Dan taatlah pada Allah dan rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman” (al-anfal:1)

Lagi-lagi betapa sebuah pengorbanan itu juga selain mendapat godaan ia juga butuh ketaatan pada seorang pemimpin. Karena apalah arti sebuah visi-misi yang kita tanamkan dalam bingkai idealisme kalau ketaatan tidak ada.

Gemerlap Dunia. Entah ia datang kehadapan kita sebagai hasil keringat dan kerja keras, datang sebagai hadiah dan hibah oleh sebab interaksi sosial, datang sebagai rezeki dari arah yang tidak kita duga, atau datang sebagai berkah dakwah dan jihad di jalan-Nya, atau melalui jalan lain. Sebenarnya, tidak penting darimana ia datang, tapi bagaimana kita menyikapi kedatangannya yang mempesona tersebut dengan sikap ketaatan kita kepada seorang pemimpin.

Para sahabat sempat berselisih soal dunia, namun mereka bersedia menyikapinya dengan iman, dengan ketaatan dan dengan ketundukkan pada ketentuan Allah Subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya yang mulia Shallallahu’alaihi wasallam, sehingga tidak lagi menimbulkan persoalan hati di antara mereka. Kita pun akan diuji dengan datangnya Gemerlapnya dunia. Sanggupkah kita menundukkan hawa nafsu di bawah kendali iman yang berbingkaikan imamah dan jama’ah?. Karena hanya dengan inilah insyaallah peradaban islam bisa tegak kembali.
 


Hakikat Cinta dan Benci dalam Islam


Berbicara cinta atau mahabbah dan benci atau karâhah, ini adalah merupakan fitrah emosional yang diberikan Allah pada umat manusia. Bagi kita yang beragama islam, cinta dan benci itu harus berdasarkan proporsional artinya bersandarkan syarî’at. Karena, terkadang, apa yang kita cintai itu justru sesuatu yang buruk, dan sebaliknya membenci sesuatu yang sebetulnya baik buat kita sebagaimana yang telah di firmankan oleh Allah di suroh Al-Baqaroh  ayat: 216. Jika tidak demikian, betapa banyak orang yang akan menjadi korban akibat tidak tahu menempatkan arti cinta dan benci pada proporsinya.

Membangun BAHTERA Kehidupan


 Ketika saya membaca Al-Qur’an tiba-tiba saya terhenti pada ayat yang membahas tentang sebuah bahtera yaitu kapal yang begitu tenangnya berlayar di samudera nan luas, dan cerita inipun mampu membangkitkan ingatanku pada  masa lampau ketika aku bersama 4 orang teman yang pada waktu itu kalau tidak salah tahun 1997 saya hampir ketinggalan kapal, ceritanya pada waktu itu dari Palu mau ke Balikpapan, ya kami berlima hampir ditinggal pergi sama kapal Pelni yang hendak berlayar, kejadian pada waktu itu sedikit menegangkan karena tangga kapal sudah ditarik ke atas sama petugasnya.

Maka yang terjadi kemudian saling menyalahkan diantara kami berlima dan masing-masih diri merasa tidak ada yang salah, karena semua merasa paling benar. Dan yang lebih seru lagi salah satu teman kami sangat ngotot minta diturunkan kembali tangga kapalnya, saya sendiri pada waktu itu hanya berdo’a pada Allah agar petugasnya dibukakan hatinya untuk mau menurunkan kembali tangganya. Dan Alhamdulillah petugas tersebut mau untuk menurunkan kembali tangga kapalnya, akhirnya kami bisa naik dengan perasaan haru dan senang. 

Ya arti dari ayat 31 pada suroh Luqman mampu membangkitkan ingatanku pada masa lampau dan kalau kita renungkan sebenarnya banyak pelajaran yang bisa diambil dari cerita tentang bahtera ini, agar lebih jelasnya silahkan baca dulu artinya:  

Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi setiap orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.

Sungguh betapa besar karunia yang Allah berikan kepada umat manusia terkhusus buat umat islam dengan ditundukkannya alam seperti lautan , daratan dengan segala makhluk hidup yang ada di dalamnya itu benar-benar diperutukkan buat umat manusia, buat dinikmati namun dengan segala kenikmatan itu sebenarnya Allah juga dalam rangka untuk menguji siapa gerangan yang mampu bersabar baik dalam kondisi nikmat maupun dalam kondisi sengsara.
Dan juga melalui cerita ayat ini Allah SWT ingin memperlihatkan salah satu kekuasaan-Nya berupa bahtera yang berlayar di samudera yang luas. Bahtera itu mampu berlayar mengarungi samudera berkat nikmat dari Allah. Allah telah memberikan ilusterasi dalam bentuk perwujudan bahtera sebagai tanda kekuasaan-Nya untuk kita jadikan pelajaran bagi kehidupan kita sehari-hari.

Dari ilusterasi  sebuah bahtera itu dapat dimaknai. Bukankah kehidupan kita bagaikan mengendarai bahtera yang sedang terapung mengarungi samudera kehidupan di dunia ini dan faktanya memang dunia ini ia berlayar di samudera alam yang bebas ia terus dalam posisi mengambang, dan apabila masanya berakhir maka bola dunia ini akan berbenturan dengan bahteralain atau benda-benda angkasa lainnya seperti meteor, komet bahkan antar planet lainnya, inilah yang dinamakan kiamat.

Kembali kepada pembahasan awal bahwa sebelum digunakan mengarungi samudera, kapal haruslah dipersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Contohnya, dibuat dengan bahan-bahan berkualitas tingi, yaitu berupa amal saleh (suatu perbuatan yang bukan sekadar baik, tapi perbuatan baik yang sesuai dengan aturan-aturan agama). Karena kalau menyimpang dalam artian tidak sesuai dengan rancangan-Nya maka yakinlah kita akan menemui kegagalan demi kegagalan, dan kita tidak ingin seperti itu, oleh karenanya kita mesti berusaha palin tikdak memilih perbuatan yang bukan saja baik untuk diri kita, tapi juga memberi mamfaat buat orang lain.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya bahtera juga harus dipromotori oleh ahli dibidangnya. Karena bila bahtera dipandu oleh sembarang orang, maka yakinlah dalam waktu yang tidak terlalu lama bahtera  itu akan tidak sempurna antara sisi dengan sisi lainnya, maka yang terjadi kemudian tidak ada keseimbangan dan ini berujung pada kehancuran bagi tatanan kehidupan bermasyarakat. Jauh-jauh hari Rasulullah SAW pernah mewasiatkan tentang bahaya ini, yakni kalau suatu urusan itu diserahkan kepada seseorang yang bukan pakarnya, maka yakinlah tunggu saja kehancurannya. Dan sekarang bangsa ini sepertinya sudah tidak jelas mau diarahkan kemana?

Dan selanjutnya, bahtera tadi harus dijalankan oleh seorang yang mengerti cara mengendalikan kapal, tahu ke mana tujuan kapal, memahami seluk beluk samudera yang dilalui, dan menguasai ilmu yang terkait dengan pelayaran. Ya memiliki wawasan tentang kenegaraan dengan segala perangkat hukumnya, kalau berbicara masalah aturan tentu kita mesti tau dulu apa sebab aturan itu dibuat dan mengapa juga alam bisa teratur semua itu penuh dengan aturan-Nya.

Demikian pula bahtera kehidupan yang kita bangun, harus dijalankan oleh orang yang baik yakni yang amanah dan menjunjung tinggi hak keadilan bagi siapa saja tanpa pandang bulu. Bahtera kehidupan yang akan mengantarkan kita pada kehidupan yang kekal dan abadi, tidak mungkin diserahkan kepada seorang pemimpin yang bodoh, egois, dan tiran atau diktator pada rakyatnya. Kita mesti memilih pemimpin yang adil, memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, visi dan misi jelas, jujur, dan mendahulukan kepentingan penghuni bahtera tersebut.

Dalam mengarungi samudera, para penumpang kapal tidak selamanya berada dalam kondisi yang tenang. Tidak jarang ombak gulung-gemulung menyerang, badai dahsyat menghantam, dan karang tajam menghadang. Dalam kondisi seperti inilah para pemimpin harus mampu menenangkan para penumpang dan menjamin keselamatan mereka. Dalam konteks beragama, penyelamatan penumpang itu, antara lain, dengan menyeru manusia kembali kepada Allah, dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya sedekat-dekatnya.

Bukan hanya dalam kondisi kesempitan, dalam kelapangan pun pemimpin juga terus harus mengingatkan rakyatnya. Sudah menjadi kecenderungan, ketika harta telah diraih, kepandaian telah dikuasai, jabatan dan kekuasaan telah didapat, dan segala nikmat dirasakan, seringkali Allah kita lupakan, ibadah kita ditinggalkan. Kita lupa bersyukur. Kita lupa bahwa kapal kehidupan ini berlayar di atas samudra Allah Sang Maha Kuasa yang mengatur jaga ini. Wallu a’lam bissawaab.


Siapa dalang dibalik Liberalisme dan ‘Fundamentalisme'

Berbicara gerakan Jaringan Islam Liberal dan Pundamentalis sebenarnya lebih berunsur pengaruh eksternal ketimbang perkembangan alami dari dalam tradisi pemikiran Islam sendiri. Leornard Binder, diantara sarjana Barat keturunan Yahudi yang bertanggungjawab mencetuskan pergerakan Islam liberal dan mengorbitkannya pada era 80-an, telah memerinci agenda-agenda penting Islam Liberal dalam bukunya Islamic Liberalism: A Critique of Development Ideologies. Dalam buku tersebut ia menjelaskan premis dan titik tolak perlunya pergerakan Islam Liberal didukung dan di sebar luaskan. Selain rational discourse yang merupakan tonggak utamanya, gerakan ternyata tidak lebih daripada alat untuk mencapai tujuan politik yaitu menciptakan pemerintahan Liberal ala Barat (AS dan Eropa). Antek Yahudi dan Barat bentuk lainnya?. Dari apa yang saya bahas ini merupakan lanjutan dari tulisan saudara Khalif Mu'ammar

Siapakah para Pendusta Agama


Dalam salah satu riwayat yang telah disampaikan kembali oleh Abu Hurairah ra, dikatakan bahwa Nabi Saw bersabda: sesungguhnya orang pertama yang akan diputuskan dalam pengadilan padang masyhar pada hari kiamat kelak ialah seorang yang mati syahid. Maka, dihadapkan kepada Allah dan diingatkan kepadanya akan nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan hal itu diakuinya. Kemudian ditanya oleh Allah, ''Lalu, apakah amalanmu dalam nikmat itu?''

Jawabnya, ''Aku telah berperang untuk-Mu hingga mati syahid.'' Maka Allah berfirman: ''Bohong kamu, sebenarnya kamu berperang untuk dikenal sebagai pahlawan yang gagah berani.'' Lalu ia diseret oleh malaikat dan diperintahkan untuk dilempar ke dalam neraka.

Yang kedua dihadapkan kepada Allah adalah orang yang belajar ilmu agama dan mengajarkannya, serta pandai membaca Alquran. Maka diberitakan tentang nikmat-nikmat yang telah ia peroleh dan ia mengakuinya. Lalu ia ditanya: ''Lalu, apakah amalanmu di dalamnya?''

Jawab orang itu: ''Aku telah belajar ilmu untuk-Mu dan mengajarkannya, serta membaca Alquran untuk-Mu.'' Allah berfirman: ''Bohong kamu, sebenarnya engkau belajar ilmu agar mendapatkan gelar alim, membaca Alquran agar mendapat gelar qari, dan engkau sudah menikmatinya di dunia.'' Kemudian diperintahkan kepada malaikat untuk mencampakkannya ke dalam neraka.

Orang yang ketiga dihadapkan kepada Allah adalah yang diluaskan rezekinya dan diberi oleh Allah berbagai kekayaan. Maka diberitakan kepadanya tentang nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, dan ia mengakuinya. Lalu ia ditanya: ''Lantas, apakah amalanmu di dalamnya?'' Jawab orang itu: ''Tiada suatu jalan pun yang Engkau perintahkan selain selain kusedhqahkan harta di dalamnya, dan itu semata-mata karena-Mu.''

Jawab Allah: ''Bohong kamu, tetapi kamu mendermakan harta itu agar disebut dermawan, dan tkenyataannya kamu menjadi terkenal karena kedermawanan kamu di dunia.'' Maka Allah kemudian memerintahkan malaikatnya untuk melemparkan orang itu ke dalam neraka. Seseorang datang bertanya kepada Rasulullah: ''Apakah yang menjadi penyelamat kelak (di hari kiamat) ya Rasulullah?''

Rasulullah pun menjawab: ''Jangan menipu atau mempermainkan Allah.'' Tanya orang itu lagi: ''Apa maksudnya mempermainkan atau menipu Allah ya Rasulullah?'' Jawab Rasulullah: ''Mengerjakan perintah Allah dan ajaran Rasulullah bukan bertujuan untuk mencapai ridho-Nya, tetapi untuk mencapai kepentingan-kepentingan kepada orang lain.

Karena itu berhati-hatilah kamu kepada riya, karena riya berarti syirik terhadap Allah. Orang yang riya itu pada hari kiamat kelak akan dipanggil di muka umum dengan empat nama yaitu hai kafir, hai orang yang durhaka, hai orang yang lancang, hai orang yang rugi, sia-sia saja amalanmu selama di dunia dan batal (hilang) sudah pahalamu selamanya.''

Umat Islam jangan mudah Terprovokasi

Akhir-akhir ini umat islam gampang sekali tersulut emosi, hanya gara-gara masalah biasa yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara dialog. Permasalahan ini sebenarnya semenjak zaman Nabi sudah terjadi. Seperti kita ketahui zaman dahulu pada saat Nabi sudah berada di Madinah, ya sempat ada berita heboh, sebuah berita miring yang tersebar begitu cepat, karena dibicarakan dari mulut kemulut. Ya setelah diselidiki ternyata provokatornya dari kalangan munafiq yang memang tujuannya untuk menghancurkan Islam, namun sungguh Allah Maha Kuasa melindungi kaum muslimun pada saat itu sehingga kedok-kedok mereka terbongkar. Maka kaum mus-limin pun tahu, bahwa apa yang selama ini tersebar di masyarakat Madinah tentang keluarga Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tak lebih hanya sebagai isapan jempol, semuanya dusta.

Kisah di atas memberikan pelajaran bagi kita, tentang bagaimana mudahnya manusia mempercayai berita negatif yang menyangkut seseorang. Adalah merupakan watak masyarakat awam, bahwa mereka amat mudah terprovokasi oleh orang lain. Sehingga amat banyak manusia yang memanfaatkan titik kelemahan masyarakat ini sebagai sarana untuk mencapai ambisi dan tujuan pribadinya.

Kaum muslimin, adalah umat yang senantiasa dianjurkan untuk berlaku adil, tidak mudah terprovokasi dan tidak gampang memvonis orang hanya bersandarkan kepada berita semata, semuanya harus dilihat secara jernih dan teliti. Dan andaikan berita itu benar, maka tetap saja tak selayaknya sesama muslim saling menceritakan dan menye-barkan aib saudaranya. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah memberikan predikat "pendusta" kepada orang yang menceritakan setiap berita yang dia dengar, "kafa bil mar'i kadziban."

Kaitannya dengan masalah provokasi ini sebenarnya ada beberapa langkah yang semestinya dilakukan oleh setiap kaum muslimin ketika mendengar berita yang menyangkut seseorang. Mudah-mudahan dengan menjalankannya, kita semua dapat menjadi pribadi-pribadi yang menjunjung keadilan yang menyeluruh, tidak begitu gampangan untuk dihasut atau diprovokasi oleh berbagai macam isu-isu atau pun berita-berita yang belum jelas dari mana sumbernya.

1. Lihatlah Keadaan Penyampai Berita

Hal ini berlandaskan kepada firman Allah Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti” (QS. Al Hujurat: 6)

Dalam ayat ini Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan kita untuk  tabayyun yaitu kroscek kebenaran berita tersebut. Dan sebelumnya tentu harus dilihat terlebih dahulu keadan si pembawa berita, apakah dia seorang yang jujur dan bisa bertanggung-jawab atau kah seorang yang fasiq? Tabayyun terhadap berita yang disampaikan oleh seorang fasiq adalah wajib hukumnya.

Maka apabila kita mendengar berita tetang seseorang, sudah sepantasnya dilihat terlebih dahulu orang yang menyampaikan berita tersebut. Karena bisa jadi dia sedang ada permusuhan, sengketa, hasad, dendam atau persaingan tidak sehat dengan orang yang dia tuduh. Dan boleh jadi juga, dia (penyampai berita) memang orang yang ada cacat di dalam sisi agama dan amanahnya, sehingga beritanya layak untuk di tolak.

Berkata Imam as Sakhawi, "Ibnu Abdil Barr berpendapat, bahwa ahli ilmu tidak menerima jarh (berita negatif), kecuali dengan bukti yang jelas, kalau sekiranya dalam kasus itu ada permusuhan maka selayaknya berita tersebut tidak diterima."

2. Mengecek Kebenaran Berita

Setelah kita melihat keadaan pembawa berita, maka langkah selanjutnya adalah melihat kebenaran berita yang disampaikan (tabayyun).

Mengomentari firman Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam ayat enam surat al Hujurat, Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syanqithi berkata," Ayat dari surat al Hujurat ini menunjukkan dua permasalahan:

Pertama, Bahwa apabila seorang fasiq membawa berita, maka boleh untuk diketahui kebenarannya, apakah berita yang disampaikan si fasiq itu benar atau dusta, maka wajib untuk tatsabbut (dicek).

Kedua, Berdasarkan ini ahli ilmu ushul berpendapat tentang diterima-nya berita yang adil, karena firman Allah, "Jika datang kepadamu seorang fasiq dengan membawa berita, maka telitilah" mengisyaratkan kepada berita yang disampaikan. Maksud saya pengertian balik (mafhum mukhalafah) dari ayat ini adalah kalau yang datang membawa berita bukan orang fasiq, namun seorang yang adil (terpercaya), maka tidak harus diteliti beritanya.

Demikian pula di dalam periwayatan atau menukil ilmu, maka harus dibedakan antara rawi yang bagus hafalannya dengan yang buruk hafalannya, yang bagus pemahamannya dengan yang tidak, yang bagus ta'bir (ungkapan bahasanya) dengan yang rendah, apa lagi dalam hal kejujuran dan amanahnya.

Karena suatu berita apabila disampaikan oleh orang yang lemah ingatannya atau buruk pemahamannya, atau pun tidak bagus ungkapannya, maka berita itu menjadi lemah. Oleh karenanya berita tersebut musti diteliti, karena bisa jadi berita tersebut menjadi cacat dan tidak akurat, entah itu dengan menyebutkan spesifik dari yang umum atau menyebut terperinci dari yang global. Atau dia mengungkap-kan dengan pemahamannya yang keliru sehingga berbeda dengan maksud yang sebenarnya, dan bahkan menyebutkan kalimat yang tidak pernah diucapkan oleh nara sumber atau pun mengurangi sebagian kalimat yang sebenarnya penting, namun dianggap tidak penting oleh penyampai berita karena salah pemahamannya.

Demikian pula mungkin si pembawa berita salah di dalam mengungkapkan dan memilih kata, sehingga maksudnya menjadi berbeda dengan maksud pengucapnya. Dan yang lebih parah kalau seluruh hal tersebut terdapat di dalam diri seseorang, kabar yang disampaikan tentu menjadi berantakan tidak karuan.

Maka terkadang terjadi di masa ini seseorang membawakan fatwa seorang ulama yang berbeda dengan fatwa sebenarnya, yang disebabkan karena lemahnya hafalan atau kurangnya pemahaman, kadang pula karena salah dalam mengungkapkan, dan kenyataan membuktikan itu semua.
Demikian pula kabar-kabar yang menyangkut pribadi seseorang atau sebuah lembaga yang sama sekali tidak memiliki landasan yang benar. Kesemua itu tidak lain karena sebab-sebab yang telah tersebut di atas, ini jika memang pembawa berita kita anggap sebagai orang yang jujur dan terbebas dari segala tuduhan dusta.

Imam al Hasan al Bashri berkata,"Seorang mukmin adalah abstain (diam) sehingga dia bertabayyun."

Yang perlu ditekankan dalam permasalahan ini adalah barang siapa yang diketahui sebagai seorang yang jujur, bagus agamanya, bagus hafalan dan pemahamannya, bagus di dalam ungkapan serta penyampaiannya, maka kita terima beritanya tanpa harus meneliti terlebih dahulu. Jika ada cacat dalam salah satu sifat-sifat di atas, maka barulah tatsabbut terhadap berita itu dilakukan, khususnya jika menyangkut permasalahan yang urgen.
Maka ketika kita menyampaikan berita, berupa fatwa ulama, ucapan yang bersumber dari seseorang atau dari sebuah lembaga, yang paling utama adalah semaksimal mungkin menyampaikannya berdasarkan apa adanya teks atau kalimat secara utuh, sebagai upaya untuk menjauhi terjadi-nya hal-hal yang tidak diinginkan.

Semua yang tersebut di atas telah diisyaratkan melalui sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam sebagai berikut, artinya:
"Semoga Allah memberikan cahaya kepada seorang hamba yang mendengarkan ucapanku lalu menghafal dan memahaminya, menyampaikannya kepada yang belum mendengarnya. Berapa banyak pembawa ilmu yang tidak faham terhadapnya, dan berapa banyak orang yang menyampaikan ilmu kepada yang lebih faham daripada dirinya." (HR.Ahmad dalam al Musnad 4/87)

Yang dapat diambil pelajaran dari hadits di atas adalah:
·           Sabda Nabi,"Lalu dia menghafal dan memahaminya" mengisyaratkan kepada hafalan yang kuat dan pemahaman yang benar (lurus).
 
·           Sabda Nabi,"Dan menyampaikannya kepada yang belum mendengarnya," mengisyaratkan pada penyampaian berita sesuai dengan bunyi nash (teks).
 
·           Sabda Nabi,"Berapa banyak pem-bawa ilmu namun tidak faham terhadapnya,"menunjukkan kepada orang yang lemah pemahamannya.
 
·           Sabda Nabi,"Berapa banyak orang yang menyampaikan ilmu kepada yang lebih faham dari pada dirinya,"menunjukkan perbedaan tingkatan pemahaman, dan bahwa orang yang mendengarkan berita bisa jadi mampu mengambil kesimpulan berupa sesuatu yang tidak pernah disimpulkan oleh perawi.
Inilah pesan yang simpel tapi padat (jawami' al kalam) yang disampaikan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam kepada kita semua.

3. Menolak Ghibah

Telah bersabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya:
"Barang siapa yang membela kehormatan saudaranya yang sedang digun-jingkan maka merupakan hak Allah untuk membebaskannya dari api neraka." (HR. Ahmad, lihat shahih al jami' No.6240)

Barang siapa yang mendengarkan gunjingan (ghibah) serta ridha atau senang terhadapnya, maka dia telah ikut melakukan dosa, sebagaimana juga orang yang membela kehormatan saudaranya yang digunjing, maka dia juga mendapatkan pahala yang besar, "merupakan hak Allah untuk membebaskannya dari neraka."
Diriwayatkan bahwa Ibrahim bin Adham mengundang orang-orang dalam sebuah jamuan. Tatkala mereka duduk di hadapan hidangan, mereka justru asyik membicarakan seseorang. Maka berkatalah Ibrahim, "Sesungguhnya orang-orang sebelum kita, mereka memakan roti kemudian baru makan daging, namun kalian kini memulai dengan makan daging (sindiran untuk menggunjing, pen) sebelum makan roti."

Maka selayaknya setiap muslim bersikap cemburu terhadap agamanya, yakni dengan bersikap tidak rela jika ada seseorang yang melakukan ghibah dihadapannya. Karena kalau sampai rela, maka dia telah bersekutu dalam dosa dengan si penggunjing, kalau sekiranya tidak mampu melakukan pembelaan atau menghentikannya maka sebaiknya meninggalkan tempat tersebut.

Demikian pula harus berhati-hati dari melakukan ghibah dengan alasan untuk meluruskan orang lain dan maslahat dakwah. Sebab terkadang ini merupakan tipu daya setan yang sering menjerumuskan manusia, dimana ghibah yang mereka lakukan mereka kira sebagai bentuk maslahat atau pun nasihat. Kalau pun itu benar-benar sebagai nasihat, maka kita juga harus perhatikan penerapannya, sebab terkadang hal tersebut menjadi pemicu bagi terjadinya sesuatu yang tidak pernah diprediksikan sebelumnya akan seperti apa.

Oleh karenanya marilah kita berpegang pada sebuah pesan yang merupakan pesan dari Rasulullah kepada kita sebgai umatnya barang siapa beriman kepada Allah, maka hendaklah berkata yang baik atau diam. Apabila kita tidak mampu berkata yang baik lagi benar, maka diam adalah lebih baik bagi kita. Karena dalam hal ini diam adalah emas dan berbicara adalah perak. Wallahu a'lam bish shawab.

Mengukur Kekuatan Manusia



Berbicara masalah kekuatan manusia kita selalu melihat pada penampilan fisik. Padahal Rasulullah SAW sendiri tidak hanya menilai dari  fisiknya saja, tapi ada dimensi lain yang sering dilupakan sebagian manusia, yaitu dimensi “wilayah rasa”. Justru pada dimensi inilah terletak keberadaan manusia yang sesungguhnya. Sebagaimana sabda beliau yang artinya :
“Orang yang kuat itu bukan orang yang (tak terkalahkan) saat berkelahi, akan tetapi orang yang kuat adalah mereka yang dapat mengendalikan dirinya pada saat emosi. “(Riwayat Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)
Orang yang kuat, menurut Rasulullah adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya saat hatinya bergejolak marah. Pada saat seperti itu, ia mampu menahannya dengan kesabarannya dan mengalahkannya dengan keteguhan hatinya. Ia tidak membiarkan jiwanya terlepas liar bersama dengan letupan bunga api kemarahannya, yang kemudian dengan seenaknya mengeluarkan caci maki, kata-kata murka, dan omongan kotor lainnya. Ia tetap dapat mengendalikan kata-kata yang keluar dari mulutnya agar tetap normal, rasional, dan proporsional. 
Marah adalah watak yang tersembunyi pada diri setiap manusia yang sewaktu-waktu dapat terpancing oleh emosi terdalam yang selalu ada di benak jiwa kiat. Orang yang sehat hatinya tidak mudah terpengaruh oleh pemicu tersebut, akan tetapi bagi orang yang sudah terjangkiti penyakit “asma”, pemicu di sekitarnya dapat mengubahnya menjadi sesak nafas, bahkan tersumbat saluran pernafasannya. Begitulah gambaran orang yang tidak dapat mengendalikan nafsu marahnya. Ia begitu mudah terprovokasi, dan terpancing emosionalnya .
Kita harus mempu mengkounter semua jalan keinginan nafsu lawwamah yang menghancurkan jiwa kita. Kita harus membentuk bala tentara yang mampu mengendalikan nafsu yang menjatuhkan kehormatan diri dan kemanusiaan pada jiwa kita.
Betapa banyak jiwa-jiwa yang terperosok hanya karena tidak mampu menahan emosinya? Seorang yang munkin intelektual tak lagi bicara ilmiah jika sedang emosi. Seorang ustadz tak lagi berkata santun saat emosi bercampur rasa amarah. Seorang ibu tak lagi berkata lembut kepada anaknya saat kehilangan kendali. Seorang ayah berkata dengan tindakan kasarnya saat emosi tak terkendali. Seorang pejabat dengan mudahnya berbuat yang menyimpang hanya gara-gara tidak mampu menahan gejolak hawa nafsunya maka kemudian yang terjadi adalah kegiatannya seperti tidak ada penyimpangan. 
Apalagi jika penyimpangan itu tidak dia sadari, sepertinya ia tidak sadar kalau jiwanya sudah dikendalikan oleh hawa nafsu. Dan yang lebih membahayakan kalau terjadi kolaborasi antara hawa nafsu dengan setan maka jadilah jiwa kita bulan-bulanan dikerjain oleh setan-setan. 
Tak salah jika Rasulullah mendefinisikan orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan marahnya dan mampu melawan hawa nafsunya. Sebagaimana ketika Rasulullah pulang dari berperang bersama para sahabatnya, beliau mengatakan bahwa kita baru saja pulang dari perang kecil, lantas sahabat bertanya “wahai Rasulullah masih adakah perang yang lebih besar? Masih jawa Rasul” yaitu ; perang melawan hawa nafsu”. Wallahu a’lam bissawaab.

Mengenal Rasululloh beserta sifat-sifatnya


Mengenal Rasul perlu mengenal sifat-sifatnya. Bahagian tingkah laku, seperti kepribadian, dan penampilan beliau diwarnai oleh sifat terpuji. Ya yang saya maksud disini adalah Nabi Muhammad SAW dapat digambarkan melalui sifat-sifatnya. Dengan mengetahui sifatnya diharapkan kita menyadari siapa sebenarnya Rasulullah dan kemudian kita dapat meneladaninya. 

Kehidupan sehari-hari Nabi seperti manusia biasa pada umumnya beliau sangat sederhana, meskipun sebenarnya istri beliau adalah seorang pengusaha. Dari kesederhanaan inilah rupanya yang menarik untuk diikuti oleh para sahabatnya pada waktu itu, selain tingkah lakunya yang sangat rendah  hati, dari sifat ini saja sudah dapat mengundang rasa simpati.

Koreksi Nasrudin Joha pada Raja Timur Lenk

Ketika saya membaca ayat pada suroh Thoha ayat 44 yang artinya ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah-lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” Dari ayat ini Allah menceritakan kepada manusia akhir zaman dan terkhusus buat umat islam, perintah dari ayat ini sebenarnya tidak hanya ditujukkan kepada Musa dan Harun ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk memperingatkan Fir’aun ketika ia berkuasa dengan penuh kezholiman. Tapi ayat ini sebenarnya juga berlaku buat umat sekarang, ya bagaimana umat seharusnya dalam bersikap ketika para penguasa zholim atau diktator dalam memimpin sebuah negara.

Berbicara masalah ayat diatas tentu masih sangat relavan untuk dijalankan pada saat ini, mengingat betapa banyak tragedi yang memilukan hanya gara-gara salah cara menyampaikan peringatan kepada Penguasa. Sebenarnya kalau kita mau belajar bagaimana cara bijak dalam menyampaikan nasehat atau teguran kepada Penguasa itu banyak cara, salah satu contoh kita bisa belajar pada Nasrudin Joha beliau adalah seorang sufi yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad kekhalifahan Islam hingga penaklukan Bangsa Mongol. Walaupun orangnya kelihatan seperti suka melawak dan bertingkah aneh-aneh, tapi orang senang dengan gayanya salah satunya kalau berbicara selalu ada humornya.

Dalam sebuah riwayat memang dikatakan yakni ketika ia masih muda, Nasrudin selalu membuat ulah yang menarik bagi teman-temannya, sehingga mereka sering lalai akan pelajaran sekolah. Sampai-sampai kemudian gurunya yang bijak sempat meramalkan: "Kelak, ketika Nasrudin sudah dewasa, ia akan menjadi orang yang bijak. Tetapi, sebijak apa pun kata-katanya, orang-orang akan selalu menertawainya."

Dan terbukti ketika ia sudah dewasa banyak lelucon yang ia lakukan dalam berinteraksi dengan siapapun baik dengan orang yang dikenalnya maupun yang tidak dikenalnya. Namun selucu-lucunya dia, ketika ia berhadapan dengan penguasa ia bisa menempatkan dirinya dan kalau dimintai nasehat oleh penguasa ia dapat menyampaikan dengan penuh bijaksana. Mungkin diantara pembaca sudah pernah tau tentang hal ini, yaitu ketika Raja Timur Lenk mengundang para ulama untuk hadir keistananya, undangan itu dimaksudkan adalah untuk minta pandangan rakyatnya. Dari setiap ulama sampai rakyat jelata mendapat pertanyaan yang sama:

"Jawablah: apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal."
Dari masalah ini banyak rakyat menjadi korban ditangan Rajanya sendiri bahkan ulamanya sendiri dibantai oleh Timur Lenk ini. Dan akhirnya, tibalah waktunya Nasrudin diundang ke Istana. Ini adalah perjumpaan resmi Nasrudin yang pertama dengan Timur Lenk. Timur Lenk kembali bertanya dengan angkuhnya :

"Jawablah: apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal."
Dengan menenangkan diri, kemuidan ia menarik nafas dengan perlahan-lahan kemudian ia menjawab :
"Sesungguhnya, kamilah, para penduduk di sini, yang merupakan orang-orang lalim dan abai. Sedangkan Anda adalah pedang keadilan yang diturunkan Allah yang Maha Adil kepada kami."
Setelah berpikir sejenak, Timur Lenk mengakui kecerdikan jawaban itu. Maka untuk sementara Nasrudin Joha terbebas dari kejahatan Timur Lenk. Nah dengan bebasnya Nasrudin ia pun meninggalkan istana Raja untuk kemudian membuat trategi baru dan niat Nasrudin bagaimana suatu saat sang Raja bisa sadar dan insaf atas perbuatannya.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...