Membangun BAHTERA Kehidupan


 Ketika saya membaca Al-Qur’an tiba-tiba saya terhenti pada ayat yang membahas tentang sebuah bahtera yaitu kapal yang begitu tenangnya berlayar di samudera nan luas, dan cerita inipun mampu membangkitkan ingatanku pada  masa lampau ketika aku bersama 4 orang teman yang pada waktu itu kalau tidak salah tahun 1997 saya hampir ketinggalan kapal, ceritanya pada waktu itu dari Palu mau ke Balikpapan, ya kami berlima hampir ditinggal pergi sama kapal Pelni yang hendak berlayar, kejadian pada waktu itu sedikit menegangkan karena tangga kapal sudah ditarik ke atas sama petugasnya.

Maka yang terjadi kemudian saling menyalahkan diantara kami berlima dan masing-masih diri merasa tidak ada yang salah, karena semua merasa paling benar. Dan yang lebih seru lagi salah satu teman kami sangat ngotot minta diturunkan kembali tangga kapalnya, saya sendiri pada waktu itu hanya berdo’a pada Allah agar petugasnya dibukakan hatinya untuk mau menurunkan kembali tangganya. Dan Alhamdulillah petugas tersebut mau untuk menurunkan kembali tangga kapalnya, akhirnya kami bisa naik dengan perasaan haru dan senang. 

Ya arti dari ayat 31 pada suroh Luqman mampu membangkitkan ingatanku pada masa lampau dan kalau kita renungkan sebenarnya banyak pelajaran yang bisa diambil dari cerita tentang bahtera ini, agar lebih jelasnya silahkan baca dulu artinya:  

Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi setiap orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.

Sungguh betapa besar karunia yang Allah berikan kepada umat manusia terkhusus buat umat islam dengan ditundukkannya alam seperti lautan , daratan dengan segala makhluk hidup yang ada di dalamnya itu benar-benar diperutukkan buat umat manusia, buat dinikmati namun dengan segala kenikmatan itu sebenarnya Allah juga dalam rangka untuk menguji siapa gerangan yang mampu bersabar baik dalam kondisi nikmat maupun dalam kondisi sengsara.
Dan juga melalui cerita ayat ini Allah SWT ingin memperlihatkan salah satu kekuasaan-Nya berupa bahtera yang berlayar di samudera yang luas. Bahtera itu mampu berlayar mengarungi samudera berkat nikmat dari Allah. Allah telah memberikan ilusterasi dalam bentuk perwujudan bahtera sebagai tanda kekuasaan-Nya untuk kita jadikan pelajaran bagi kehidupan kita sehari-hari.

Dari ilusterasi  sebuah bahtera itu dapat dimaknai. Bukankah kehidupan kita bagaikan mengendarai bahtera yang sedang terapung mengarungi samudera kehidupan di dunia ini dan faktanya memang dunia ini ia berlayar di samudera alam yang bebas ia terus dalam posisi mengambang, dan apabila masanya berakhir maka bola dunia ini akan berbenturan dengan bahteralain atau benda-benda angkasa lainnya seperti meteor, komet bahkan antar planet lainnya, inilah yang dinamakan kiamat.

Kembali kepada pembahasan awal bahwa sebelum digunakan mengarungi samudera, kapal haruslah dipersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Contohnya, dibuat dengan bahan-bahan berkualitas tingi, yaitu berupa amal saleh (suatu perbuatan yang bukan sekadar baik, tapi perbuatan baik yang sesuai dengan aturan-aturan agama). Karena kalau menyimpang dalam artian tidak sesuai dengan rancangan-Nya maka yakinlah kita akan menemui kegagalan demi kegagalan, dan kita tidak ingin seperti itu, oleh karenanya kita mesti berusaha palin tikdak memilih perbuatan yang bukan saja baik untuk diri kita, tapi juga memberi mamfaat buat orang lain.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya bahtera juga harus dipromotori oleh ahli dibidangnya. Karena bila bahtera dipandu oleh sembarang orang, maka yakinlah dalam waktu yang tidak terlalu lama bahtera  itu akan tidak sempurna antara sisi dengan sisi lainnya, maka yang terjadi kemudian tidak ada keseimbangan dan ini berujung pada kehancuran bagi tatanan kehidupan bermasyarakat. Jauh-jauh hari Rasulullah SAW pernah mewasiatkan tentang bahaya ini, yakni kalau suatu urusan itu diserahkan kepada seseorang yang bukan pakarnya, maka yakinlah tunggu saja kehancurannya. Dan sekarang bangsa ini sepertinya sudah tidak jelas mau diarahkan kemana?

Dan selanjutnya, bahtera tadi harus dijalankan oleh seorang yang mengerti cara mengendalikan kapal, tahu ke mana tujuan kapal, memahami seluk beluk samudera yang dilalui, dan menguasai ilmu yang terkait dengan pelayaran. Ya memiliki wawasan tentang kenegaraan dengan segala perangkat hukumnya, kalau berbicara masalah aturan tentu kita mesti tau dulu apa sebab aturan itu dibuat dan mengapa juga alam bisa teratur semua itu penuh dengan aturan-Nya.

Demikian pula bahtera kehidupan yang kita bangun, harus dijalankan oleh orang yang baik yakni yang amanah dan menjunjung tinggi hak keadilan bagi siapa saja tanpa pandang bulu. Bahtera kehidupan yang akan mengantarkan kita pada kehidupan yang kekal dan abadi, tidak mungkin diserahkan kepada seorang pemimpin yang bodoh, egois, dan tiran atau diktator pada rakyatnya. Kita mesti memilih pemimpin yang adil, memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, visi dan misi jelas, jujur, dan mendahulukan kepentingan penghuni bahtera tersebut.

Dalam mengarungi samudera, para penumpang kapal tidak selamanya berada dalam kondisi yang tenang. Tidak jarang ombak gulung-gemulung menyerang, badai dahsyat menghantam, dan karang tajam menghadang. Dalam kondisi seperti inilah para pemimpin harus mampu menenangkan para penumpang dan menjamin keselamatan mereka. Dalam konteks beragama, penyelamatan penumpang itu, antara lain, dengan menyeru manusia kembali kepada Allah, dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya sedekat-dekatnya.

Bukan hanya dalam kondisi kesempitan, dalam kelapangan pun pemimpin juga terus harus mengingatkan rakyatnya. Sudah menjadi kecenderungan, ketika harta telah diraih, kepandaian telah dikuasai, jabatan dan kekuasaan telah didapat, dan segala nikmat dirasakan, seringkali Allah kita lupakan, ibadah kita ditinggalkan. Kita lupa bersyukur. Kita lupa bahwa kapal kehidupan ini berlayar di atas samudra Allah Sang Maha Kuasa yang mengatur jaga ini. Wallu a’lam bissawaab.


Siapa dalang dibalik Liberalisme dan ‘Fundamentalisme'

Berbicara gerakan Jaringan Islam Liberal dan Pundamentalis sebenarnya lebih berunsur pengaruh eksternal ketimbang perkembangan alami dari dalam tradisi pemikiran Islam sendiri. Leornard Binder, diantara sarjana Barat keturunan Yahudi yang bertanggungjawab mencetuskan pergerakan Islam liberal dan mengorbitkannya pada era 80-an, telah memerinci agenda-agenda penting Islam Liberal dalam bukunya Islamic Liberalism: A Critique of Development Ideologies. Dalam buku tersebut ia menjelaskan premis dan titik tolak perlunya pergerakan Islam Liberal didukung dan di sebar luaskan. Selain rational discourse yang merupakan tonggak utamanya, gerakan ternyata tidak lebih daripada alat untuk mencapai tujuan politik yaitu menciptakan pemerintahan Liberal ala Barat (AS dan Eropa). Antek Yahudi dan Barat bentuk lainnya?. Dari apa yang saya bahas ini merupakan lanjutan dari tulisan saudara Khalif Mu'ammar

Siapakah para Pendusta Agama


Dalam salah satu riwayat yang telah disampaikan kembali oleh Abu Hurairah ra, dikatakan bahwa Nabi Saw bersabda: sesungguhnya orang pertama yang akan diputuskan dalam pengadilan padang masyhar pada hari kiamat kelak ialah seorang yang mati syahid. Maka, dihadapkan kepada Allah dan diingatkan kepadanya akan nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan hal itu diakuinya. Kemudian ditanya oleh Allah, ''Lalu, apakah amalanmu dalam nikmat itu?''

Jawabnya, ''Aku telah berperang untuk-Mu hingga mati syahid.'' Maka Allah berfirman: ''Bohong kamu, sebenarnya kamu berperang untuk dikenal sebagai pahlawan yang gagah berani.'' Lalu ia diseret oleh malaikat dan diperintahkan untuk dilempar ke dalam neraka.

Yang kedua dihadapkan kepada Allah adalah orang yang belajar ilmu agama dan mengajarkannya, serta pandai membaca Alquran. Maka diberitakan tentang nikmat-nikmat yang telah ia peroleh dan ia mengakuinya. Lalu ia ditanya: ''Lalu, apakah amalanmu di dalamnya?''

Jawab orang itu: ''Aku telah belajar ilmu untuk-Mu dan mengajarkannya, serta membaca Alquran untuk-Mu.'' Allah berfirman: ''Bohong kamu, sebenarnya engkau belajar ilmu agar mendapatkan gelar alim, membaca Alquran agar mendapat gelar qari, dan engkau sudah menikmatinya di dunia.'' Kemudian diperintahkan kepada malaikat untuk mencampakkannya ke dalam neraka.

Orang yang ketiga dihadapkan kepada Allah adalah yang diluaskan rezekinya dan diberi oleh Allah berbagai kekayaan. Maka diberitakan kepadanya tentang nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, dan ia mengakuinya. Lalu ia ditanya: ''Lantas, apakah amalanmu di dalamnya?'' Jawab orang itu: ''Tiada suatu jalan pun yang Engkau perintahkan selain selain kusedhqahkan harta di dalamnya, dan itu semata-mata karena-Mu.''

Jawab Allah: ''Bohong kamu, tetapi kamu mendermakan harta itu agar disebut dermawan, dan tkenyataannya kamu menjadi terkenal karena kedermawanan kamu di dunia.'' Maka Allah kemudian memerintahkan malaikatnya untuk melemparkan orang itu ke dalam neraka. Seseorang datang bertanya kepada Rasulullah: ''Apakah yang menjadi penyelamat kelak (di hari kiamat) ya Rasulullah?''

Rasulullah pun menjawab: ''Jangan menipu atau mempermainkan Allah.'' Tanya orang itu lagi: ''Apa maksudnya mempermainkan atau menipu Allah ya Rasulullah?'' Jawab Rasulullah: ''Mengerjakan perintah Allah dan ajaran Rasulullah bukan bertujuan untuk mencapai ridho-Nya, tetapi untuk mencapai kepentingan-kepentingan kepada orang lain.

Karena itu berhati-hatilah kamu kepada riya, karena riya berarti syirik terhadap Allah. Orang yang riya itu pada hari kiamat kelak akan dipanggil di muka umum dengan empat nama yaitu hai kafir, hai orang yang durhaka, hai orang yang lancang, hai orang yang rugi, sia-sia saja amalanmu selama di dunia dan batal (hilang) sudah pahalamu selamanya.''

Umat Islam jangan mudah Terprovokasi

Akhir-akhir ini umat islam gampang sekali tersulut emosi, hanya gara-gara masalah biasa yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara dialog. Permasalahan ini sebenarnya semenjak zaman Nabi sudah terjadi. Seperti kita ketahui zaman dahulu pada saat Nabi sudah berada di Madinah, ya sempat ada berita heboh, sebuah berita miring yang tersebar begitu cepat, karena dibicarakan dari mulut kemulut. Ya setelah diselidiki ternyata provokatornya dari kalangan munafiq yang memang tujuannya untuk menghancurkan Islam, namun sungguh Allah Maha Kuasa melindungi kaum muslimun pada saat itu sehingga kedok-kedok mereka terbongkar. Maka kaum mus-limin pun tahu, bahwa apa yang selama ini tersebar di masyarakat Madinah tentang keluarga Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tak lebih hanya sebagai isapan jempol, semuanya dusta.

Kisah di atas memberikan pelajaran bagi kita, tentang bagaimana mudahnya manusia mempercayai berita negatif yang menyangkut seseorang. Adalah merupakan watak masyarakat awam, bahwa mereka amat mudah terprovokasi oleh orang lain. Sehingga amat banyak manusia yang memanfaatkan titik kelemahan masyarakat ini sebagai sarana untuk mencapai ambisi dan tujuan pribadinya.

Kaum muslimin, adalah umat yang senantiasa dianjurkan untuk berlaku adil, tidak mudah terprovokasi dan tidak gampang memvonis orang hanya bersandarkan kepada berita semata, semuanya harus dilihat secara jernih dan teliti. Dan andaikan berita itu benar, maka tetap saja tak selayaknya sesama muslim saling menceritakan dan menye-barkan aib saudaranya. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah memberikan predikat "pendusta" kepada orang yang menceritakan setiap berita yang dia dengar, "kafa bil mar'i kadziban."

Kaitannya dengan masalah provokasi ini sebenarnya ada beberapa langkah yang semestinya dilakukan oleh setiap kaum muslimin ketika mendengar berita yang menyangkut seseorang. Mudah-mudahan dengan menjalankannya, kita semua dapat menjadi pribadi-pribadi yang menjunjung keadilan yang menyeluruh, tidak begitu gampangan untuk dihasut atau diprovokasi oleh berbagai macam isu-isu atau pun berita-berita yang belum jelas dari mana sumbernya.

1. Lihatlah Keadaan Penyampai Berita

Hal ini berlandaskan kepada firman Allah Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti” (QS. Al Hujurat: 6)

Dalam ayat ini Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan kita untuk  tabayyun yaitu kroscek kebenaran berita tersebut. Dan sebelumnya tentu harus dilihat terlebih dahulu keadan si pembawa berita, apakah dia seorang yang jujur dan bisa bertanggung-jawab atau kah seorang yang fasiq? Tabayyun terhadap berita yang disampaikan oleh seorang fasiq adalah wajib hukumnya.

Maka apabila kita mendengar berita tetang seseorang, sudah sepantasnya dilihat terlebih dahulu orang yang menyampaikan berita tersebut. Karena bisa jadi dia sedang ada permusuhan, sengketa, hasad, dendam atau persaingan tidak sehat dengan orang yang dia tuduh. Dan boleh jadi juga, dia (penyampai berita) memang orang yang ada cacat di dalam sisi agama dan amanahnya, sehingga beritanya layak untuk di tolak.

Berkata Imam as Sakhawi, "Ibnu Abdil Barr berpendapat, bahwa ahli ilmu tidak menerima jarh (berita negatif), kecuali dengan bukti yang jelas, kalau sekiranya dalam kasus itu ada permusuhan maka selayaknya berita tersebut tidak diterima."

2. Mengecek Kebenaran Berita

Setelah kita melihat keadaan pembawa berita, maka langkah selanjutnya adalah melihat kebenaran berita yang disampaikan (tabayyun).

Mengomentari firman Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam ayat enam surat al Hujurat, Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syanqithi berkata," Ayat dari surat al Hujurat ini menunjukkan dua permasalahan:

Pertama, Bahwa apabila seorang fasiq membawa berita, maka boleh untuk diketahui kebenarannya, apakah berita yang disampaikan si fasiq itu benar atau dusta, maka wajib untuk tatsabbut (dicek).

Kedua, Berdasarkan ini ahli ilmu ushul berpendapat tentang diterima-nya berita yang adil, karena firman Allah, "Jika datang kepadamu seorang fasiq dengan membawa berita, maka telitilah" mengisyaratkan kepada berita yang disampaikan. Maksud saya pengertian balik (mafhum mukhalafah) dari ayat ini adalah kalau yang datang membawa berita bukan orang fasiq, namun seorang yang adil (terpercaya), maka tidak harus diteliti beritanya.

Demikian pula di dalam periwayatan atau menukil ilmu, maka harus dibedakan antara rawi yang bagus hafalannya dengan yang buruk hafalannya, yang bagus pemahamannya dengan yang tidak, yang bagus ta'bir (ungkapan bahasanya) dengan yang rendah, apa lagi dalam hal kejujuran dan amanahnya.

Karena suatu berita apabila disampaikan oleh orang yang lemah ingatannya atau buruk pemahamannya, atau pun tidak bagus ungkapannya, maka berita itu menjadi lemah. Oleh karenanya berita tersebut musti diteliti, karena bisa jadi berita tersebut menjadi cacat dan tidak akurat, entah itu dengan menyebutkan spesifik dari yang umum atau menyebut terperinci dari yang global. Atau dia mengungkap-kan dengan pemahamannya yang keliru sehingga berbeda dengan maksud yang sebenarnya, dan bahkan menyebutkan kalimat yang tidak pernah diucapkan oleh nara sumber atau pun mengurangi sebagian kalimat yang sebenarnya penting, namun dianggap tidak penting oleh penyampai berita karena salah pemahamannya.

Demikian pula mungkin si pembawa berita salah di dalam mengungkapkan dan memilih kata, sehingga maksudnya menjadi berbeda dengan maksud pengucapnya. Dan yang lebih parah kalau seluruh hal tersebut terdapat di dalam diri seseorang, kabar yang disampaikan tentu menjadi berantakan tidak karuan.

Maka terkadang terjadi di masa ini seseorang membawakan fatwa seorang ulama yang berbeda dengan fatwa sebenarnya, yang disebabkan karena lemahnya hafalan atau kurangnya pemahaman, kadang pula karena salah dalam mengungkapkan, dan kenyataan membuktikan itu semua.
Demikian pula kabar-kabar yang menyangkut pribadi seseorang atau sebuah lembaga yang sama sekali tidak memiliki landasan yang benar. Kesemua itu tidak lain karena sebab-sebab yang telah tersebut di atas, ini jika memang pembawa berita kita anggap sebagai orang yang jujur dan terbebas dari segala tuduhan dusta.

Imam al Hasan al Bashri berkata,"Seorang mukmin adalah abstain (diam) sehingga dia bertabayyun."

Yang perlu ditekankan dalam permasalahan ini adalah barang siapa yang diketahui sebagai seorang yang jujur, bagus agamanya, bagus hafalan dan pemahamannya, bagus di dalam ungkapan serta penyampaiannya, maka kita terima beritanya tanpa harus meneliti terlebih dahulu. Jika ada cacat dalam salah satu sifat-sifat di atas, maka barulah tatsabbut terhadap berita itu dilakukan, khususnya jika menyangkut permasalahan yang urgen.
Maka ketika kita menyampaikan berita, berupa fatwa ulama, ucapan yang bersumber dari seseorang atau dari sebuah lembaga, yang paling utama adalah semaksimal mungkin menyampaikannya berdasarkan apa adanya teks atau kalimat secara utuh, sebagai upaya untuk menjauhi terjadi-nya hal-hal yang tidak diinginkan.

Semua yang tersebut di atas telah diisyaratkan melalui sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam sebagai berikut, artinya:
"Semoga Allah memberikan cahaya kepada seorang hamba yang mendengarkan ucapanku lalu menghafal dan memahaminya, menyampaikannya kepada yang belum mendengarnya. Berapa banyak pembawa ilmu yang tidak faham terhadapnya, dan berapa banyak orang yang menyampaikan ilmu kepada yang lebih faham daripada dirinya." (HR.Ahmad dalam al Musnad 4/87)

Yang dapat diambil pelajaran dari hadits di atas adalah:
·           Sabda Nabi,"Lalu dia menghafal dan memahaminya" mengisyaratkan kepada hafalan yang kuat dan pemahaman yang benar (lurus).
 
·           Sabda Nabi,"Dan menyampaikannya kepada yang belum mendengarnya," mengisyaratkan pada penyampaian berita sesuai dengan bunyi nash (teks).
 
·           Sabda Nabi,"Berapa banyak pem-bawa ilmu namun tidak faham terhadapnya,"menunjukkan kepada orang yang lemah pemahamannya.
 
·           Sabda Nabi,"Berapa banyak orang yang menyampaikan ilmu kepada yang lebih faham dari pada dirinya,"menunjukkan perbedaan tingkatan pemahaman, dan bahwa orang yang mendengarkan berita bisa jadi mampu mengambil kesimpulan berupa sesuatu yang tidak pernah disimpulkan oleh perawi.
Inilah pesan yang simpel tapi padat (jawami' al kalam) yang disampaikan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam kepada kita semua.

3. Menolak Ghibah

Telah bersabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya:
"Barang siapa yang membela kehormatan saudaranya yang sedang digun-jingkan maka merupakan hak Allah untuk membebaskannya dari api neraka." (HR. Ahmad, lihat shahih al jami' No.6240)

Barang siapa yang mendengarkan gunjingan (ghibah) serta ridha atau senang terhadapnya, maka dia telah ikut melakukan dosa, sebagaimana juga orang yang membela kehormatan saudaranya yang digunjing, maka dia juga mendapatkan pahala yang besar, "merupakan hak Allah untuk membebaskannya dari neraka."
Diriwayatkan bahwa Ibrahim bin Adham mengundang orang-orang dalam sebuah jamuan. Tatkala mereka duduk di hadapan hidangan, mereka justru asyik membicarakan seseorang. Maka berkatalah Ibrahim, "Sesungguhnya orang-orang sebelum kita, mereka memakan roti kemudian baru makan daging, namun kalian kini memulai dengan makan daging (sindiran untuk menggunjing, pen) sebelum makan roti."

Maka selayaknya setiap muslim bersikap cemburu terhadap agamanya, yakni dengan bersikap tidak rela jika ada seseorang yang melakukan ghibah dihadapannya. Karena kalau sampai rela, maka dia telah bersekutu dalam dosa dengan si penggunjing, kalau sekiranya tidak mampu melakukan pembelaan atau menghentikannya maka sebaiknya meninggalkan tempat tersebut.

Demikian pula harus berhati-hati dari melakukan ghibah dengan alasan untuk meluruskan orang lain dan maslahat dakwah. Sebab terkadang ini merupakan tipu daya setan yang sering menjerumuskan manusia, dimana ghibah yang mereka lakukan mereka kira sebagai bentuk maslahat atau pun nasihat. Kalau pun itu benar-benar sebagai nasihat, maka kita juga harus perhatikan penerapannya, sebab terkadang hal tersebut menjadi pemicu bagi terjadinya sesuatu yang tidak pernah diprediksikan sebelumnya akan seperti apa.

Oleh karenanya marilah kita berpegang pada sebuah pesan yang merupakan pesan dari Rasulullah kepada kita sebgai umatnya barang siapa beriman kepada Allah, maka hendaklah berkata yang baik atau diam. Apabila kita tidak mampu berkata yang baik lagi benar, maka diam adalah lebih baik bagi kita. Karena dalam hal ini diam adalah emas dan berbicara adalah perak. Wallahu a'lam bish shawab.

Mengukur Kekuatan Manusia



Berbicara masalah kekuatan manusia kita selalu melihat pada penampilan fisik. Padahal Rasulullah SAW sendiri tidak hanya menilai dari  fisiknya saja, tapi ada dimensi lain yang sering dilupakan sebagian manusia, yaitu dimensi “wilayah rasa”. Justru pada dimensi inilah terletak keberadaan manusia yang sesungguhnya. Sebagaimana sabda beliau yang artinya :
“Orang yang kuat itu bukan orang yang (tak terkalahkan) saat berkelahi, akan tetapi orang yang kuat adalah mereka yang dapat mengendalikan dirinya pada saat emosi. “(Riwayat Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)
Orang yang kuat, menurut Rasulullah adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya saat hatinya bergejolak marah. Pada saat seperti itu, ia mampu menahannya dengan kesabarannya dan mengalahkannya dengan keteguhan hatinya. Ia tidak membiarkan jiwanya terlepas liar bersama dengan letupan bunga api kemarahannya, yang kemudian dengan seenaknya mengeluarkan caci maki, kata-kata murka, dan omongan kotor lainnya. Ia tetap dapat mengendalikan kata-kata yang keluar dari mulutnya agar tetap normal, rasional, dan proporsional. 
Marah adalah watak yang tersembunyi pada diri setiap manusia yang sewaktu-waktu dapat terpancing oleh emosi terdalam yang selalu ada di benak jiwa kiat. Orang yang sehat hatinya tidak mudah terpengaruh oleh pemicu tersebut, akan tetapi bagi orang yang sudah terjangkiti penyakit “asma”, pemicu di sekitarnya dapat mengubahnya menjadi sesak nafas, bahkan tersumbat saluran pernafasannya. Begitulah gambaran orang yang tidak dapat mengendalikan nafsu marahnya. Ia begitu mudah terprovokasi, dan terpancing emosionalnya .
Kita harus mempu mengkounter semua jalan keinginan nafsu lawwamah yang menghancurkan jiwa kita. Kita harus membentuk bala tentara yang mampu mengendalikan nafsu yang menjatuhkan kehormatan diri dan kemanusiaan pada jiwa kita.
Betapa banyak jiwa-jiwa yang terperosok hanya karena tidak mampu menahan emosinya? Seorang yang munkin intelektual tak lagi bicara ilmiah jika sedang emosi. Seorang ustadz tak lagi berkata santun saat emosi bercampur rasa amarah. Seorang ibu tak lagi berkata lembut kepada anaknya saat kehilangan kendali. Seorang ayah berkata dengan tindakan kasarnya saat emosi tak terkendali. Seorang pejabat dengan mudahnya berbuat yang menyimpang hanya gara-gara tidak mampu menahan gejolak hawa nafsunya maka kemudian yang terjadi adalah kegiatannya seperti tidak ada penyimpangan. 
Apalagi jika penyimpangan itu tidak dia sadari, sepertinya ia tidak sadar kalau jiwanya sudah dikendalikan oleh hawa nafsu. Dan yang lebih membahayakan kalau terjadi kolaborasi antara hawa nafsu dengan setan maka jadilah jiwa kita bulan-bulanan dikerjain oleh setan-setan. 
Tak salah jika Rasulullah mendefinisikan orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan marahnya dan mampu melawan hawa nafsunya. Sebagaimana ketika Rasulullah pulang dari berperang bersama para sahabatnya, beliau mengatakan bahwa kita baru saja pulang dari perang kecil, lantas sahabat bertanya “wahai Rasulullah masih adakah perang yang lebih besar? Masih jawa Rasul” yaitu ; perang melawan hawa nafsu”. Wallahu a’lam bissawaab.

Mengenal Rasululloh beserta sifat-sifatnya


Mengenal Rasul perlu mengenal sifat-sifatnya. Bahagian tingkah laku, seperti kepribadian, dan penampilan beliau diwarnai oleh sifat terpuji. Ya yang saya maksud disini adalah Nabi Muhammad SAW dapat digambarkan melalui sifat-sifatnya. Dengan mengetahui sifatnya diharapkan kita menyadari siapa sebenarnya Rasulullah dan kemudian kita dapat meneladaninya. 

Kehidupan sehari-hari Nabi seperti manusia biasa pada umumnya beliau sangat sederhana, meskipun sebenarnya istri beliau adalah seorang pengusaha. Dari kesederhanaan inilah rupanya yang menarik untuk diikuti oleh para sahabatnya pada waktu itu, selain tingkah lakunya yang sangat rendah  hati, dari sifat ini saja sudah dapat mengundang rasa simpati.

Koreksi Nasrudin Joha pada Raja Timur Lenk

Ketika saya membaca ayat pada suroh Thoha ayat 44 yang artinya ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah-lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” Dari ayat ini Allah menceritakan kepada manusia akhir zaman dan terkhusus buat umat islam, perintah dari ayat ini sebenarnya tidak hanya ditujukkan kepada Musa dan Harun ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk memperingatkan Fir’aun ketika ia berkuasa dengan penuh kezholiman. Tapi ayat ini sebenarnya juga berlaku buat umat sekarang, ya bagaimana umat seharusnya dalam bersikap ketika para penguasa zholim atau diktator dalam memimpin sebuah negara.

Berbicara masalah ayat diatas tentu masih sangat relavan untuk dijalankan pada saat ini, mengingat betapa banyak tragedi yang memilukan hanya gara-gara salah cara menyampaikan peringatan kepada Penguasa. Sebenarnya kalau kita mau belajar bagaimana cara bijak dalam menyampaikan nasehat atau teguran kepada Penguasa itu banyak cara, salah satu contoh kita bisa belajar pada Nasrudin Joha beliau adalah seorang sufi yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad kekhalifahan Islam hingga penaklukan Bangsa Mongol. Walaupun orangnya kelihatan seperti suka melawak dan bertingkah aneh-aneh, tapi orang senang dengan gayanya salah satunya kalau berbicara selalu ada humornya.

Dalam sebuah riwayat memang dikatakan yakni ketika ia masih muda, Nasrudin selalu membuat ulah yang menarik bagi teman-temannya, sehingga mereka sering lalai akan pelajaran sekolah. Sampai-sampai kemudian gurunya yang bijak sempat meramalkan: "Kelak, ketika Nasrudin sudah dewasa, ia akan menjadi orang yang bijak. Tetapi, sebijak apa pun kata-katanya, orang-orang akan selalu menertawainya."

Dan terbukti ketika ia sudah dewasa banyak lelucon yang ia lakukan dalam berinteraksi dengan siapapun baik dengan orang yang dikenalnya maupun yang tidak dikenalnya. Namun selucu-lucunya dia, ketika ia berhadapan dengan penguasa ia bisa menempatkan dirinya dan kalau dimintai nasehat oleh penguasa ia dapat menyampaikan dengan penuh bijaksana. Mungkin diantara pembaca sudah pernah tau tentang hal ini, yaitu ketika Raja Timur Lenk mengundang para ulama untuk hadir keistananya, undangan itu dimaksudkan adalah untuk minta pandangan rakyatnya. Dari setiap ulama sampai rakyat jelata mendapat pertanyaan yang sama:

"Jawablah: apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal."
Dari masalah ini banyak rakyat menjadi korban ditangan Rajanya sendiri bahkan ulamanya sendiri dibantai oleh Timur Lenk ini. Dan akhirnya, tibalah waktunya Nasrudin diundang ke Istana. Ini adalah perjumpaan resmi Nasrudin yang pertama dengan Timur Lenk. Timur Lenk kembali bertanya dengan angkuhnya :

"Jawablah: apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal."
Dengan menenangkan diri, kemuidan ia menarik nafas dengan perlahan-lahan kemudian ia menjawab :
"Sesungguhnya, kamilah, para penduduk di sini, yang merupakan orang-orang lalim dan abai. Sedangkan Anda adalah pedang keadilan yang diturunkan Allah yang Maha Adil kepada kami."
Setelah berpikir sejenak, Timur Lenk mengakui kecerdikan jawaban itu. Maka untuk sementara Nasrudin Joha terbebas dari kejahatan Timur Lenk. Nah dengan bebasnya Nasrudin ia pun meninggalkan istana Raja untuk kemudian membuat trategi baru dan niat Nasrudin bagaimana suatu saat sang Raja bisa sadar dan insaf atas perbuatannya.


Memahami Ayat Allah di Alam


 Kalau kita mengkaji Alqur'an maka didalamnya akan terdapat begitu banyak mengenai orang beriman dan orang yang tidak beriman dan adapun orang yang tidak beriman adalah mereka yang tidak mengenali atau tidak menaruh kepedulian akan ayat atau tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-Nya. Maka kemudian yang ada adalah saling menguasai alam ini demi kepentingan hawa nafsu belaka.

Maka kebalikannya, ciri has pada orang yang beriman adalah kemampuan memahami tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaan sang Pencipta tersebut, untuk kemudian memelihara alam ini. Ia mengetahui bahwa semua ini diciptakan tidak dengan sia-sia, dan ia mampu memahami kekuasaan dan kesempurnaan ciptaan Allah di segala penjuru manapun.

Pemahaman ini pada akhirnya menghantarkannya pada penyerahan diri, ketundukan dan rasa takut kepada-Nya. Ia adalah termasuk golongan yang berakal, yaitu "…orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali 'Imraan, 3:190-191)

Di banyak ayat dalam Alqur'an, pernyataan seperti, "Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?", "terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang yang berakal," memberikan penegasan tentang pentingnya memikirkan secara mendalam tentang tanda-tanda kekuasaan Allah. Allah telah menciptakan beragam ciptaan yang tak terhitung jumlahnya untuk direnungkan. Segala sesuatu yang kita saksikan dan rasakan di langit, di bumi dan segala sesuatu di antara keduanya adalah perwujudan dari kesempurnaan penciptaan oleh Allah, dan oleh karenanya menjadi bahan yang patut untuk direnungkan. Satu ayat berikut memberikan contoh akan nikmat Allah ini yaitu:

"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. An-Nahl, 16:11)

Dan kalau kita berpikir sejenak mengenai salah satu dari ciptaan Allah yang disebutkan dalam ayat di atas, yakni tentang kurma. Sebagaimana diketahui, pohon kurma tumbuh dari sebutir biji di dalam tanah. Berawal dari biji mungil ini, yang berukuran kurang dari satu sentimeter kubik, muncul sebuah pohon besar berukuran panjang 4-5 meter dengan berat ratusan kilogram. Satu-satunya sumber bahan baku yang dapat digunakan oleh biji ini ketika tumbuh dan berkembang membentuk wujud pohon besar ini adalah tanah tempat biji tersebut berada.

Coba kita renungkan bagaimanakah sebutir biji mengetahui cara membentuk sebatang pohon? Bagaimana ia dapat berpikir untuk menguraikan dan memanfaatkan zat-zat di dalam tanah yang diperlukan untuk pembentukan kayu? Bagaimana ia dapat memperkirakan bentuk dan struktur yang diperlukan dalam membentuk pohon? Pertanyaan yang terakhir ini sangatlah penting, sebab pohon yang pada akhirnya muncul dari biji tersebut bukanlah sekedar kayu gelondongan. Ia adalah makhluk hidup yang kompleks yang memiliki akar untuk menyerap zat-zat dari dalam tanah. Akar ini memiliki pembuluh yang mengangkut zat-zat ini dan yang memiliki cabang-cabang yang tersusun rapi sempurna. Seorang manusia akan mengalami kesulitan hanya untuk sekedar menggambar sebatang pohon. Sebaliknya sebutir biji yang tampak sederhana ini mampu membuat wujud yang sungguh sangat kompleks hanya dengan menggunakan zat-zat yang ada di dalam tanah.

Melalui hasil renungan dan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa sebutir biji ternyata sangatlah cerdas dan pintar, bahkan lebih jenius daripada kita. Atau untuk lebih tepatnya, terdapat kecerdasan yang luar biasa dari apa yang telah dilakukan oleh biji. Namun, apakah sumber kecerdasan tersebut? Mungkinkah sebutir biji memiliki kecerdasan dan daya ingat yang luar biasa hebatnya?

Oleh karenanya tak dapat disangkal bahwa, pertanyaan ini mempunyai satu jawaban: yaitu biji tersebut telah diciptakan oleh Dzat yang memiliki kemampuan membuat sebatang pohon. Dalam arti kata bahwa biji tersebut telah diprogram sejak awal keberadaannya. Semua biji-bijian di muka bumi ini ada dalam pengetahuan Allah dan tumbuh berkembang karena Ilmu-Nya yang tak terbatas. Dalam sebuah ayat telah dinyatakan dengan begitu jelas :

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz). (QS. Al-An'aam, 6:59).

Dialah Allah yang menciptakan biji-bijian dan menumbuhkannya sebagai tumbuh-tumbuhan baru. Dan didalam ayat lain Allah menjelaskan lagi yaitu :

Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? (QS. Al-An'aam, 6:95)

Sebenarnya biji hanyalah satu dari banyak tanda-tanda kekuasaan Allah yang diciptakan-Nya di alam semesta, sebenarnya masih banyak lagi tentang yang lain misalnya mengenai hewan, benda-benda angkasa dan makhluk hidup lainnya. Oleh sebab itu ketika manusia mulai berpikir tentang kebesaran-Nya hendaknya akal benar-benar dipungsikan dengan baik dan tidak lupa disertai dengan hati nurani, untuk kemudian bertanya pada sendiri "mengapa" dan "bagaimana", maka insyaallah kita akan sampai pada pemahaman bahwa seluruh alam semesta ini adalah bukti keberadaan dan kekuasaan Allah SWT. Dan betapa banyak ayat yang mengatakan diakhir ayatnya yaitu apakah kamu berpikir? Wallahu alam bissawaab.

Makhluk Luar Angkasa dalam pandangan Islam


Membahas mengenai keberadaan makhluk luar angkasa selalu menarik untuk dibicarakan, masalahnya keberadaan makhluk ini sangat unik dan mesterius saking mesterinya hingga manusia dibuat bingung olehnya bahkan melahirkan kontroversi berkepanjangan yang sampai hari ditulisnya artikel ini pun perdebatan dikalangan ilmuwan dan juga agamawan terus berlanjut entah kapan berakhirnya. Dan anehnya tidak ada kata sepakat mengenainya seaneh keberadaan makhluk itu sendiri. Ada yang mengkaitkan mereka dengan makhluk jenis Jin, ada juga yang berpendapat bahwa mereka benar-benar ada dan berupa makhluk tersendiri terpisah dari jenis manusia dan jin, ada juga yang mengingkari keberadaannya dan menganggapnya sekedar berita bohong, isapan jempol dan imajinasi belaka dari orang-orang tertentu yang ingin mengacaukan dunia ini, ya macam-macamlah.

Setan Al-A’war sang Penggoda


Dalam hal mendekorasi agar tampak indah dipandang oleh manusia khususnya masalah maksiat  setan ini cukup berpengalaman, tujuannya bagaimana setiap manusia ketika memandangnya menarik hati yang memang itu merupakan tujuan iblis dan antek-anteknya.
Bahkan inilah jurus jitu yang  pertama iblis sebelum menggoda manusia untuk bergumul dengan dosa. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam suroh Al-Hijr : 39 yang artinya ;
“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,”

Oleh karenanya setan menghiasinya dengan perbuatan keji terlebih dahulu, setelah itu dilanjutkan dengan menyesatkan manusia. Dari ayat yang tersebut ditas Ibnul Qayyim mengomentari maksud kandungannya: “Di antara strategi iblis adalah menyihir akal secara konsisten hingga terpedaya, tidak ada yang selamat darinya kecuali yang dikehendaki Allah. Dia menghiasi perbuatan yang pada dasarnya menimbulkan mudharat sehingga tampak sebagai perbuatan yang paling bermanfaat. Begitu pula sebaliknya, dia memberi stigma buruk perbuatan yang bermanfaat sehingga nampak mendatangkan mudharat, sungguh betapa lihainya apa yang diskenariokan oleh iblis.
Panglima Setan Penyeru Zina
Taktik apapun ia coba terapkan buat menjerat mangsanya segala cara ia tempuh,  dalam menjalankan  iblis laknatullah ‘alaih tentu tidak sendirian dia memiliki bala tentara yang cukup berpengalaman dalam menyebarkan luaskan perbuatan zina yang merupakan dosa besar di dalam ajaran Islam. Tidak hanya itu, iblis menjadikan masalah  maksyiat sebagai target utama, sehingga terkadang dia melakukan sayembara bagi setan manapun yang mampu menjerumus-kan manusia kepada zina, iblispun tak segan-segan memberikan semacam piagam penghargaan ditambah sebuah mahkota sebagai tanda jasa karena berhasil dalam menjalankan misi.
Rasululah pernah mengatakan melalui sabdanya yang artinya:
“Jika datang pagi hari, Iblis menyebar para tentaranya ke muka bumi lalu berkata, “Siapa di antara kalian yang menyesatkan seorang muslim akan aku kenakan mahkota di kepalanya.” Salah satu tentaranya menghadap dan berkata, “Aku terus menggoda si fulan hingga mau menceraikan istrinya.” Iblis berkata: “Ah, bisa jadi dia akan menikah lagi.” Tentara yang lain menghadap dan berkata: “Aku terus menggoda si fulan hingga ia mau berzina.” Iblis berkata: “Ya, kamu (yang mendapat mahkota)!” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1280)
Selain ituIblis juga menyiapkan kopasus  yang dikomandani oleh anaknya sendiri bernama Al-A’war. Mujahid bin Jabr, murid utama Ibnu Abbas menyebutkan bahwa Iblis memiliki 5 anak, satu di antaranya bernama Al-A’war. Dia memiliki tugas khusus menyeru orang untuk berbuat zina dan menghiasinya agar nampak baik dalam pandangan manusia. (Talbisul Iblis, Ibnu Al-Jauzy hal. 41)

Al-A’war juga merekrut para anggota dari golongan manusia sebagai tim sukses untuk mengkampanyekan perbuatan zina. Segala cara ia tempuh, seperti melalui media elektronic, media cetak dll.
Memasang Banyak Umpan
Bak seorang pemancing yang berpengalaman, iblis paling tau umpan apa yang paling digemari oleh ikan untuk kemudian nyangkut di kailnya. Umpan tersebut salah satunya dalam bahasa arab ‘Nisa’un kaasiyat ‘ariyat’, wanita yang berpakaian tapi telanjang, pornografi, porno aksi dan sebagainya intinya bisa membangkitkan birahi.

Adapun umpan tersebut biasanya di tempatkan diposisi yang cukup strategis, sehingga memungkinkan bagi mangsa untuk melihatnya. Di antara tempat strategis tersebut adalah televisi dan media cetak. Maka jika kita lihat di televisi disana banyak berjejal wanita yang berpakaian tapi telanjang, lagu dan tarian erotis, film-film yang mengundang birahi yang bisa disaksikan oleh semua orang. Itu pertanda setan Al-A’war telah berhasil merekrut banyak orang untuk dia jadikan sebagai umpannya. Demikian pula dengan tabloid, koran dan majalah-majalah berjenis ‘XX’ yang menjadikan pornografi hidup dan tampak indah.
Dibumbui Dengan Istilah Penyedap Rasa
 
Si Al-A’war tidak begitu saja membiarkan umpan itu menyebar disembarang tempat. Karena ia tahu masih banyak orang-orang waras yang akan merusak umpannya. Akan banyak orang-orang sehat yang akan menegur, mencela dan memusuhinya. Untuk itu, dia menciptakan istilah dan kilah sebagai penyedap rasa. Sebuah opini ia bangun sehingga yang antipati menjadi netral, yang netral menjadi simpati, yang simpati menjadi bala-tentaranya yang solid.

Di antara istilah yang diilhamkan Al-A’war kepada para anteknya dari golongan manusia adalah menamakan imez bahwa budaya telanjang sebagai bentuk kemajuan zaman atau orang modern, pacaran sebagai upaya penjajakan atau disebut sebagai anak gaul, nyanyian yang romantis yang berseni dan tarian erotis sebagai bentuk ekpresi seni yang bernilai estetika tinggi.

Oleh karenanya dalam hal ini bisa dibilang bahwa menamakan perbuatan keji dengan istilah yang berasumsi baik adalah trik tersendiri seperti orang yang bermain sulap, tujuannya bagaimana mangsa bisa terhepnotis dan tersugesti dengan sendirinya tanpa ia menyadarinya. Trik ini tentunya sudah diterapkan sejak nenek moyang yaitu ketika iblis membujuk Adam dengan perkataannya:
“Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (Thaha: 120)

Dia menyebut pohon yang dilarang dimakan buahnya dengan pohon Khuldi, pohon yang apabila dimakan buahnya menyebabkan dia kekal di jannah.

Tidak berbeda dengan yang dilakukan setan hari ini, mereka memberi istilah perbuatan keji dengan nama yang disukai hati.

Informasi yang menyesatkan diiringi dengan gambar yang menggiurkan jika datang secara bertubi-tubi akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa, atau seakan kebenaran yang layak untuk dibela. Sebagaimana yang telah dimaklumi bahwa dengan pemberitaan yang terus menerus secara intensif, maka dengan sendirinya berita dusta dianggap nyata, kesesatan berubah menjadi hal yang benar dalam pandangan manusia. Dalam sebuah penilaian untuk ukuran barat tidak mengenal berita yang benar atau yang salah, tetapi yang ada adalah berita cerdas atau bodoh. Berita cerdas yaitu berita yang dikemas sehingga tak terlihat boroknya sedangkan berita bodoh adalah berita yang tampak segala keborokkannya.

Sepertinya usaha Al-A’war dan anggota tentaranya benar-benar jitu. Bukti nyata yang tampak adalah pada saat ini generasi muda sudah banyak yang masuk dalam perangkapnya. Generasi modern sekarang begitu mudahnya ketika menelan kailnya. La haula walaa quwwata illa billah.
Melihat kondisi sekarang seperti in akankah kita berputus asa?  karena betapapun gigihnya usaha setan, bagi orang yang beriman kalau ia konsisten dengan keimanannya dan selalu minta perlindungan pada Allah SWT, insyaallah akan terjaga: ketahuilah tipu daya setan itu lemah” sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah dalam suroh (An-Nisa’: 76)

Cara pertama yang dapat dilakukan oleh orang yang beriman adalah bagaimana agar kita tidak mudah terjebak oleh perangkapnya dengan selalu mendekatkat diri kepada Rob itu sendiri sebagai zat yang mengendalikan makhluknya, Wallahu a’lam bissawaab. Ya Robby berilah perlindungan kepada orang-orang yang selalu bermunajat kepada Engkau.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...