Penyakit bisa Datang dari Pikiran

Diperiksa oleh:SAR
Dalam menjalani hidup ini apabila kita menghadapi masalah hadapilah dengan penuh ketabahan, berusaha untuk selalu menghadirkan hati yang lapang dan berusaha membuat afirmasi-afirmasi fositiv dalam diri sampai pikiran dan hati merasakan sendiri dalam artian hati sudah dapat menerima kenyataan itu.
Kaitan dengan afirmasi diri sangat relevan untuk diterapkan pada saat sekarang ini dimana permasalahan hidup begitu komflek dan sangat menantang. Ada seorang peneliti dari Jepang yang bernama Kazuo Murakami, Ph.D, yang sudah lebih dari 40 tahun melakukan penelitian tentang genetika (gen), Ia adalah pendiri Institute for the study of The Mind-Gene Relationship telah melakukan penelitian bahwa hipotesis’’ kebahagiaan, keceriaan, inspirasi, rasa syukur, dan DOA dapat mengaktifkan gen-gen yang bermanfaat. Beliau mengatakan ; " Jika dua puluh tahun yang lalu saya berani mengatakan bahwa perasaan positif dapat mengaktifkan gen, pastilah saya akan dikritik habis-habisan karena bersikap tidak ilmiah. Tetapi, jumlah ilmuan yang memiliki prespektif yang sama dengan saya mengenai kekuatan pikiran semakin meningkat. Sesungguhnya banyak ilmuwan di seluruh dunia yang mengadakan eksperimen untuk memahami bagaimana faktor-faktor psikologis dapat mempengaruhi fisik. Kita harus menghentikan kesalahpahaman bahwa pikiran tidak ada hubungannya dengan kesehatan fisik."

Di Negara Jepang ada sebuah peribahasa yang berbunyi "Penyakit datang dari pikiran", dengan kata lain cara berpikir kita dapat menyebabkan kita sakit atau sebaliknya membantu kita memulihkan diri.

Apa yang kita pikirkan mempengaruhi cara kerja gen kita, dan hal ini dapat membawa penyakit maupun kesehatan. Beberapa ilmuwan bahkan percaya bahwa gen kita dan cara mereka berfungsi menentukan apakah kita menjalani kehidupan yang bahagia. Hal ini tidak berarti bahwa kebahagiaan manusia ditentukan secara genetik saat lahir. Gen yang mengatur kebahagiaan pastilah tersimpan di dalam setiap orang. Namun apakah Gen tersebut aktif atau tidak tergantung kita yang mengaktifkan mereka.

Lalu bagaimana caranya mengaktifkan Gen yang menyebabkan kita bahagia? Jawabnya adalah dengan menjalani setiap hari semaksimal mungkin dengan sikap yang positif.

Eksperimen yang dilakukan Murakami pada tahun 2003 menghasilkan sebuah bukti ilmiah yang mendukung efek menguntungkan dari pemikiran positif pada gen dan hasil penemuan ini telah dipublikasikan dalam jurnal Diabetes Care pada Mei 2003 dan jurnal psycotherapy and psychomatics pada tahun 2006 dan dilaporkan oleh Reuters ke seluruh dunia.

Berdasarkan temuannya, adalah fakta bahwa kode genetik terlalu kompleks untuk terbentuk secara kebetulan, dan beliau berkesimpulan bahwa ada kekuatan yang lebih besar di dalam alam semesta yang ia sebut "Sang Agung" atau yang kita sebut sebagai Tuhan.

Murakami, memberikan saran kepada kita semua yang sangat berguna di dalam kehidupan yaitu: Miliki Niat yang mulia,  Hidup dengan penuh rasa terima kasih dan berpikir positif.

Dari  yang dilakukan Kazuo Murakami, Ph.D,sudah dapat memberikan insfirasi bagi setiap orang,

Sebenarnya ada lagi salah seorang peneliti dari Amerika yang bernama Larry Dossey MD, adalah seorang dokter ahli penyakit dalam. Ia meneliti tentang Efek Do’a terhadap Kesembuhan Pasien . Penelitian yang sempat mengguncang dunia kedokteran barat ini dibukunya dijelaskan bahwa Do’a dan Spiritual, sangat penting artinya bagi kesembuhan pasien.  Bukunya “The Healing Word: The Power of Prayer and The Practice of Medicane” . Sejak bukunya ini diterbitkan pada tahun 1994, mata kuliah Peran Do’a dan Religiusitas dalam Penyembuhan” diajarkan di 80 fakultas kedokteran di Amerika.

Dari hasil penelitian ilmuan ini sebenarnya sudah ada teorinya di dalam kitab suci Al-Qur’an maupun hadits-hadis yang bersumber dari Rasulullah SAW, tinggal umat islam mau mentadabburinya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.


Penyakit Datang bisa dari Pikiran Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/alternative-medicine/2073859-penyakit-datang-bisa-dari-pikiran/

Psikologi Dalam kajian Keislaman

Summary:SAR
Kalau kita kembali ke sejarah masa lalu ada tiga corak pendekatan dalam memahami jiwa manusia. Pertama, pendekatan Qur’ani-Nabawi dimana jiwa manusia dipahami dengan merujuk pada keterangan kitab suci al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah saw. Perbincangannya berkisar sifat-sifat universal manusia (syahwat kepada lawan jenis, properti, uang, fasilitas mewah, takut mati, takut kelaparan, pongah, pelit, korup, gelisah, mudah frustrasi), sebab maupun akibatnya (lupa kepada Allah, kurang berzikir, ikut petunjuk syaitan, tenggelam dalam hawa nafsu, hidup merana dan mati menyesal, di akhirat masuk neraka), dan beberapa karakter jiwa (nafs): yang selalu menyuruh berbuat jahat (ammarah bis-su’), yang senantiasa mengecam (al-lawwamah) dan yang tenang damai (al-mutma’innah). Perspektif ini diwakili oleh tokoh-tokoh semisal Ibn Qayyim al-Jawziyyah (w. 1350). Dalam kitabnya ar-Ruh, misalnya, diterangkan bagaimana ruh menjalar di tubuh manusia yang memungkinkannya bergerak, merasa, dan berkehendak. Ruh orang mati itu wujud dan merasakan siksa di alam kubur sekalipun jasadnya hancur.

Saya punya pengalaman tentang proses kematian, bagaimana rasanya ketika jasad dimandikan, dikafani dan dikubur. Berawal dari proses perenungan disitu saya berfikir apakah orang yang mati itu dapat merasakan dan melihat ketika jasad itu diperlalukan hingga di alam kubur?. Pertanyaan ini selalu terngiang-ngiang dibenak saya, sayapun tanpa sadar sudah masuk kedalam alam bawah sadar yang menghantarkanku ke sebuah mimpi yang panjang. Dalam mimpi itu saya menghembuskan nafas dalam waktu seketika saya dalam proses dimandikan,kemudian dikafani. Dan sampailah pada sebuah lobang persegi panjang yang sangat gelap. Jasad saya dapat merasakan dari orang-orang yang memegang, dan dari kejauhan Roh saya melihat kepada jasadnya yang tidak berdaya begitulah seterusnya hinggga proses penguburan saya tersentak dan bangun dari tidur dengan spontan saya berucap "Astaghfirulloh"

Kembali kepada pembahasan awal bahwa untuk pendekatan kedua bahwa Filsafat dimana para ilmuan mengatakan "Berbagai masalah jiwa dibahas menurut pandangan para filsuf Yunani kuno. Mazhab falsafi ini mulai berkembang pada abad ke-10 Masehi, menyusul penerjemahan karya-karya ilmuwan Yunani kuno ke dalam bahasa Arab. Para psikolog Muslim pada masa itu banyak dipengaruhi oleh teori-teori jiwa Plato dan Aristoteles. Tak mengherankan, sebab Aristoteles mengupas aneka persoalan jiwa manusia dengan sangat logis dan terperinci. Teori-teorinya tertuang dalam bukunya De Anima (tentang hakikat jiwa dan aneka ragam kekuatannya) dan Parva Naturalia (risalah-risalah pendek mengenai persepsi inderawi dan hubungannya dengan jiwa, daya hapal dan ingatan, hakikat tidur dan mimpi, firasat dan ramalan). Adapun Plato ialah filsuf yang pertama kali melontarkan teori tiga aspek jiwa manusia: rasional (berdaya pikir), animal (hewani), dan vegetatif (berdaya tumbuh).

Hampir semua filsuf Muslim yang menulis karya tentang jiwa bertolak dari pandangan Aristoteles. Mulai dari Miskawayh yang menulis kitab Tahdzib al-Akhlaq dan Abu Bakr ar-Razi pengarang kitab at-Thibb ar-Ruhani hingga Ibnu Rusyd dan Abu Barakat al-Baghdadi. Menurut mereka, jiwa manusia adalah penyebab kehidupan. Tanpa jiwa, manusia tak berarti apa-apa. Kecuali ar-Razi, semua filsuf percaya bahwa jiwa manusia itu tunggal dan sendiri. Karenanya mereka menolak teori transmigrasi jiwa dari satu tubuh ke tubuh yang lain, seperti dalam kepercayaan agama tertentu. Dalam salah satu kitabnya, Ibnu Sina menegaskan pentingnya penyucian jiwa dengan ibadah seperti shalat dan puasa. Sebab, menurutnya, jiwa yang bersih akan mampu menangkap sinyal-sinyal dari alam ghaib yang dipancarkan melalui Akal Suci (al-‘aql al-qudsi). Kemampuan semacam inilah yang dimiliki oleh para nabi, tambahnya. Jiwa para nabi itu begitu bersih dan kuat sehingga mereka mampu menerima intuisi, ilham dan wahyu ilahi (Lihat: kitab an-Nafs, ed. Fazlur Rahman, hlm 248-50 dan Avicenna’s Psychology, hlm 36-7.

Ketiga ialah pendekatan Sufistik dimana penjelasan tentang jiwa manusia didasarkan pada pengalaman spiritual ahli-ahli tasawuf. Dibandingkan dengan psikologi para filsuf yang terkesan sangat teoritis, apa yang ditawarkan para sufi lebih praktis dan eksperimental. Termasuk dalam aliran ini kitab ar-Riyadhah wa Adab an-Nafs karya al-Hakim at-Tirmidzi (w. 898) dimana beliau terangkan kiat-kiat mendisiplinkan diri dan membentuk kepribadian luhur. Menurut Abu Thalib al-Makki (w. 996), jiwa manusia sebagaimana tubuhnya membutuhkan makanan yang baik, bersih, dan bergizi.

Tokoh penting lainnya ialah Imam al-Ghazali yang menguraikan dgn sangat  baik berbagai penyakit jiwa dan metode penyembuhannya. Penyakit yang diderita manusia ada dua jenis, ujarnya, fisik dan psikis. Kebanyakan kita sangat memperhatikan kesehatan tubuh tetapi jarang peduli dengan kesehatan jiwa. Bagaimana cara mengobati penyakit-penyakit jiwa seperti egoisme, serakah, phobia, iri hati, depresi, waswas, dsb beliau jelaskan dalam kitabnya yang berjudul Ihya’ ‘Ulumiddin. (Lihat juga: Amber Haque, “Psychology from Islamic Perspective: Contributions of Early Muslim Scholars and Challenges to Contemporary Muslim Psychologists,” Journal of Religion and Health.

Di abad modern, upaya-upaya untuk menyelami lautan ilmu psikologi Islam dan “menjuall mutiara”nya brilian masih terkendala oleh beberapa hal. Selain sikap prejudice terhadap khazanah intelektual Islam di satu sisi, dan sikap fanatik terhadap psikologi Barat modern yang nota bene sekular-materialistik di sisi lain, penguasaan bahasa Arab merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) untuk bisa menjelajahi literatur psikologi Islam yang sangat kaya namun belum terjamah itu. Psikolog muslim tinggal memilih mau terus-terusan merujuk Freud, Skinner, Maslow, Ellis, yang banyak menyesatkan.Atau belajar dari para ahli psikologi Islam? tinggal pilih. Wallahua'lam bissawab.

Psikologi Dalam Kajian Keislaman Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2031308-psikologi-dalam-kajian-keislaman/

Makna Sumpah Pemuda bagi Pemuda

Bangsa Indonesia pada hari ini kembali memperingati peringatan hari Sumpah Pemuda yang selalu diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Ya harinya pemuda pemuda telah berlalu sepanjang tahun dan sekarang kita berjumpa lagi ditanggal yang sama lantas apa pelajaran yag dapat kita rasakan?. Saya mewakili anak muda rasa-rasanya tidak ada kesan yang mendalam dari Sumpah Pemuda tersebut atau memang pemuda-pemuda lainnya juga merasakan hal yang sama, dengan diri saya. Tapi kalau kita merenung sejenak betapa banyak sebenarnya spirit yang dapat kita ambil dari peristiwa tersebut, apalagi kemudian kalau kita kaitkan dengan perjuangan umat islam tentu perjuangan seorang pemuda akan lebih punya Roh yang dahsyat. Dan inilah yang hendaknya kita ambil dari pengalaman-pengalaman pemuda masa silam sebagai bekal atau referensi buat seorang pemuda untuk melangkah kedepan dengan penuh semangat.
Hal ini dapat dilihat dari adanya kepeloporan pemuda di pentas nasional dalam upaya menyatukan seluruh elemen pergerakan menuju cita-cita kemerdekaan. Ini merupakan sebuah prestasi penting kaum muda di tengah komunitasnya yang masih bersifat kesukuan serta bagi masyarakatnya yang merasa dijajah.
Sejak awal perlangkahan untuk menuju indonesia merdeka pemuda memang sering menjadi pelopor perubahan. Pemuda juga merupakan salah satu pilar peradaban yang sangat penting. Islam mengakui posisi kaum muda yang sangat strategis. Usia muda, menurut al-Qur’an, merupakan usia yang penuh kekuatan, usia yang terletak di antara dua fase kelemahan. Al-Qur’an menggambarkan dengan sangat baik:

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan  sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan sesudah kuat itu lemah  dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS 30: 54)

Kitab Al-Qur’an juga memaparkan tentang para pemuda Ashabul Kahfi yang melarikan diri ke sebuah gua k demi mempertahankan keimanan mereka dan kemudian ditidurkan Allah selama 300 tahun di dalam  gua tersebut. Mereka ini disebut oleh al-Qur’an sebagai pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhannya (fityatun āmanu birabbihim). Mereka bukan hanya beriman kepada Tuhan mereka, tapi juga menjadi tanda-tanda zaman yang luar biasa dan kisah mereka diabadikan didalam surah Al-Kahfi.

Dalam Siroh Nabawi juga terdapat sejarah sepak terjang kaum muda yang berprestasi. Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam sendiri diangkat menjadi nabi pada puncak usia kepemudaan, yaitu usia empat puluh tahun. Sebagian besar Sahabat yang mengikuti beliau berusia kurang dari usia beliau shalallahu ’alaihi wasallam, bahkan ada sebagian yang menyambut Islam di usia yang sangat belia.

Di antara yang paling awal menyambut seruan Nabi shalallahu ’alaihi wasallam, yaitu Ali ibn Abi Thalib. Ketika itu umurnya baru sekitar sepuluh tahun. Semula ia ragu menerima Islam dan hendak bermusyawarah dulu dengan ayahnya, Abu Thalib. Namun keesokan harinya ia mendatangi Nabi shalallahu ’alaihi wasallam dan menyatakan masuk Islam. Ketika ditanya apakah ia memberitahu ayahnya, Ali yang masih sangat belia menjawab mantap, ”Allah menciptakan saya tanpa bermusyawarah dengan ayah saya, maka mengapa saya harus bermusyawarah dengan ayah saya untuk menyembah-Nya?”
Dalam buku sejarah itu disebutkan yaitu pada masa kenabian, yang ditunjuk memimpin pasukan besar untuk menghadapi Romawi juga seorang remaja. Dia adalah Usamah ibn Zaid, anak dari anak angkat kesayangan Nabi shalallahu ’alaihi wasallam, Zaid ibn Haritsah. Ketika ditunjuk sebagai pemimpin pasukan perang umurnya masih belasan tahun.

Contoh lainnya juga bertebaran di sepanjang sejarah Islam. Salah satunya Salahuddin Al-ayyubi bergabung dalam pasukan Nuruddin Zanki ketika usianya masih empat belas tahun. Pada tahun 1164, ketika umurnya masih dua puluh enam tahun, Salahuddin menemani pamannya melakukan ekspedisi ke Mesir yang ketika itu masih dipimpin oleh Dinasti Fatimiyah yang menganut Syiah Ismailiyah. Ekspedisi ini berlangsung selama beberapa kali hingga akhirnya berhasil menaklukkan negeri tersebut pada tahun 1169.

Hanya dua bulan setelah menguasai Mesir, Salahuddin menggantikan posisi pamannya, Shirkuh, yang meninggal dunia tak lama setelah menaklukkan negeri itu. Usianya ketika itu baru tiga puluh satu tahun. Secara bertahap ia mengubah Mesir menjadi Sunni. Dan setelah beberapa ratus tahun terpecah dalam dua kekhalifahan, dunia Islam kembali bersatu di bawah naungan Khalifah di Baghdad.

Muhammad al-Fatih merupakan contoh pemuda lain yang bisa kita angkat di sini. Ia diangkat menjadi Sultan Turki Utsmani, menggantikan ayahnya yang meninggal dunia, pada tahun 1451. Dua tahun kemudian, ketika usianya baru sekitar dua puluh satu atau dua puluh tiga tahun, Sultan Muhammad berhasil menaklukkan Konstantinopel. Kota ini merupakan salah satu kota paling strategis di dunia dan merupakan ibukota Byzantium dan kepausan Kristen Ortodoks.

Nabi shalallahu ’alaihi wasallam telah meramalkan kejatuhan kota ini ke tangan Islam dan selama delapan abad kaum Muslimin berusaha memenuhi nubuwat Nabi ini tapi selalu gagal karena kokohnya benteng kota tersebut. Barulah pada tahun 1453 kota itu berhasil ditaklukkan oleh seorang pemuda yang usianya belum sampai dua puluh lima tahun. Sejak saat itu hingga sekarang ini kota tersebut menjadi pusat peradaban Islam yang penting dan namanya berganti menjadi Istanbul.

Prestasi para pemuda Islam tidak hanya diwakili oleh para sultan dan penakluk saja, tapi juga oleh para ulama. Imam Shafi’i sudah hafal al-Qur’an dan kitab al-Muwatha’ ketika usianya masih belasan tahun. Imam Ghazali sudah menjadi Rektor Universitas Nizamiyya ketika usianya baru tiga puluh tiga tahun. Kita juga pernah mendengar kisah Abdul Qadil al-Jailani yang membuat sekumpulan perampok bertaubat karena sebab kejujurannya, padahal usianya ketika itu masih belasan tahun. Ada banyak para ulama lainnya yang sudah memiliki prestasi gemilang di usia mereka yang masih muda.

Di abad dua puluh ini kita juga menemukan banyak pemuda Islam yang membawa semangat baru bagi umat yang sedang terpuruk. Hasan al-Banna (1906-1949) telah hafal al-Qur’an pada awal masa remaja dan beliau mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir pada tahun 1928 ketika umurnya baru dua puluh dua tahun. Organisasi ini berkembang hingga ke hari ini, menyebar di puluhan negara, dan disebut-sebut sebagai organisasi Islam internasional terbesar di dunia. Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1977), pendiri Hizb al-Tahrir, telah hafal al-Qur’an pada awal usia belasan tahun. Beliau aktif mengajar dan terjun di dunia pergerakan Islam sejak usia yang masih sangat muda.

Said Nursi (1878-1960), seorang ulama dan sufi asal Kurdi, adalah contoh pemuda luar biasa lainnya. Beliau telah menguasai berbagai ilmu dasar Islam sejak usia belia. Ia juga memiliki kemampuan menyerap pelajaran secara otodidak dan sangat cepat. Pemahamannya yang sangat dalam dan kemampuannya yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah, di samping keberaniannya yang sangat luar biasa, telah menyebabkan ia digelari badiuzzaman (the wonder of the age) sejak usia yang masih sangat muda.

Abul A’la al-Maududi (1903-1979) di Pakistan telah menjadi jurnalis di usia lima belas tahun dan telah memimpin sebuah harian di usia tujuh belas tahun. Sebagaimana Said Nursi, pendiri dan pemimpin Jama’at-i-Islami ini merupakan seorang yang sangat cerdas dan memiliki kemampuan otodidak dalam belajar. Beliau merupakan salah satu pemikir Muslim terpenting pada abad ke-20.

Indonesia juga mengenal banyak pemuda yang brilian. Muhammad Natsir (1908-1993) telah aktif dalam pergerakan Islam di tanah air dan terlibat dalam polemik dengan kalangan nasionalis sejak berusia belasan dan dua puluhan tahun. Beliau menjadi menteri kabinet sebelum genap berusia empat puluh tahun. HOS Tjokroaminoto (1882-1934) telah menjadi pemimpin Sarekat Islam ketika usianya baru menginjak tiga puluh tahun. Organisasi ini merupakan organisasi politik yang terbesar jumlah anggotanya pada masa pergerakan, sekaligus yang pertama bersifat nasional. Rapat-rapat umumnya sepanjang tahun 1910-an telah membangkitkan semangat rakyat dan membuat Belanda merasa ketar-ketir.

Terlalu banyak peranan pemuda yang terdapat di sepanjang perjalanan sejarah, baik dari kalangan Muslim maupun selainnya. Kepemudaan memang selalu diperlukan bagi perubahan dan sebagai kekuatan pendorong yang penting. Kendati demikian, muda tidak selalu identik dengan prestasi. Bersama dengan potensi besar yang dimilikinya, pemuda juga cenderung tergesa-gesa, terlalu bersemangat, dan lebih mudah terjatuh pada godaan duniawi. Selain itu, apresiasi terhadap peranan pemuda jangan sampai mengabaikan jasa-jasa generasi tua. Karena tanpa pertimbangan cermat serta bimbingan orang tua, generasi muda akan lebih mudah terjatuh dan salah dalam melangkah.

Walaupun kalau mau jujur sebenarnya terkadang sejarah sering memperlihatkan ketegangan di antara dua generasi ini, yaitu kaum muda dan kaum tua, kita sebetulnya memerlukan kedua-duanya. Perjuangan akan menjadi lebih berbobot dan berhasil ketika kualitas yang dimiliki masing-masing generasi ini disatukan. Akhirnya, seperti yang dikatakan oleh sebuah ungkapan, kita memerlukan hamasatusy syabab wa hikmatusy syuyukh, kita memerlukan semangatnya para pemuda dan kebijaksanaannya generasi tua.

Harapan kita semoga dengan kondisi sekarang tidak membuat patah semangat" Wahai Para Pemuda Bangkitlah" Songsonglah hari esok yang lebih cerah tuk menuju kejayaan bangsa dan umat.

Mengambil Ibroh dar Bencana

Berbagai musibah dan bencana kembali menimpa saudara-saudara kita di sejumlah daerah. Salah satunya sunami di Mentawai,Gunung merapi di Sleman dan baru-baru di Papua. Sekitar 147 orang meninggal dunia, 103 orang masih hilang, dan ribuan orang mengalami luka-luka akibat bencana itu.

Ditambah lagi kerugian materi dan non materi seperti lahan pekerjaan dan masih banyak lagi yang cukup besar. Bencana ini telah menambah panjang daftar musibah yang telah menimpa bangsa kita. Tidak ada suatu bencana dan kejadian apa pun di dunia ini, kecuali memang atas kehendak dan izin Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hadid [57]: 22-23.

"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan, Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. Jadi peristiwa-peristiwa seperti ini hendaknya dapat memberikan sentakan khususnya untuk orang-orang Islam agar kembali sadar serta dapat mengambil ibroh atau pelajaran yang cukup berharga.

Dan sekali lagi dari setiap peristiwa apapun yang terjadi di dunia hatta daun yang keringpun sudah jatuh kebumi sudah tercatat dan terpantau oleh Allah SWT. Adapun pelajaran yang dapat diambil dari ayat tersebut yang harus terus-menerus kita tadabburi (direnungkan)agar menjadi pelajaran adalah. Pertama, menambah serta memperkuat keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT. Dialah satu-satunya Zat yang mengendalikan dan mengurus alam semesta ini, termasuk manusia di dalamnya. Sebagai contoh, kita diperintahkan untuk berikhtiar atau berusaha dengan semaksimal mungkin (misalnya dalam membangun sarana dan prasarana serta infrastruktur dalam konteks membangun bangsa), tetapi hasil akhirnya kita serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT.

Ketundukan hati dan pikiran terhadap segala aturan-Nya merupakan sebuah keniscayaan. Kita tidak boleh sombong dan arogan menolak aturan dan ketentuan-Nya, termasuk tidak boleh mengeksploitasi alam ciptaan-Nya tanpa kendali hanya untuk memuaskan keserakahan hawa nafsu serta memperkaya diri dan kelompok. Kerusakan alam semesta ini sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab, sebagaimana firman-Nya dalam QS Ar-Ruum [30]: 41.

Kedua, memperkuat kembali semangat solidaritas dan kesetiakawanan sosial di antara sesama komponen bangsa. Musibah sejatinya sering serta dapat merekatkan dan mendekatkan hati di antara sesama umat manusia. Rasa empati dan simpati serta keinginan untuk membantu sesama biasanya terbangun dengan baik. Penderitaan dan musibah mereka adalah musibah kita semua.

Karena itu, marilah berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar semua musibah yang telah menimpa ini membuat kita menjadi bangsa yang kuat imannya dan baik pertahanan dirinya, sekaligus memperkuat solidaritas dan kesetiakawanan sosial antar sesama anak bangsa sehingga nantinya tumbuh kesadaran sosial yang bermuara pada kesadaran indifidu sebagai pemimpin pada masing-masing keluarganya. Wallahu A'lam Bissawaab.

RUGI BESAR BAGI YANG MENINGGALKAN SHOLAT SUBUH

Subuh adalah waktu yang sangat berharga bagi umat islam. Dimana tempat untuk segera memulai aktifitas baru dan merupakan akhir istirahat untuk segera bangkit mengawali hari dan aktivitas. Udaranya sangat menyegarkan, namun kadang sangat dingin, itulah tantangan bagi umat islam. Sehingga wajar orang - orang diluar islam atau yang berada dipihak musuh tau persis bahwa kemenangan umat islam dapat diukur apabila sholat subuhnya di mesjid sama banyaknya ketika sholat jum'at. Kalau sholat subuh dimesjid dan itu penuh seperti waktu sholat jum'at insyaallah kemenangan pasti dapat diraih. Sepertinya sekarang masih banyak yang merapatkan selimut untuk menambah jam tidur, daripada sholat dimensjid. Tetapi, ternyata di balik rasa berat itu Allah menawarkan kita banyak keutamaan, kebaikan, keberkahan dan pahala sebagai ganti atas kesungguhan kita melawan berbagai kesulitan itu demi menghadap dan mengabdikan diri kepada-Nya.

Siapa yang tidak bersegera melakukannya akan merugi. Berikut kerugian yang bakal menimpa kita bersama dengan kepergian Subuh.

1. Kehilangan Perisai Diri
Allah menjamin tentang hal ini, "Barangsiapa melaksanakan Shalat Subuh, ia berada dalam jaminan Allah. Maka jangan sampai Allah menarik kembali jaminan-Nya dari kalian dengan sebab apapun. Karena siapa yang Allah cabut jaminan-Nya darinya dengan sebab apapun, pasti akan tercabut. Kemudian Allah akan telungkupkan wajahnya dalam neraka jahanam" (HR Ahmad)

2. Hilang Kesempatan Menatap Wajah Allah
Membiarkan shalat Subuh berlalu berarti juga membiarkan satu kesempatan besar merasakan betapa nikmatnya bertemu dan menatap langsung wajah Allah swt di akhirat nanti. Sabda Rasulullah saw, "Sesungguhnya kalian nanti akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini-atau kalian tidak akan kesulitan untuk melihat-Nya. Jika kalian sanggup untuk tidak meninggalkan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum tenggelamnya, maka lakukanlah." (Diriwayatkan oleh Jarir bin Abdillah ra)

3. Tidak Mendapatkan Doa Para Malaikat
Menjelang pergantian tugas jaga malaikat siang dan malam, yakni saat shalat Ashar dan shalat Subuh, sesungguhnya para malaikat mendoakan muslim yang sedang shalat. "Ya Allah, ampunilah dia pada hari kiamat." (Diriwayatkan Ibnu Khudzaimah)

4. Luput Dari Mendapatkan Pahala Berlipat
Di antara dua pahala menunaikan shalat Subuh, "Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan malam menuju masjid, bahwa mereka akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat." (HR ABU Daud dan Tirmidzi). Padahal kita tahu. Hari kiamat diliputi kegelapan. Karena segala sumber cahaya akan sirna.
Pahala yang lain, "Barangsiapa yang shalat Isya berjamaah maka seakan-akan dia telah shalat setengah malam. Dan barangsiapa shalat Subuh berjamaah maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat malam satu malam penuh." (HR Muslim)

5. Terancam Hukuman
Disebutkan dalam satu riwayat, Rasulullah suatu malam diajak berjalan oleh dua malaikat, Jibril dan Mikail. Di tempat tujuan mereka berhenti. Terlihat di depan mereka, seorang lelaki tengah berbaring. Sementara seorang lagi, berdiri membawa batu besar di pundaknya. Lalu batu besar tadi dijatuhkan ke kepala laki-laki yang sedang berbaring tadi hingga pecah kepalanya. Kedua malaikat di akhir hadist tersebut berkata, "Adapun lelaki pertama tadi yang engkau jumpai pecah kepalanya dengan batu besar, ia adalah orang yang telah mengambil Al Quran lalu membuangnya dan ia tidur lelap hingga terlewat shalat fardhu." (HR Bukhari.Nauzubillah min jalik semoga umat islam dapat mengambil pelajaran, bahwa dibalik subuh banyak keutamaan dan hikmah besar yang bisa didapatkan. Wallahua'lam bissawab.

Hikmah ciptaan yang Maha Agung


“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui”. (Al-Baqarah[2]: 21-22).

Bukan suatu kebetulan Allah SWT menerbitkan matahari, tidak pula memunculkan oksigen, membuat bumi mengambang. Tidak pula menurunkan kitab-kitab samawi, tidak pula mengutus nabi dan rasul dengan membawa ajaran syariat-Nya, mempergilirkan siang dan malam, hanya untuk bermain atau senda gurau belaka, dan tentu akan sia-sia. Sebab, sangat tidak masuk akal rasanya bagi Allah memiliki sifat kesia-sia'an dalam segala kemaun-Nya.

Membentuk Kesalehan Anak Sejak Dini

1.Melatih Anak Sejak Dini Untuk Taat Beribadah
Sejak kecil, anak harus dilatih agar terbiasa beribadah, berbuat baik, dan menjauhi kemungkaran. Rasululah saw bersabda: perintahkanlah anak kalian untuk sholat ketika berusia tujuh tahun! Pukullah mereka apabila tidak melaksanakan sholat ketika berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka di tempat tidur. Begituah yang harus dilakukan para orangtua terhadap anak-anak mereka, sekalipun mereka masih belum baligh.

2.Tidak Membebani Anak di Luar Kemampuannya
Sudah sunnatulah apabila kemampuan anak lebih rendah dibanding orang dewasa. Oleh sebab itu orangtua harus memperhatikan kemampuan akal sang buah hati, tidak semua perilaku anak harus ditegur. Memang ada perilaku yang harus ditegur secara tegas namun penuh kasih dan sayang sehingga tidak menimbulkan trauma pada diri sang anak.

3.Memberi Semangat Untuk Berbuat Baik
Memberi semangat pada anak dengan cara memberikan pujian yang dapat membangun kepercayaan diri yang baik pada diri sang buah hati, memberikannya hadiah meskipun dalam bentuk apapun sebagai apresiasi atas apa yang telah buah hati usahakan. Semua hal ini mempunyai pengaruh besar atas perkembangannya.

4.Mencintai Anak Secara Adil dan Obyektif
Nabi saw memerintahkan kepada para orangtua untuk adil dalam memberikan hadiah kepada semua anak. Meskipun jumhur ulama berpendapat perintah untuk adil dalam memberikan hadiah hanya anjuran saja. Beberapa ulama ada yang mewajibkan.

5.Memberikan Permainan
Anak boleh bermain dengan permainan yang dibolehkan, Anak dianjurkan bermain dengan mainan yang berguna untuk perkembangan otak dan tubuhnya. Diantara permainan itu adalah latihan memanah, berenang dan naik kuda, jangan sampai anak bermain yang dapat mengganggu orang lain dan pada waktu sholat.

6.Anak Tidak Harus di Pukul
Setiap kondisi tidak dapat disikapi dengan sikap yang sama, begitu juga dengan perilaku anak yang harus dibenahi. Apakah perilaku ini tergolong perilaku yang jelek atau tidak? Apakah si anak sadar bahwa perilaku yang dia lakukan bisa membawa dosa dan bahaya atau tidak? Yang jelas dalam permasalah ini kita harus mengacu pada sabda Nabi saw kelembutan adalah hiasan segala sesuatu. Jika dihilangkan sesuatu itu akan menjadi buruk.

7.Mengajarkan AL-Qur’an dan as Sunnah
AL-Qur’an dan as-Sunnah merupakan ilmu yang paling utama dan amalan yang paling mampu mendekatkan seorang hamba kepada Rabbnya. Ada keutamaan dan pahala yang besar dalam mempelajari ilmu tersebut. Demikianlah yang dianjurkan Allah swt dan Rasulnya. Ajarkan sang buah hati secara intensif namun efektif.

8.Wibawa Orangtua
Di rumah, orangtua harus punya wibawa agar ucapannya diperhatikan dan ditaati. Suami atau ayah adalah pemimpin rumah tangga dan akan dimintai pertanggungjawaban. Begitu juga dengan istri atau Ibu ia merupakan pemimpin rumah tangga dan akan dimintai pertanggungjawaban.

Wibawa dapat diraih melalui berbagai cara diantaranya dengan menjunjung sikap saling menghormati dan menegakkan hukum-hukum Allah SWT di antara suami dan istri.
Atau bisa juga dengan cara mengajarkan Al-Qura'an dan As-sunnah Rasulullah Saw kepada sang buah hati. Khususnya yang berkaitan dengan hak-hak orangtua. Jelaskanlah dengan baik apa hak bapak dan apa hak seorang Ibu. Jelaskan kepada mereka bahwa taat kepada kedua orangtua dalam kebaikan merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Selain itu, hendaknya sebagai orang tua sampaikan kepada sang buah hati tentang keagungan seorang ibu.

Sebagai orangtua harus bertakwa kepada Allah baik dikala sepi maupun ramai. Sesering mungkin mendoakan sang buah hati dengan harapan-harapan yang bisa membahagiakan segala pihak.

Jangan sekali-kali mendoakan hal yang tidak baik untuk anak, karena bisa saja doa yang anda berdua ucapkan bertepatan dengan waktu dikabulkannya doa. Bisa saja anak jatuh sakit karena doa yang kita ucapkan. Jangan sering memekik, mengumpat dan mencela supaya anak anda tidak meniru perilaku tidak baik tersebut. Jangan memperlihatkan perbedaan pendapat di hadapan anak-anak, misalnya seorang ibu memerintahkan anak-anak untuk melakukan sesuatu, namun seorang ayah memerintahkan hal yang sebaliknya, hingga akhirnya anak-anaknya menjadi kebingungan. Sebaiknya sebagai orang tua harus menyatukan pendapat di bawah acuan al-Qur'an dan as-Sunnah, dan bersatulah demi kebaikan anak di dunia dan di akhirat.

9.Etika di Hadapan Orang Yang Lebih Tua
Etika yang sesuai dengan Islam adalah hal yang sangat penting, baik itu kakak sendiri maupun orang lain yang lebih tua. Beritahukanlah hak-hak orang yang lebih tua karena orang yang lebih tua memiliki hak-hak, seperti halnya anak kecil yang harus disayang, orang yang lebih tua usianya harus dihormati.

10.Pisahlah Tempat Tidur Anak-Anak Anda
Rasulullah Saw memerintahkan kepada kita untuk menisahkan tempat tidur anak-anak, khususnya mereka yang sudah mencapai usia remaja dan hampir baligh, Rasulullah Saw brsabda: ''Perintahkanlah anak kalian shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka agar sholat pada usia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka. Memisahkan tempat tidur anak-anak adalah penting selain karena Rasulullah memerintahkan demikian, juga karena dikhawatirkan muncul perilaku-perilaku asusila di antara anak-anak. Tidak menutup kemungkinan ketika anak-anak berada disatu tempat tidur tubuh mereka dan aurat mereka terbuka sehingga muncul pikiran-pikiran yang negatif.

Semoga dari pemaparan saya yang singkat ini ada mamfaatnya bagi kita semua, dan bagi orang tua dapat mengambil pelajaran di setiap gerak langkah dalam mengarungi hidup bersama buah hati. Dan semoga Allah SWT selalu memberi petunjuk dan ketabahan dalam mendidik buah hati, agar nantinya tumbuh menjadi manusia yang berkarakter santun, sholeh dan sholehah amin!.

Kindle Wireless Reading Device, Wi-Fi, 6" Display, Graphite - Latest Generation

PEMBAKARAN AL-QUR'AN BERARTI SIAP MENERIMA RESIKO DUNIA AKHERAT

Al-Qur'an sebagai kitab suci umat islam yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Rasullullah merupakan mu'zizat yang sunguh luar biasa. Karena ayat-ayat yang terkandung begitu mulia karena memang perkataan Allah atau Qalam Allah, yakinlah dan Umat Islam sangat hakkul yakin kepada Al-Qur'an yang tidak ada keraguan atau perselisihan sejak 14 abad tahun silam.Dan Allah sendiri berjanji akan menjaganya hingga hari kiamat datang.Jadi bagi Umat Kristiani kalau mau membakar Al-Qur'an itu tidak akan mengurangi kemuliannya. Namun perlu disadari kalau kalian membakarnya tungulah Azab Allah itu sangat pedih, dan ini ancaman Allah sendiri didalam Al-Qur'an, dan saya yakin insyaallah Allah akan melaknatnya baik didunia apalagi diakherat kelak.

Sebagaimana berita kita bisa simak dibawah ini, tunggu saja apa akibatnya nanti
Gereja evangelis di Gainesville, Florida, Amerika Serikat, kelihatannya tetap akan menjalankan rencananya untuk membakar Alquran saat memperingati sembilan tahun tragedi runtuhnya menara kembar WTC pada 11 September. Pemimpin The Dove World Outreach Center, Pendeta Terry Jones, menegaskan aksinya itu dilakukan untuk memberikan pesan khusus bagi kelompok radikal Islam.

''Kita harus mengirim pesan yang jelas bagi elemen radikal Islam. Kita tak bisa lagi dikendalikan dan didominasi oleh ancaman dan rasa takut yang ditebar mereka,'' kata Jones kepada the Wall Street Journal. Dia mengatakan itu untuk menanggapi desakan agar rencana itu dibatalkan, khususnya yang disampaikan oleh Komandan pasukan AS di Afghanistan Jenderal David Petraeus yang khawatir pembakaran Alquran hanya akan mengancam jiwa pasukan AS di sana.

Sebelumnya saat diwawancarai AFP pada Juli lalu, Jones menuding Islam dan syariat Islam bertanggung jawab atas tragedi 11 September. ''Kami akan membakar Alquran karena kami pikir inilah saatnya umat Kristen, gereja-gereja, para politikus untuk bangkit dan berkata tidak, bahwa Islam dan hukum syariah tidak diterima di Amerika,'' ujarnya.

Jenderal Petraeus mengatakan tindakan membakar Alquran hanya akan menjadi bahan propaganda pejuang Taliban untuk melawan Amerika Serikat di seluruh negara Muslim. Dia mengatakan itu saat diwawancarai Wall Street Journal, Selasa (7/9). ''Itu bisa membahayakan pasukan dan bisa membahayakan upaya menyeluruh,'' katanya cemas.

Soal pernyataan Petraeus itu, Jones tak terlalu menanggapinya. Dia hanya mengatakan Komandan perang AS di Afghanistan itu sah-sah saja mengatakan hal tersebut.

Sekali lagi tungulah akibatnya karena Allah SWT tidak akan tinggal diam sebagai Tuhan semesta Alam penngatur Jagag Raya, dan perlu diketahui ayat-ayat qauliah Allah kalau dilecehkan maka ayat-ayat qauniyyah yang ada dilangit akan turut melaknat beserta makhluk baik yang ada didunia maupun dipenjuru langit.

Dr. Yusuf Qardhawi

Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam "pendidikan" penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.

Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rejim saat itu.

Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.

Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.

Islam dan Isu Terorisme di Indonesia

Dalam kasus-kasus terorisme, masyarakat sering hanya diberi “pertunjukan”

Oleh: Afriadi Sanusi*

ISLAM mengajar kita untuk menyelidiki kebenaran apa yang dilihat dengan sikap tabayyun. Dalam dunia akademik, kita selalu dilatih untuk bersikap kritis untuk bertanya tentang; Apa, Siapa, Bagaimana, Kapan, Di mana, dan Kenapa? Dalam falsafah, kita juga diajarkan untuk, “berikan 25% kepercayaan terhadap apa yang kita dengar, berikan 50% kepercayaanmu terhadap apa yang kamu lihat, dan percayalah setelah melakukan penyelidikan”.

Para pejuang berani mati di Palestina yang berjuang untuk mempertahankan agamanya, nyawa, akal, keturunan dan harta , dikatakan sebagai “teroris” oleh konsep yang diciptakan oleh Barat yang menjadi “wayang” nya Yahudi Israel.

Namun, Israel yang menjajah Palestina, Amerika yang menghancurkan Iraq dan Afghanistan, Thailand yang membunuh umat Islam di Pathani, Fiilipina yang memerangi umat Islam di Moro, dan sebagainya, tidak disebut “teroris”.

Dalam sebuah kajian ilmiah menyatakan, mayoritas rakyat Amerika tidak percaya dengan isu terorisme 11 september 2001, Usama, dan sebagainya itu. Seorang Profesor Amerika mengatakan, “terorisme” berlaku hampir di semua negara dari dan oleh berbagai agama, suku, dan kaum.

Di zaman penjajahan --karena agama, nyawa, harta dan kehormatan mereka dijajah, ditindas, dan dizalimi-- para pejuang kemerdekaan muslim yang memerangi penjajah dengan peralatan dan seadanya, dikatakan sebagai “extremist” atau pengacau keamaan oleh penjajah ketika itu.

Di zaman Orde Lama (Orla), para pejuang kemerdekaan muslim yang telah mengorbankan harta, pemikiran, dan dirinya melawan penjajah, tetapi tidak setuju dengan kebijakan Soekarno, dianggap sudah mendekati dan bersahabat dengan komunis ateis, yang telah menyebabkan terbunuhnya jutaan anak bangsa yang tidak berdosa.

Kaum muslim dituding sebagai kontra revolusi dan “diperangi” oleh Soekarno yang sama sekali tidak pernah ikut berperang mengangkat senjata melawan penjajah.

Di masa Orde Baru (Orba), para pemikir muslim yang peduli dan khawatir dengan masa depan bangsa Indonesia yang hampir roboh karena pengkhianatan terhadap bangsa dan negara akibat budaya KKN yang dilakukan oleh para aparat negara, dikatakan tidak Pancasilais dan disingkirkan oleh Soeharto dengan berbagai cara. Padahal di waktu yang sama Soeharto dan kroninya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

Di zaman Reformasi, umat Islam yang ingin menjalankan ajaran Islam secara kaffah, memperjuangkan hak-hak mereka sebagai umat yang mayoritas, disebut sebagai “teroris” dan harus dibasmi dari akar-akarnya. Pelanggaran yang dilakukan oleh segelintir orang, dinisbatkan ke seluruh umat Islam.

Siapakah sebenarnya yang layak disebut extremist, kontra revolusi, tidak Pancasilais, “teroris”? Siapakah sebenarnya pencinta keamanan, yang punya semangat revolusi, yang Pancasilais, dan yang paling bertoleransi?

Mari kita lihat logika sederhana saja. Front Pembela Islam (FPI) yang melihat bahwa fungsi pemerintah terutama polisi, yang sangat lemah dalam mencegah kemungkaran yang melanggar undang-undang, berusaha “membantu“ tugas dan kerja polisi yang tidak bekerja dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan benar itu, akhirnya harus menerima resiko sebagai “Islam garis keras” dan semua LSM meminta agar FPI dibubarkan.

“Teroris” Nasional

Kita sering dibuat lupa tentang “teroris” yang sangat dahsyat dan membunuh masa depan bangsa ini. Banyak “teroris” yang telah membunuh hak-hak rakyat di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan pembangunan, namun mereka justru tak mendapat perhatian. “Teroris” yang telah melanggar hak asasi manusia (HAM) bangsa Indonesia justru digaji, mendapat makanan yang sehat, perumahan yang layak, infrastruktur yang baik, pendidikan, kesehatan, pelayanan publik yang berkualitas.

Hampir bisa dipastikan, jika ada kasus besar menyangkut KKN di negeri ini, pasti akan ada isu baru dan membuat orang segera cepat lupa.

Di saat BBM dan harga Sembako naik, ada isu pembubaran FPI dan organisasi massa. Di saat para koruptor mengkhianati negara dan bangsa melalui berbagai kasus seperti Century, BII, Rekening Gendut Polisi, Gurita Cikeas dan sebagainya, lalu ada kasus video porno artis, penyergapan teroris, dan penangkapan Ustad Abubakar Ba’asyir.

Kepala Negara dan polisi bisa saja berdalih tak ada hubungan dengan pengalihan isu. Namun, cobalah turun ke warung, gang-gang dan terminal. Tanyakan pada masyarakat, apakah mereka percaya itu?

Sudah bukan rahasia, agen-agen intel sering melakukan rekayasa kepada umat Islam. Dalam kasus-kasus terorisme, kebanyakan masyarakat sering hanya diberi “pertunjukan” betapa gagahnya Densus 88 menembak mati orang, tanpa ada data jelas tentang; Siapa, Mengapa, Kapan, Di mana, dan Bagaimana hal itu terjadi?

Saya melihat aparat di Indonesia masih sangat jauh dari apa yang disebut dengan profesional bila dibandingkan dengan aparat di negara lainnya. Kita tidak pernah tahu statistik tingkat kriminal dan pelanggaran yang berlaku di negara ini. Berapa persen kasus yang diselesaikan oleh polisi dan bagaimana perkembangannya setiap tahun.

Apakah polisi berhasil mengurangkan tingkat kriminalitas dan pelanggaran setiap tahun atau sebaliknya gagal total? Yang sering dirasakan masyarakat, adalah arogansi aparat keamanan kita, termasuk anggota polisi.

Bahkan sering ada ungkapan-ungkapan sinis di masyarakat. “Kalau kehilangan motor melapor ke polisi, Anda akan kehilangan sebuah mobil untuk membayar polisi.”

Jangan sampai ungkapan-ungkapan ini menjadi pemahaman yang diyakini masyarakat. Jika itu terjadi, yang rugi juga polisi dan aparat. Jangan sampai pula seperti di Malaysia. Di Malaysia, orang begitu malu menjadi tentara dan polisi, karena pekerjaan ini dianggap rendah. Mereka menjadikan pekerjaan sebagai polisi sebagai pilihan terakhir. Sering berlaku di Malaysia penerimaan anggota tentara dan polisi kurang dari harapan akibat kurangnya minat masyarakat Malaysia untuk menjadi tentara dan polisi. Begitu juga di negara lainnya, seperti Mesir dan sebagainya.

Kesimpulan

Isu terorisme adalah tugas, tanggung jawab dan amanah yang harus dibuktikan oleh pihak kepolisian untuk kemudian diserahkan kepada kehakiman untuk diadili dengan profesional, seadil-adilnya tanpa rekayasa dan intervensi pihak asing.

Sebagai sebuah tugas, masyarakat awam tidak perlu dilibatkan untuk ikut serta dalam memikirkan apa yang sebenarnya menjadi tugas pihak polisi dan kehakiman. Perkara-perkara yang seharusnya menjadi tugas polisi ini tidak perlu menjadi konsumsi publik yang sengaja dibesar-besarkan oleh media massa.

Isu terorisme, juga sangat tidak perlu publikasi secara besar-besaran untuk tujuan popularitas, sebagaimana sering terjadi di TV Indonesia. Herannya, di Indonesia, situasi ini justru jadi dagangan media, tanpa mengukur perasaan umat islam.

Karena di samping akan merugikan imej dan nama baik seluruh umat Islam yang mewakili 88% rakyat di negara ini, juga masalah terorisme memang adalah tugas dan tanggung jawab pihak polisi dan kehakiman.

Aparat dan media harus peka dalam masalah. Imej yang merugikan kaum muslim akan dicatat dan disimpan umat Islam dalam waktu yang lama. Jika mereka terlukai perasaanya, luka itu belum tentu sembuh dalam waktu hanya beberapa tahun.

Mengapa harus umat Islam jadi perhatian? Karena faktanya, mereka mayoritas di sini. Dan setiap isu terorisme, terutama media massa, pasti mengaitkannya dengan Islam. Jadi, bagaimana mungkin umat Islam bisa diam dan duduk tenang?

*)Penulis adalah PhD Candidate Islamic Political Science, University of Malaya

Harun Yahya

Harun Yahya adalah nama pena Adnan Oktar (juga ditulis Adnan Hoca) dilahirkan di Ankara pada 1956 dan tinggal di sana hingga ia pindah ke Istanbul pada 1979. Ia adalah seorang tokoh terkemuka dalam ciptaanisme Turki, dan merupakan pembela gigih ciptaanisme dalam debat ciptaan vs. evolusi. Berbeda dengan kebanyakan penganjur ciptaanisme Kristen, Oktar menganut ciptaanisme Bumi Lama. Ia seorang anti zionis dan anti mason, yang dianggapnya sebagai dua gerakan yang saling terkait.

Meskipun ia menolak tuduhan anti semitisme, dan mengklaim bahwa paham tersebut berakar pada kekafiran dan Darwinisme [1] juga juga dianggap sebagai seorang penyangkal Holocaust [2], berdasarkan bukunya Soykirim Yalani (Kebohongan Holocaust). Nama pena Harun Yahya berasal dari dua nama Nabi: "Harun" (Aaron) dan "Yahya" (John) untuk mengenang perjuangan dua orang Nabi tersebut melawan kekufuran.

Berawal ketika masih duduk di bangku universitas, beliau telah menggunakan setiap saat dalam hidupnya demi dakwah ini dan tidak pernah takut berhadapan dengan segala kesulitan yang merintangi jalan. Hingga kini, beliau tetap berdiri kokoh, tegar dan sabar dalam menghadapi segala tekanan dan fitnahan. Di bawah ini adalah sedikit dari perjalanan hidup Adnan Oktar, yan g juga dikenal dengan nama pena Harun Yahya.

Adnan Oktar dilahirkan di Ankara dan dibesarkan di kota ini hingga lulus SMU. Komitment beliau terhadap Islam tumbuh semakin kuat ketika beliau duduk di bangku SMU. Pada periode ini, pengetahuan yang mendalam tentang Islam beliau dapatkan dari membaca berbagai buku-buku agama. Di samping itu, beliau juga memperoleh pemahaman tentang fakta-fakta penting lain yang kemudian beliau beritahukan kepada orang-orang di sekitarnya. Pada tahun 1979, Adnan Oktar pindah ke Istanbul untuk menuntut ilmu di Universitas Mimar Sinan. Di masa inilah beliau mulai melaksanakan misi dakwah, menyeru manusia kepada akhlaq yang baik dan memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar.

Sebagai seorang da'i dan ilmuwan terkemuka asal Turki, beliau sangat menjunjung tinggi nilai akhlaq dan mengabdikan hidupnya untuk mendakwahkan ajaran agama kepada masyarakat. Adnan Oktar memulai perjuangan intelektualnya pada tahun 1979, yakni ketika menuntut ilmu di Akademi Seni, Universitas Mimar Sinan. Selama berada di universitas tersebut, beliau melakukan pengkajian yang mendalam tentang berbagai filsafat dan ideologi materialistik yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat sekitar. Hal ini menjadikan beliau lebih tahu dan paham dibandingkan dengan para pendukung filsafat atau ideologi itu sendiri. Berbekal informasi dan pengetahuan yang mendalam ini, beliau menulis berbagai buku tentang bahaya Darwinisme dan teori evolusi, yang merupakan ancaman terhadap nilai-nilai akhlaq, terhadap dunia; serta buku tentang keruntuhan teori ini oleh ilmu pengetahuan. Majalah ilmiah populer terkenal New Scientist edisi 22 April 2000 menjuluki Adnan Oktar sebagai "pahlawan dunia" yang telah membongkar kebohongan teori evolusi dan mengemukakan fakta adanya penciptaan. Penulis juga telah menghasilkan berbagai karya tentang Zionisme dan Freemasonry, serta ratusan buku yang mengulas masalah akhlaq dalam Al-Qur'an dan bahasan-bahasan lain yang berhubungan dengan akidah.

Adnan Oktar belajar seni di Akademi Seni di Universitas Mimar Sinan, di Istanbul, dan belakangan belajar filsafat di Universitas Istanbul. Meskipun ia sering menulis tentang sains, ia tidak pernah benar-benar mempelajari sains pada tingkat universitas.

Seberapa Perlu Pendidikan yang Berkarakter?''

Program pendidikan karakter, memerlukan contoh atau suri tauladan. Bukan cuma slogan atau NATO (No Action Talk Only)

Pada dekade terakhir ini Pemerintah, melalui Mentri Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan berkarakter untuk semua tingkatan, baik SD hingga Perguruan Tinggi. Dari Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh, mengatakan "pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Kenapa demikian? beliau beralasan "Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa yang utuh. Mendiknas menyampaikan hal ini saat berbicara pada pertemuan Pimpinan Pascasarjana LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan.

Lahirnya gagasan program pendidikan karakter dalam lingkup dunia pendidikan di Indonesia, bisa dipahami, sebab selama ini dapat dirasakan bahwa proses pendidikan ternyata belum mencerminkan Manusia Indonesia yang memiliki Jiwa yang berkarakter sebagai cerminan karekter Bangsa. Bahkan, banyak yang mengatakan, pendidikan telah gagal membangun Jiwa yang berkarakter. Realitas banyak yang mengatakan lulusan sekolah dan sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mentalnya lemah, penakut, pemalu dan perilakunya banyak yang menyimpang.

Mungkin, sudah bisa dikatakan, dunia Pendidikan di Indonesia saat ini sedang memasuki masa-masa paceklik dan ruwet dari mana memulai atau merajut kembali. Kucuran anggaran pendidikan yang sangat besar disertai berbagai program ide dan trobosan yang ideal sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yang unggul, yang berimtak, profesional, dan memiliki jiwa yang berkarakter.

Dr. Ratna Megawangi,mengatakan dalam bukunya, Semua Bermuara pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007), memberi contoh, bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an. Menurutnya, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yaitu, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.

Dalam sebuah buku lain yaitu, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (2010), Doni Koesoema Albertus menulis, bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Dalam pendidikan karakter, yang terutama dinilai adalah perilaku, bukan pemahamannya. Doni membedakan pendidikan karakter dengan pendidikan moral atau pendidikan agama. Pendidikan agama dan kesadaran akan nilai-nilai religius menjadi motivator utama keberhasilan pendidikan karakter.

Tetapi, Doni yang meraih sarjana teologi di Universitas Gregoriana Roma Italia, agama tidak dapat dipakai sebagai pedoman pengatur dalam kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat yang plural. "Di zaman modern yang sangat multikultural ini, nilai-nilai agama tetap penting dipertahankan, namun tidak dapat dipakai sebagai dasar kokoh bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Jika nilai agama ini tetap dipaksakan dalam konteks masyarakat yang plural, yang terjadi adalah penindasan oleh kultur yang kuat pada mereka yang lemah," tulisnya.

Oleh karena itu, simpul Doni K. Albertus, meskipun pendidikan agama penting dalam membantu mengembangkan karakter individu, ia bukanlah fondasi yang efektif bagi suatu tata sosial yang stabil dalam masyarakat majemuk. Dalam konteks ini, nilai-nilai moral akan bersifat lebih operasional dibandingkan dengan nilai-nilai agama. Namun demikian, nilai-nilai moral, meskipun bisa menjadi dasar pembentuk perilaku, tidak lepas dari proses hermeneutis yang bersifat dinamis dan dialogis.

Sebagai Muslim, kita tentu tidak sependapat dengan pandangan Doni K. Albertus semacam itu. Sebab, bagi Muslim, nilai-nilai Islam diyakini sebagai pembentuk karakter dan sekaligus bisa menjadi dasar nilai bagi masyarakat majemuk. Masyarakat Madinah yang dipimpin Nabi Muhamamd saw, berdasarkan kepada nilai-nilai Islam, baik bagi pribadi Muslim maupun bagi masyarakat plural. Tentu kita memahami pengalaman sejarah keagamaan yang berbeda antara Katolik dengan Islam.

Namun, dalam soal pendidikan karakter bagi anak didik, berbagai agama bisa bertemu. Islam dan Kristen dan berbagai agama lain bisa bertemu dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan. Nilai kejujuran, kerja keras, sikap ksatria, tanggung jawab, semangat pengorbanan, dan komitmen pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, bisa diakui sebagai nilai-nilai universal yang mulia. Bisa jadi, masing-masing pemeluk agama mendasarkan pendidikan karakter pada nilai agamanya masing-masing.

Terlepas dari perdebatan konsep-konsep pendidikan karakter, memang bangsa Indonesia memerlukan model pendidikan semacam ini. Sejumlah negara sudah mencobanya. Indonesia bukan tidak pernah mencoba menerapkan pendidikan semacam ini. Tetapi, pengalaman menunjukkan, berbagai program pendidikan dan pengajaran – seperti pelajaran Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), – belum mencapai hasil optimal, karena pemaksaan konsep yang sekularistik dan kurang seriusnya aspek pengalaman. Dan lebih penting, tidak ada contoh dalam program itu! Padahal, program pendidikan karakter, sangat memerlukan contoh dan keteladanan. Kalau hanya slogan dan ’omongan’, orang Indonesia dikenal jagonya namun minim realisasi!. Saya sebagai guru sangat prihatin melihat keadaan masa kini sudah saatnya "Sekolah Islam Integral" yang banyak bermunculan untuk terus berbenah diri apalagi Sekolah Islam yang berbasis TAUHID" harus menjadi vioner dalam mendidik siswa dalam membangun Jiwa dan karakternya dan memiliki akhlak yang baik, dan itu tidak terlepas dari peran guru dan juga orang tua siswa yang bersangkutan. kepada semua para pendidik mari rapatkan barisan dan satukan tujuan yang guru benar-benar guru yang dapat menjadi insfirasi dan teladan bagi siswa-siswanya.

Harap maklum kalu boleh dikatakan seperti itu, konon, orang Indonesia dikenal piawai dalam menyiasati kebijakan dan peraturan. Ide UAN, mungkin bagus! Tapi, di lapangan, banyak yang bisa menyiasati bagaimana siswanya lulus semua. Sebab, itu tuntutan pejabat dan orangtua. Guru tidak berdaya. Kebijakan sertifikasi guru, bagus! Tapi, karena mental materialis dan malas sudah bercokol, kebijakan itu memunculkan tradisi berburu sertifikat, bukan berburu ilmu! Bukan tidak mungkin, gagasan Pendidikan Karakter ini nantinya juga menyuburkan bangku-bangku seminar demi meraih sertifikat pendidikan karakter, untuk meraih posisi dan jabatan tertentu.

Tokoh seperti Mohammad Natsir, sebagai salah satu Pahlawan Nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.”

Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orangtua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.

Mohammad Natsir adalah contoh guru sejati, meski tidak pernah mengenyam pendidikan di fakultas keguruan dan pendidikan. Hidupnya dipenuhi dengan idealisme tinggi memajukan dunia pendidikan dan bangsanya. Setamat AMS (Algemene Middelbare School) di Bandung, dia memilih terjun langsung ke dalam perjuangan dan pendidikan. Ia dirikan Pendis (Pendidikan Islam) di Bandung. Di sini, Natsir memimpin, mengajar, mencari guru dan dana. Terkadang, ia keliling ke sejumlah kota mencari dana untuk keberlangsungan pendidikannya. Kadangkala, perhiasan istrinya pun digadaikan untuk menutup uang kontrak tempat sekolahnya.

Selain itu, Natsir juga telah melakukan terobosan dengan memberikan pelajaran agama kepada murid-murid HIS, MULO, dan Kweekschool (Sekolah Guru). Ia mulai mengajar agama dalam bahasa Belanda. Kumpulan naskah pengajarannya kemudian dibukukan atas permintaan Sukarno saat dibuang ke Endeh, dan diberi judul Komt tot Gebeid (Marilah Shalat).

Kisah Perjuang Natsir dan sederet guru bangsa lain sangat penting untuk diajarkan di sekolah-sekolah dengan tepat dan benar. Natsir adalah contoh guru yang berkarakter dan bekerja keras untuk kemajuan bangsanya. Ia adalah orang yang sangat haus akan ilmu. Cita-citanya bukan untuk meraih ilmu kemudian untuk mengeruk keuntungan materi dengan ilmunya. Tapi, dia sangat haus ilmu, lalu mengamalkannya demi kemajuan masyarakatnya dan bangsanya.

Pada 17 Agustus 1951, hanya 6 tahun setelah kemerdekaan RI, M. Natsir melalui sebuah artikelnya yang berjudul “Jangan Berhenti Tangan Mendayung, Nanti Arus Membawa Hanyut”, Natsir mengingatkan bahaya besar yang dihadapi bangsa Indonesia, yaitu mulai memudarnya semangat pengorbanan. Melalui artikelnya ini, Natsir menggambarkan betapa jauhnya kondisi manusia Indonesia pasca kemerdekaan dengan pra-kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan, kata Natsir, bangsa Indonesia sangat mencintai pengorbanan. Hanya enam tahun sesudah kemerdekaan, segalanya mulai berubah. Dalam bukunya ia telah menuliskan:

“Dahulu, mereka girang gembira, sekalipun hartanya habis, rumahnya terbakar, dan anaknya tewas di medan pertempuran, kini mereka muram dan kecewa sekalipun telah hidup dalam satu negara yang merdeka, yang mereka inginkan dan cita-citakan sejak berpuluh dan beratus tahun yang lampau… Semua orang menghitung pengorbanannya, dan minta dihargai…Sekarang timbul penyakit bakhil. Bakhil keringat, bakhil waktu dan merajalela sifat serakah… Tak ada semangat dan keinginan untuk memperbaikinya. Orang sudah mencari untuk dirinya sendiri, bukan mencari cita-cita yang diluar dirinya...”

Peringatan Natsir hampir 60 tahun lalu itu perlu dicermati oleh para elite bangsa, khususnya para pejabat dan para pendidik. Jika ingin bangsa Indonesia menjadi bangsa besar yang disegani di dunia, wujudkanlah guru-guru yang mencintai pengorbanan dan bisa menjadi teladan bagi bangsanya. Beberapa tahun menjelang wafatnya, Natsir juga menitipkan pesan kepada sejumlah cendekiawan yang mewawancarainya, ”Salah satu penyakit bangsa Indonesia, termasuk umat Islamnya, adalah berlebih-lebihan dalam mencintai dunia.” Lebih jauh, kata Natsir:

”Di negara kita, penyakit cinta dunia yang berlebihan itu merupakan gejala yang ”baru”, tidak kita jumpai pada masa revolusi, dan bahkan pada masa Orde Lama (kecuali pada sebagian kecil elite masyarakat). Tetapi, gejala yang ”baru” ini, akhir-akhir ini terasa amat pesat perkembangannya, sehingga sudah menjadi wabah dalam masyarakat. Jika gejala ini dibiarkan berkembang terus, maka bukan saja umat Islam akan dapat mengalami kejadian yang menimpa Islam di Spanyol, tetapi bagi bangsa kita pada umumnya akan menghadapi persoalan sosial yang cukup serius.”

Seorang dosen fakultas kedokteran pernah menyampaikan keprihatinan kepada saya. Berdasarkan survei, separoh lebih mahasiswa kedokteran di kampusnya mengaku, masuk fakultas kedokteran untuk mengejar materi. Menjadi dokter adalah baik. Menjadi ekonom, ahli teknik, dan berbagai profesi lain, memang baik. Tetapi, jika tujuannya adalah untuk mengeruk kekayaan, maka dia akan melihat biaya kuliah yang dia keluarkan sebagai investasi yang harus kembali jika dia lulus kuliah. Ia kuliah bukan karena mencintai ilmu dan pekerjaannya, tetapi karena berburu uang!

Saat ini , sebagaimana dikatakan Natsir, yang dibutuhkan bangsa ini adalah “guru-guru sejati” yang cinta berkorban untuk bangsanya. Bagaimana murid akan berkarakter; jika setiap hari dia melihat pejabat mengumbar kata-kata, tanpa amal nyata. Bagaimana anak didik akan mencintai gurunya, sedangkan mata kepala mereka menonton guru dan sekolahnya materialis, mengeruk keuntungan sebesar-besarnya melalui lembaga pendidikan.

Pendidikan karakter adalah perkara besar. Ini masalah bangsa yang sangat serius. Bukan urusan Kementerian Pendidikan semata. Presiden, menteri, anggota DPR, dan para pejabat lainnya harus memberi teladan. Jangan minta rakyat hidup sederhana, hemat BBM, tapi rakyat dan anak didik dengan jelas melihat, para pejabat sama sekali tidak hidup sederhana dan mobil-mobil mereka – yang dibiayai oleh rakyat – adalah mobil impor dan sama sekali tidak hemat.

Pada skala mikro, pendidikan karakter ini harus dimulai dari sekolah, pesantren, rumah tangga, juga Kantor Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Dari atas sampai ke bawah, dan sebaliknya. Sebab, guru, murid, dan juga rakyat sudah terlalu sering melihat berbagai paradoks. Banyak para pejabat dan tokoh agama bicara tentang taqwa; berkhotbah bahwa yang paling mulia diantara kamu adalah yang taqwa. Tapi, faktanya, saat menikahkan anaknya, yang diberi hak istimewa dan dipandang mulia adalah pejabat dan yang berharta. Rakyat kecil dan orang biasa dibiarkan berdiri berjam-jam mengantri untuk bersalaman, dan inilah sebuah realitas dan masih banyak contoh lain.

Kalau seandainya para tokoh agama, dosen, guru, pejabat, lebih mencintai dunia dan jabatan, ketimbang ilmu, serta tidak sejalan antara kata dan perbuatan, maka percayalah, Pendidikan Karakter yang diprogramkan Kementerian Pendidikan hanya akan berujung slogan alias Nato!

Psikologi Dalam Kajian Islam

Kalau kita mau mengkaji tentang Psikologi Islam tentu sangat luas, saya hanya membatasi masalah pada Epistimologinya saja yang berkenaan dengan keilmuan Islam ditinjau dari persfektif sejarah dan Filsafat sebagai Induknya Ilmu Psikologi. Berbicara Psikologi tidak terlepas dari Induknya yaitu Filsafat sebagai ilmu tertua yang ada dibumi. Lahirnya Filsafat dijaman Plato sebenarnya adalah berbicara tentang konsef jiwa dan siapa yang membuat jiwa itu? Sebenarnya kalau mau dirunut dalam literatur sejarah Nabi Ibrahim dalam proses mencari Tuhan adalah bagian dari teka-teki itu, dari sini sebenarnya telah terjawab siapa Jiwa itu dan siapa Penciptanya?. Nabi Ibrahimlah yang telah menjawabnya.
Kalau kita kembali ke sejarah masa lalu ada tiga corak pendekatan dalam memahami jiwa manusia. Pertama, pendekatan Qur’ani-Nabawi dimana jiwa manusia dipahami dengan merujuk pada keterangan kitab suci al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah saw. Perbincangannya berkisar sifat-sifat universal manusia (syahwat kepada lawan jenis, properti, uang, fasilitas mewah, takut mati, takut kelaparan, pongah, pelit, korup, gelisah, mudah frustrasi), sebab maupun akibatnya (lupa kepada Allah, kurang berzikir, ikut petunjuk syaitan, tenggelam dalam hawa nafsu, hidup merana dan mati menyesal, di akhirat masuk neraka), dan beberapa karakter jiwa (nafs): yang selalu menyuruh berbuat jahat (ammarah bis-su’), yang senantiasa mengecam (al-lawwamah) dan yang tenang damai (al-mutma’innah). Perspektif ini diwakili oleh tokoh-tokoh semisal Ibn Qayyim al-Jawziyyah (w. 1350). Dalam kitabnya ar-Ruh, misalnya, diterangkan bagaimana ruh menjalar di tubuh manusia yang memungkinkannya bergerak, merasa, dan berkehendak. Ruh orang mati itu wujud dan merasakan siksa di alam kubur sekalipun jasadnya hancur. Saya punya pengalaman tentang kematian, bagaimana rasanya ketika jasad dimandikan, dikafani dan dikubur. Berawal dari proses perenungan disitu saya berfikir apakah orang yang mati itu dapat merasakan dan melihat ketika jasad itu diperlalukan hingga di alam kubur?. Pertanyaan ini selalu terngiang-ngiang dibenak saya, sayapun tanpa sadar sudah masuk kedalam alam bawah sadar yang menghantarkanku ke sebuah mimpi yang panjang. Dalam mimpi itu saya menghembuskan nafas dalam waktu seketika saya dalam proses dimandikan,kemudian dikafani. Dan sampailah pada sebuah lobang persegi panjang yang sangat gelap. Jasad saya dapat merasakan dari orang-orang yang memegang, dan dari kejauhan Roh saya melihat kepada jasadnya yang tidak berdaya begitulah seterusnya hinggga proses penguburan saya tersentak dan bangun dari tidur dengan spontan saya berucap "Astaghfirulloh"

Kembali kepada pembahasan awal bahwa untuk pendekatan kedua bahwa Filsafat dimana para ilmuan mengatakan "Berbagai masalah jiwa dibahas menurut pandangan para filsuf Yunani kuno. Mazhab falsafi ini mulai berkembang pada abad ke-10 Masehi, menyusul penerjemahan karya-karya ilmuwan Yunani kuno ke dalam bahasa Arab. Para psikolog Muslim pada masa itu banyak dipengaruhi oleh teori-teori jiwa Plato dan Aristoteles. Tak mengherankan, sebab Aristoteles mengupas aneka persoalan jiwa manusia dengan sangat logis dan terperinci. Teori-teorinya tertuang dalam bukunya De Anima (tentang hakikat jiwa dan aneka ragam kekuatannya) dan Parva Naturalia (risalah-risalah pendek mengenai persepsi inderawi dan hubungannya dengan jiwa, daya hapal dan ingatan, hakikat tidur dan mimpi, firasat dan ramalan). Adapun Plato ialah filsuf yang pertama kali melontarkan teori tiga aspek jiwa manusia: rasional (berdaya pikir), animal (hewani), dan vegetatif (berdaya tumbuh).

Hampir semua filsuf Muslim yang menulis karya tentang jiwa bertolak dari pandangan Aristoteles. Mulai dari Miskawayh yang menulis kitab Tahdzib al-Akhlaq dan Abu Bakr ar-Razi pengarang kitab at-Thibb ar-Ruhani hingga Ibnu Rusyd dan Abu Barakat al-Baghdadi. Menurut mereka, jiwa manusia adalah penyebab kehidupan. Tanpa jiwa, manusia tak berarti apa-apa. Kecuali ar-Razi, semua filsuf percaya bahwa jiwa manusia itu tunggal dan sendiri. Karenanya mereka menolak teori transmigrasi jiwa dari satu tubuh ke tubuh yang lain, seperti dalam kepercayaan agama tertentu. Dalam salah satu kitabnya, Ibnu Sina menegaskan pentingnya penyucian jiwa dengan ibadah seperti shalat dan puasa. Sebab, menurutnya, jiwa yang bersih akan mampu menangkap sinyal-sinyal dari alam ghaib yang dipancarkan melalui Akal Suci (al-‘aql al-qudsi). Kemampuan semacam inilah yang dimiliki oleh para nabi, tambahnya. Jiwa para nabi itu begitu bersih dan kuat sehingga mereka mampu menerima intuisi, ilham dan wahyu ilahi (Lihat: kitab an-Nafs, ed. Fazlur Rahman, hlm 248-50 dan Avicenna’s Psychology, hlm 36-7).

Ketiga ialah pendekatan Sufistik dimana penjelasan tentang jiwa manusia didasarkan pada pengalaman spiritual ahli-ahli tasawuf. Dibandingkan dengan psikologi para filsuf yang terkesan sangat teoritis, apa yang ditawarkan para sufi lebih praktis dan eksperimental. Termasuk dalam aliran ini kitab ar-Riyadhah wa Adab an-Nafs karya al-Hakim at-Tirmidzi (w. 898) dimana beliau terangkan kiat-kiat mendisiplinkan diri dan membentuk kepribadian luhur. Menurut Abu Thalib al-Makki (w. 996), jiwa manusia sebagaimana tubuhnya membutuhkan makanan yang baik, bersih, dan bergizi. Jiwa yang tidak cukup makan pasti lemah dan mudah sakit. Semua itu diterangkan beliau dalam kitab Qut al-Qulub (‘nutrisi hati’).

Tokoh penting lainnya ialah Imam al-Ghazali (w. 1111 M) yang menguraikan dengan sangat memukau aneka penyakit jiwa dan metode penyembuhannya. Penyakit yang diderita manusia ada dua jenis, ujarnya, fisik dan psikis. Kebanyakan kita sangat memperhatikan kesehatan tubuh tetapi jarang peduli dengan kesehatan jiwa. Bagaimana cara mengobati penyakit-penyakit jiwa seperti egoisme, serakah, phobia, iri hati, depresi, waswas, dsb beliau jelaskan dalam kitabnya yang berjudul Ihya’ ‘Ulumiddin. (Lihat juga: Amber Haque, “Psychology from Islamic Perspective: Contributions of Early Muslim Scholars and Challenges to Contemporary Muslim Psychologists,” Journal of Religion and Health 43/4 [2004], hlm 357-77).

Di abad modern, upaya-upaya untuk menyelami lautan ilmu psikologi Islam dan “menjual mutiara-mutiara”nya brilian masih terkendala oleh beberapa hal. Selain sikap prejudice terhadap khazanah intelektual Islam di satu sisi, dan sikap fanatik terhadap psikologi Barat modern yang nota bene sekular-materialistik di sisi lain, penguasaan bahasa Arab merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) untuk bisa menjelajahi literatur psikologi Islam yang sangat kaya namun belum terjamah itu. Psikolog muslim tinggal memilih mau terus-terusan merujuk Freud, Skinner, Maslow, Ellis, yang banyak menyesatkan.Atau belajar dari para ahli psikologi Islam? tinggal pilih. Wallahua'lam bissawab.

Menyongsong datangnya bulan "Ramadhan"

Saat ini kita berada di bulan Sya,ban tidak lama lagi Umat Islam akan kedatangan tamu, persiapan apa saja yang kita lakukan buat menyambutnya?. Apa yang sudah kita siapkan untuk tamu nanti, apakah ongkos pulang kampung, biaya beli sembako,THR dan kebutuhan lainnya.Memang itu adalah penting tapi ada yang lebih penting dari itu yang tidak kalah pentingnya yaitu sikap mental yang terbangun dari kesadaran diri. Untuk menghadirkan mental yang sadar akan fitrohnya itu butuh waktu dan proses, bukan lahir dari kondisi instan, karena apabila mental tidak begitu siap secara lahir batin, maka lepas Ramadhan, mental akan kembali kering seperti semula. Oleh karenanya perlu disiapkan dari sekarang yaitu mental yang dilandasi niatan suci untuk memperbaiki diri dan bertekad lepas ramadhan tetap konsisten untuk menjalankan ibadah baik sunah apalagi yang wajib. Itulah tanda mental yang terbentuk oleh didikian Ramadhan, bukan yang banyak kita lihat, setiap sepuluh hari pertama ramadhan Masjid selalu penuh, pada sepuluh hari terakhir Ramadhan Mal, Supermarket yang penuh, berarti mental kita belum tumbuh dan berkembang kepada arah yang baik, bisa jadi kembali keawal sebelum Ramadhan.

Marilah kita siapkan diri untuk menerima didikan dari bulan Suci. Jadikan bulan Ramadhan sebagai sarana mendapatkan kekuatan, baik lahir maupun batin; bukan hanya materil tapi mental bermuatan spiritual. Pertajamlah akidah di bulan ini dan perdalam di Ramadhan nanti. Jaga dan tingkatkan aspek ibadah, ukhuwah, dan program yang dapat memberdayakan umat melalui zakat, infak, dan sedekah.

Insyaallah dengan mental yang kuat dan tauhid yang kokoh, maka kita akan menjadi sosok pribadi yang tegak dan berkepribadian tidak mudah terombang-ambing oleh materialisme dan hedonisme. Tidak ada hal yang paling dibutuhkan saat ini melebihi sosok Jiwa yang berkarakter dan berkepribadian luhur, walaupun tidak menyamai Rasulullah atau para sahabat beliau tapi paling tidak mendekati sudah luar biasa.

Orang yang rapuh Jiwanya akan dengan mudah diombang-ambingkan oleh zaman. Banyak orang bingung lantaran pribadinya terbelah, tidak utuh, dan tidak tegak. Dengan ibadah yang baik kita akan menjadi orang yang terpelihara. Melalui ukhuwah kita sebarluaskan kecintaan, kepekaan akan saudara-saudara yang tertindas khususnay Umat Islam yang ada dibelahan bumi ini dan untuk lebih jau dari itu menjaring kekuatan dalam menegakkan peradaban islam kembali.

Semoga dengan momentum Ramadhan ini kita dapat merapatkan barisan dan menyatukan tujuan baik pikiran maupun hati kita sehingga kelak akan terbangun sebuah kekuatan yang lebih besar lagi, untuk tegaknya ‘izzul Islam wal Muslimin amin.

Mimpi Buruk Israel Bernama Kapal Bantuan Kemanusiaan

Pasca pembajakan kapal Rachel Corrie yang membawa bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza di perairan Gaza, berita mengenai pengiriman kapal-kapal bantuan kemanusiaan baru dari menghiasi seluruh pemberitaan media-media massa.
Trasformasi terbaru mengenai upaya pembatalan blokade rakyat Gaza secara khusus dan pembebasan Palestina secara umum dengan sendirinya menjadi kartu truf bagi bangsa Palestina. Sebaliknya, pengiriman kapal bantuan kemanusiaan telah menjadi mimpi buruk bagi rezim Zionis Israel. Karena bila pengiriman tresebut berlangsung terus-menerus, maka pondasi rezim ini akan goyah. Itu artinya masa kehancuran rezim buatan Barat ini semakin dekat.
Pernyataan kesiapan Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Turki untuk ikut dalam kapal bantuan kemanusiaan, sekaligus melawat Gaza pasca sikap anti-Zionis-nya berhasil merenggut waktu tidur para pejabat Zionis Israel. Pernyataan itu membuat mimpi buruk bagi Zionis Israel menjadi semakin meluas. Dengan kata lain, langkah Erdogan, bila itu terjadi, akan menjadi sebuah langkah baru yang sangat membahayakan eksistensi Israel.
Gelombang anti-Zionis yang semakin memuncak ditambah dukungan yang semakin luas terhadap warga Gaza dan bangsa Palestina di seluruh dunia dapat disaksikan dari aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan masyarakat internasional di pelbagai penjuru dunia. Bila rasa kebencian terhadap Zionis Israel dan dukungan terhadap Palestina terus berlangsung yang dinyatakan lewat pengiriman konvoi-konvoi kapal bantuan kemanusiaan, Zionis Israel harus mengakui bahwa aksi ini dapat menggoyahkan sendi-sendi rezim ini yang dibangun secara haram di tanah Palestina.
Bila kapal-kapal bantuan kemanusiaan yang berisikan para aktivis kemanusiaan dan perdamaian dari seluruh dunia berkumpul di perairan internasional dekat Gaza dipandang sebagai manuver manusia-manusia merdeka dan aksi solidaritas terhadap Gaza, niscaya rezim Zionis dan para pendukungnya berada dalam kondisi yang sulit. Tidak hanya itu, membayangkan terjadinya peristiwa tersebut saja sangat menyiksa mereka.
Sekaitan dengan hal ini, Manouchehr Mottaki, Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran dalam sidang istimewa sekretariat pelaksana Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang diselenggarakan hari Ahad (06/6) di Jeddah meminta masyarakat internasional, khususnya negara-negara Islam melakukan aksi nyata dan segera terhadap rezim Zionis Israel. Untuk itu Menlu Mottaki mengusulkan agar negara-negara Islam secara simbolik mengirimkan kapal bantuan kemanusiaan ke Gaza. Menurut Mottaki, aksi ini harus dilakukan berkali-kali dan dengan pelbagai cara. Dengan demikian, diharapkan kejahatan Zionis Israel dan para pendukungnya harus menyadari sedang berhadap-hadapan dengan kekuatan hati nurani manusia yang tak terkalahkan.
Dalam pidatonya, Mottaki mengatakan, "Kami membutuhkan puluhan kapal bantuan kemanusiaan dengan bendera dari pelbagai negara menuju Gaza." "Sangat tepat bila dalam periode masa genting ini, setiap negara anggota OKI mengirimkan sebuah kapal bantuan kemanusiaan ke Gaza sebagai langkah awal," tambah Mottaki.
Bila usulan ini diterima oleh negara-negara anggota OKI, setidak-tidaknya akan ada 54 kapal sebagai perwakilan 1,5 miliar umat Islam yang akan menuju tanah air Palestina yang dirampas oleh para imigran Zionis. Bila gerakan simbolik ini dilakukan oleh negara-negara Islam, pembebasan al-Quds sebagai kiblat pertama umat Islam menjadi sesuatu hal yang mungkin.
Bila merunut ke belakang, pembentukan Organisasi Konferensi Islam oleh negara-negara Islam bermula ketika rezim Zionis Israel membakar Masjidul Aqsa, kiblat pertama umat Islam, pada 21 Agustus 1969. Demi mengutuk kejahatan itu, pada bulan September tahun yang sama, negara-negara Islam berkumpul di Rabat, Maroko dan secara resmi membentuk OKI pada bulan Mei 1971. Kini OKI telah memasuki usianya yang ke-40 dan mereka dapat kembali mengambil keputusan bersama menghapus kanker bernama rezim Zionis Israel untuk selamanya.
Bila mencermati negara-negara Islam yang membentuk sepertiga anggota PBB dan posisi strategis mereka di dunia, tentu saja mereka dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan. Betapa tidak, 74 persen cadangan minyak dunia dan 50 persen cadangan gas dunia dikuasai negara-negara Islam. Dengan catatan ini saja, semestinya negara-negara Islam tidak punya masalah bila ingin melaksanakan tanggung jawabnya di hadapan Palestina.
Tanggung jawab terhadap bangsa Palestina ini secara transparan dimasukkan dalam butir kelima dari tujuh tujuan pendirian OKI yang diratifikasi tahun 1972. Butir kelima itu menyebutkan, "Mengkoordinasi seluruh upaya demi melindungi tempat-tempat suci, membantu perang yang dilakukan bangsa Palestina dan bantuan kepada mereka demi meraih hak-hak dan pembebasan tanah air mereka."
Apakah dengan berlalunya 40 tahun dari ratifikasi butir kelima dari piagam OKI, masih belum cukupkah bagi mereka untuk melaksanakan butir ini dengan mengirimkan kapal bantuan kemanusiaan mereka ke Gaza?

Hegemoni Global, Senjata Makan Tuan

oleh:Purkon Hidayat
Sorak-sorai itu telah usai. Pelan tapi pasti, negara industri maju mulai mengendurkan urat sarafnya. Sosok raksasa yang kekar itu tidak lagi mengangkat bahunya lebar-lebar. Apalagi meninggikan batang lehernya. Intonasi arogan itu, kini mulai melemah. Bahkan, berganti menjadi permintaan yang dibalut kebijakan kolektif melawan krisis global. Meskipun isinya tetap saja menekan dan menjerat negara berkembang. Dikte hegemoni global itu, tidak lagi berwarna pekat dan hampir terlihat memudar.
Pasca KTT G8 di Toronto usai, sontak ketujuh pemimpin negara industri maju dunia ini dan Presiden Uni Eropa secara marathon melanjutkan pertemuan dengan 12 negara ekonomi baru dan negara berkembang. Pertemuan ini diwarnai kegelisahan berbagai negara terutama negara industri maju terhadap munculnya kembali badai krisis ekonomi global yang membuat kekuatan raksasa ekonomi dunia terhuyung-huyung, bahkan nyaris ambruk.
Selama dua tahun pasca merebaknya krisis finansial global, Amerika Serikat jumpalitan mengatasi masalah ekonomi dalam negerinya yang dipicu oleh problem subprime mortgage. Semua pihak lamat-lamat mulai menyalahkan lemahnya kebijakan finansial di Negeri Paman Sam itu. Suara protes semakin keras nyaris memekakan telinga, dengan makian yang mirip paduan suara tanpa nada,"inilah buntut keserakahan segelintir orang."
Obama mengucurkan bail out dengan harapan ekonomi negara yang mengaku sebagai Polisi Dunia ini bisa diselamatkan. Wall Street menjadi kambing hitam, akibat sikap ugal-ugalan sejumlah spekulan yang ingin meraup untung besar. Upaya Obama mulai menunjukkan hasil.Tapi tetap saja ekonomi Amerika rentan terhadap krisis. Belum selesai masalah tersebut, muncul kasus baru berupa tumpahan minyak yang disebut-sebut sebagai krisis lingkungan paling buruk dewasa ini.
Kini, giliran Eropa kembang-kempis menghadapi efek domino krisis finansial tersebut. Belum hilang dalam ingatan kita, Yunani yang perkasa itu nyaris kocar-kacir diguncang badai krisis finansial yang berhembus kencang. Amerika terpaku, Eropa gelagapan. Barat termenung.
Konferensi Toronto merupakan ikhtiar negara Barat menemukan solusi memasang benteng yang dapat melindungi negaranya dari bencana tsunami finansial yang sekonyong-konyong menerjang keras tanpa sirine pemberitahuan.
Di tengah kekalutan itu, negara-negara Barat tetap saja tidak mau belajar dari sejarah krisis dengan mengulang kekeliruannya menekan dunia ketiga dan membenamkan hegemoni global sedalam-dalamnya.
Para pemimpin negara industri maju dalam pertemuan Toronto menyinggung hak asasi manusia di Iran dan menyebut rezim Tehran menyumbat suara rakyat Iran.
Tepat, ketika AS dan negara Barat lainnya mengemukakan statemen ini, para demonstran di luar gedung KTT Toronto meneriakan aksi protes terhadap para petinggi negara Barat itu. Barisan demonstran yang dijaga ketat petugas keamanan menyebut para pejabat tinggi negara maju ini sebagai kaum penghisap negara miskin. Tehran tidak perlu susah payah untuk menjawabnya. Arah angin sedang bertiup menuju timur.
Barat tidak belajar dari krisis finansial global yang belum lama bertiup kencang. Pada 9 Juni lalu, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi no.1929 yang bernada menyudutkan program nuklir sipil Iran. Dengan memperalat lembaga internasional itu, Barat berusaha menekan Iran agar menangguhkan program nuklir sipilnya. Alih-alih pasrah, Tehran malah menantang, selama tiga dekade sanksi tidak akan pengaruhi Iran, bahkan membuat negara ini semakin mandiri dan kokoh.
Beberapa hari pasca keluarnya resolusi anti Iran tersebut, koran-koran Iran menyinggung tidak terpengaruhnya Bursa Efek Iran. Bahkan, beberapa hari pasca keluarnya resolusi itu, Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Tehran (TSE) menguat 60,43 poin berada di level 14180.
Koran ekonomi terbesar di Iran, Donya-e-Eghtesad melaporkan, nilai transaksi di pasar bursa hingga akhir bulan Khordad 1389 Hs, akhir triwulan pertama tahun anggaran Iran, sebesar 71,442 triliun rial. Angka ini naik 9,1 persen dibandingkan akhir Isfand 1388 Hs.
Di bawah tekanan hegemoni global yang dihembuskan Barat, Iran terus membangun dengan caranya sendiri. Negeri penghasil permadani indah itu terus mengejar ketertinggalannya di bawah kepemimpinan Presiden Ahmadinejad, di saat negara-negara Barat semakin dihantui ketakutan terulangnya krisis ekonomi global. Barat kebingungan, Tehran asyik dengan urusannya sendiri.
Pelan tapi pasti, pelatuk hegemoni global yang ditarik Barat semakin jauh dari sasaran bidiknya. Bahkan kini, mulai berbalik memangsa tuannya sendiri. Sekarang pun kita mulai menyaksikan tanda-tandanya.

Rahbar: Ilmu dan Keimanan, Sumber Kekuatan Iran





Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei, menyatakan bahwa ilmu merupakan landasan sebenarnya kemajuan dan kekuatan Republik Islam Iran. "Kemajuan ilmu yang sudah dimulai, harus terus melaju cepat dengan segala kemampuan yang ada, " tegas Rahbar hari Selasa (2/1) di hadapan ratusan dosen dan para pejabat Universitas Tehran.
"Kekokohan yang mempengaruhi dan membantu penyelesaian berbagai problema masyakat tidak akan terwujud melalui sistem militer dan kekuatan. Akan tetapi hal itu berpengaruh pada dua faktor, ilmu dan keimanan," jelas Rahbar
Lebih lanjut Rahbar sambil mengucapkan selamat atas Sepuluh Hari Fajar Kemenangan Republik Islam Iran, juga menyebut berbagai perkembangan ilmu dalam tiga dekade terakhir sebagai hasil dari independensi dan kebebasan berpikir. "Jika rezim yang lalim masih berkuasa, kemajuan-kemajuan di bidang ilmu tak akan terwujud. Sebab, kemajuan ilmu tidak akan ditemukan pada sistem-sistem diktator yang bergantung pada hegemoni asing," tegas Rahbar.
"Kemajuan-kemajuan penting dalam tiga dekade terakhir ini belum memuaskan. Kita masih mempunyai jarak yang jauh dengan puncak-puncak ilmu dunia. Untuk meraihnya dibutuhkan upaya ganda dan kerja keras para ilmuwan, dosen dan mahasiswa, " lanjut Rahbar dalam pidatonya.
Rahbar juga menyebut kemajuan ilmu, kebahagiaan masyarakat dan realisasi keadilan sebagai tujuan akhir Islam dan Republik Islam. "Pandangan ilmiah harus berlandaskan pada pandangan mulia, suci dan spiritual. Namun saat ini, ilmu melayani ketidakadilan dan kezaliman arogan," kata Rahbar.
Dalam pidatonya, Rahbar menyebut ketidakadilan modern, bersenjata, dan pantang kritik sebagai realita dunia saat ini. "Propaganda luas yang bersandarkan pada ilmu baru seperti konspirasi-konspirasi tanpa henti terhadap Republik Islam Iran, adalah di antara indikasi ketidakadilan modern yang bersandarkan pada kemajuan ilmu saat ini. Republik Islam Iran menjadi sasaran serangan karena negara ini memprotes ketidakadilan," tandas Rahbar.
Rahbar di penghujung pidatonya seraya menyinggung masalah politik dan kampus, mengatakan, "Bila menjauh dari politik, kampus akan kehilangan spirit dan semangat, bahkan bisa menjadi sarang virus-virus berbahaya dari sisi pemikiran dan perilaku. Akan tetapi politisasi kampus bukan berarti pusat-pusat ilmiah dan akademisi menjadi ajang penyalahgunaan kelompok-kelompok politik."
Dalam kesempatan itu, Rektor Universitas Tehran, Doktor Farhad Rahbar seraya menyinggung Hari Ulang Tahun Universitas Tehran ke-75, juga mengatakan, "Universitas Tehran dengan 43 fakultas, mempunyai 113 tim dan 593 jurusan yang tengah aktif. Sebagian besar aktivitasnya dari sisi kwantitas dan kwalitas berlangsung pasca Revolusi Islam Iran."
"Pada umur 44 tahun Universitas Tehran hanya 14 persen yang mendapat peluang kuliah di universitas ini dari seluruh mahasiswa yang berjumlah 200 ribu, sedangkan 86 persen lainnya diterima oleh universitas ini setelah Revolusi Islam Iran, " jelas Doktor Farhad.
"Dari seluruh artikel dosen universitas ini sebanyak 12.960 yang dimuat di majalah-majalah yang diakui, hanya 136 makalah yang dimuat sebelum revolusi, sedangkan sisanya ditulis setelah Revolusi Islam Iran. Kini, Universitas Tehran mampu naik 117 tingkat dan tercatat sebagai 500 univeristas terbaik di dunia."
Seraya menyinggung data aktivitas kampus di berbagai negara, Doktor Farhad menjelaskan perkembangan ilmiah dalam tiga dekade terakhir atau pasca Revolusi Islam Iran. Dikatakannya, "Sebagai contoh, 15 tahun terakhir ini, Iran mengalami perkembangan inovasi ilmu di dunia hingga 75 kali lipat, yakni mencapai satu persen lebih."

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...